Oleh : Stefanus Putra Imanuel
Wajib bagi seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam memerangi adanya praktik politik identitas, agar terjadinya gelaran pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang bisa terlaksana dengan penuh kedamaian dan kegembiraan.
Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras serta budaya. Di negeri ini bahkan juga menyimpan berbagai sumber daya alam dan juga sumber daya manusia yang melimpah.
Dengan penduduk yang begitu banyak dan juga memiliki latar belakang budaya, agama serta suku yang berbeda-beda, justru menjadi sangat rawan adanya gesekan horizontal yang terjadi.
Seiring berjalannya waktu, persatuan dan kesatuan diantara masyarakat Indonesia banyak menghadapi ancaman, entah itu merupakan ancaman yang berasal dari eksternal maupun internal bangsa sendiri.
Politik dalam negeri sendiri juga sering berada dalam keadaan yang tidak stabil, walaupun kini negara ini sudah menganut sistem demokrasi, namun ada satu hal yang masih belum dapat dilepaskan dari perjalanan politik di Indonesia, yakni adanya praktik politik identitas.
Politik identitas tersebut juga sama sekali tidak bisa terlepas dari makna identitas itu sendiri, yang mana menjadi suatu jati diri sebagai pengakuan terhadap seseorang atau suatu kelompok tertentu yang menjadi satu kesatuan menyeluruh dan ditandai dengan masuk atau terlibatnya dalam suatu kelompok atau golongan tertentu.
Penggabungan tersebut terjadi lantaran adanya rasa persamaan yang didasari oleh sebuah identitas yang melekat, yang mana identitas atau jati diri itu terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis seperti pada identitas gender, agama, suku, profesi dan lain sebagainya. Sedangkan politik identitas sendiri berarti adalah penjabaran dari identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan arah politik yang mereka miliki.
Mengenai politik identitas, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Lolly Suhenty memprediksi bahwa praktik tersebut masih akan digunakan oleh sejumlah oknum politisi pada kontestasi pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan terselenggara pada tahun 2024 mendatang. Oleh karena itu, pihaknya berharap supaya ada dukungan dari para tokoh agama dalam mencegah politik identitas agar tidak kembali terjadi di Indonesia.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu tersebut juga mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia bahwa sangat bahaya adanya praktik politisasi SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) apabila terus dibiarkan begitu saja. Dari sudut pandangnya, politik identitas merupakan sebuah upaya kampanye hitam yang sebenarnya mudah dikerjakan dan digunakan dengan biaya yang murah. Maka dari itu, tindakan pencegahan harus benar-benar bisa dioptimalkan untuk mengantisipasi kemungkinan penggunaan politik identitas selama tahapan Pemilu 2024 berlangsung.
Sebagai bentuk upaya pencegahan yang secara konkret telah dilakukan oleh pihak Bawaslu, telah terselenggara Diskusi Kelompok Terpimpin (DKT) Penyusunan Agenda Pencegahan Politisasi Sara dan Hoax pada Pemilu Tahun 2024 bersama dengan para tokoh agama sebelum tahapan kampanye dimulai.
Adanya diskusi tersebut bertujuan untuk bisa membentengi umat. Selain itu, dengan keberadaan para tokoh agama selama Pemilu juda dinilai dapat lebih menenangkan situasi krisis. Tokoh agama juga, menurut Lolly Suhenty bisa memberikan penjelasan apabila terjadi disinformasi yang berhubungan dengan politisasi SARA.
Menurutnya, organisasi keagamaan memang menjadi garda terdepan untuk terus memastikan bahwa seluruh proses informasi yang diterima umat adalah sebuah informasi yang tepat dan sama sekali tidak menjurus kepada politik identitas. Dirinya juga berharap agar organisasi keagamaan bisa bergabung dalam komunitas tersebut, sehingga nantinya tercipta sebuah komunitas digital kepemiluan mampu secara bersama-sama bekerja untuk mengantisipasi adanya politisasi SARA berbasis penyebaran informasi di media digital.
Anggota Bawaslu itu juga berharap supaya segala jenis informasi bukan hanya disampaikan melalui tatap muka semata, melainkan informasi yang benar tentang kepemiluan juga tetap dapat menyebar di ruang digital. Target dari adanya komunitas digital ini adalah untuk bisa menutupi banyaknya disinformasi atau berita bohong yang terbesar di media sosial, sehingga Pemilu 2024 tidak dikuasai oleh politik SARA.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajak kepada semua pihak untuk menghadirkan gelaran kontestasi pesta demokrasi Pemilu 2024 dengan penuh akan kedamaian dan menyenangkan atau menggembirakan bagi semua orang. Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar menyampaikan bahwa selayaknya memang pesta demokrasi menjadi sebuah ajang untuk memilih pemimpin pilihan rakyat harus disambut oleh seluruh elemen bangsa dengan penuh suka cita.
Adanya gelaran pesta demokrasi dalam Pemilu tahun 2024 mendatang harus terjadi dengan penuh situasi yang damai, sejuk dan penuh akan kegembiraan dan bisa disambut dengan suka cita oleh segenap elemen bangsa. Untuk itu, wajib bagi seluruhnya bersatu supaya bisa terus memerangi adanya praktik politik identitas yang sangat berbahaya dan merusak NKRI.
)* Penulis adalah Kontributor Citaprasada Institute
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews