China mengulurkan tangannya. Soal tulus atau tidak itu belakangan. Tapi bantuan merupakan langkah besar China untuk menarik hati bangsa lain.
Iran merupakan salah satu negeri yang parah dihantam Corona. Tapi AS dan sekutunya tidak mencabut embargo terhadap Iran. Padahal Iran membutuhkan obat, perangkat kesehatan, masker, cairan antiseptik dan banyak barang lain yang tidak diproduksinya sendiri.
Dunia begitu keji. Di tengah wabah yang mematikan AS dan Eropa sama sekali tidak berfikir tentang kemanusiaan. Mereka ingin menindas dan mematikan sebuah bangsa sampai tuntas.
Untung masih ada China. Hanya negeri ini yang datang membantu. Mengirimkan semua yang dibutuhkan Iran guna memerangi Corona.
China mengulurkan tangannya. Soal tulus atau tidak itu belakangan. Tapi bantuan merupakan langkah besar China untuk menarik hati bangsa lain.
China juga mengulurkan tangan ke Irak, ke Itali, ke Perancis, ke Korea, ke berbagai negara lain. Mereka menunjukan sebagai bangsa yang besar. Padahal baru saja habis-habisan diterjang Corona.
Sementara AS dan Eropa sedang sibuk gak karu-karuan. Melawan virus yang entah dari mana itu. Di sisi lain, mungkin perusahaan farmasinya sedang bersiap meluncurkan vaksin Corona. Kemarin baru saja salah satu perusahaan farmasi di AS menguji coba vaksin Corona ke manusia. Alhamdulillah. Cepat juga penemuannya.
Wajar sih, jika seorang Jubir Kementrian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian menulis di akun Twitternya. Ia menuding militer AS-lah yang membawa virus itu ke China.
"Kapan mulai ada pasien Corona di AS? Berapa banyak yang terinfeksi? Apa nama rumah sakit yang merawatnya?" ujar Lijian mempertanyakan. Lijian berkesimpulan justru di AS-lah virus ini bermula.
"Mungkin tentara AS yang membawa epidemi ini ke Wuhan. Bersikaplah transparan. Anda berutang penjelasan!"
Memang saat awal virus ini merebak, semua media AS dan Eropa berlomba memberitakan hal-hal yang menimbulkan ketakutan terhadap Corona. Setiap saat, China seperti digambarkan dalam film Outbreak. Orang bertumbangan di jalan. Menggelapar-gelepar seperti ayam di potong.
Penularan yang masif. Kematian yang mengerikan. Dunia dicekam ketakutan.
Akibatnya semua negara menutup pintunya dari China. Tidak ada yang mau berinteraksi dengan pembawa penyakit. China seperti dipaksa keadaan untuk diembargo. Dikucilkan dunia. China adalah wabah pembawa kematian. Persepsi itu yang ditampilkan media.
Di Eropa dan AS gelombang kebencian rasial terjadi. Orang berwajah oriental dipersekusi. Diludahi. Dianggap membawa sial.
Keberhasilan media AS dan Eropa membangun ketakutan terhadap Corona memang luar biasa berhasil. Orang sedunia parno. Ditambah WHO yang mengatakan Corona adalah pendemi. Lengkaplah orkestrasi ketakutan itu
Keberhasilan orkestrasi ketakutan pada akhirnya menyerang balik. Saat wabah berbelok arah memasuki Eropa dan AS. Trump yang tahu bahwa orkestrasi ketakutan tadinya hanya untuk menekan China dari perang dagang, malah ditekan di dalam negerinya sendiri.
Trump mulanya cuek. Ia menunjukan sikap aslinya. Sikap yang tahu keadaan. "Wong, ketakutan itu kita yang buat, kenapa kini malah kita yang takut?"
Tapi orang takut gak bisa diajak ngobrol. Dan di AS ketakutan itu terbukti. Banyak orang terpapar Corona padahal tidak ada riwayat berinteraksi dengan orang dari negara lain.
Kini rakyat AS mikir, apa benar Corona datangnya dari luar?
Iya. Kita tahu. Trump sedang berjuang di negerinya untuk jabatan kedua. Ia tidak mau dikalahkan China dalam perang dagang karena itu akan mencoreng slogan 'American Great Again' yang dia teriakkan. Tapi kini ia berhadapan dengan wabah Corona di dalam negerinya.
Media di sana yang tadinya memberitakan tentang kengerian Corona. Kini mulai mengabarkan soal angka kesembuhan. Soal fatality rate yang rendah. Soal kabar gembira mengenai vaksin. Pokoknya tentang segala hal yang membawa harapan.
Mereka sadar, keberhasilannya membangun narasi ketakutan telah berbalik arah. Iklan merosot, ekonomi anjlok, pasar saham rontok, dunia stagnan. Bank Sentral AS memangkas suku bunga 1% agar semua orang mau pinjam duit. Dan ekonomi bergerak.
Mungkin salah satu keuntungan China karena rakyat mereka gak punya Google. Gak ada Whats App, gak bisa FB-an. China pumya platform sendiri. Jadi gelombang ketakutan di dalam negeri bisa dimanej dengan baik oleh pemerimtah.
Setelah berdarah-darah di Wuhan, China mencoba keluar. Menunjukan dirinya. Di Eropa, gelombang rasialis berkurang. Persepsi terhadap China berubah. Karena mereka merasakan bantuan China untuk menghadapi virus Corona ini.
Sementara Trump harus mengumumkan keadaan darurat akibat Corona. Ia ditekan oleh gelombang ketakutan yang berbalik melanda negerinya.
"Sememtara di Indonesia. Bukan hanya gelombang ketakutan yang membesar. Tapi juga gelombang kekadrunan," ujar Abu Kumkum.
Maksud lu?
"Lihat aja spanduk ini, mas..."
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews