Beginilah (Seharusnya) Sistem Pendidikan Indonesia

Sistem pendidikan semacam ini juga memberikan keterampilan praktis untuk berperan di dalam berbagai jabatan di masyarakat.

Senin, 6 Desember 2021 | 21:47 WIB
0
138
Beginilah (Seharusnya) Sistem Pendidikan Indonesia
Ilustrasi pendidikan (Foto: rumahfilsafat.id)

Apakah anda ingin hidup di negara yang bebas korupsi? Apakah anda ingin tinggal di negara bebas dari radikalisme agama yang merusak? Apakah anda ingin tinggal di negara yang pemerintah dan organisasi swastanya bekerja dengan sempurna? Saya iya.

Jalannya hanya satu, yakni benahi pendidikan. Jangan memilih menteri yang tak kompeten. Jangan memilih pejabat pendidikan atas dasar kompromi politik busuk. Indonesia terus melakukan dua hal ini, sehingga pendidikan kita sama sekali tidak bermutu.

Kita membutuhkan revolusi pendidikan total. Pendidikan kita habis dihancurkan radikalisme agama kematian. Pendidikan kita juga menjadi budak dari korporasi dan industri. Pendidikan kita justru membunuh kemanusiaan, dan melahirkan ketidakadilan. Bagaimana seharusnya pendidikan yang sempurna?

Tahap-tahap Pendidikan

Tahap pendidikan adalah tahap kehidupan. Seumur hidupnya, manusia tak pernah berhenti belajar. Kita perlu menggabungkan paradigma pendidikan Asia dan Eropa. Keduanya akan membentuk manusia yang seimbang, kritis, terampil sekaligus cerdas.

Tahap pertama adalah 12 tahun pertama dalam hidup. Di masa ini, anak hanya bermain. Tidak boleh ada paksaan untuk belajar, apapun bentuknya. Tidak ada hafalan ataupun hitung-hitungan yang tak berguna.

Ini sangatlah penting, agar anak bisa mengembangkan fungsi tubuh dan batinnya secara sempurna. Waktu bermain adalah waktu terpenting. Anak belajar untuk bekerja sama. Mereka bisa merasakan hidup tanpa beban di 12 tahun awal hidupnya.

Tahap kedua adalah dua tahun berikutnya, sampai anak berusia 14 tahun. Selama 2 tahun penuh, anak belajar Yoga dan Zen. Keduanya bukanlah agama, melainkan teknologi batin untuk memperluas identitas diri, dan belajar untuk mengelola batin.

Dengan Yoga, anak akan memahami dirinya sebagai warga semesta. Ia memiliki wawasan luas, dan berpikiran terbuka. Ia melihat semua mahluk hidup sebagai saudaranya. Dengan Zen, anak belajar untuk mengelola batinnya, sehingga ia tetap tabah dan kuat, walaupun kesulitan dan derita menghadang hidupnya.

Tahap ketiga adalah 10 tahun berikutnya, yakni sampai anak berusia 24 tahun. Disini, anak belajar tentang membaca-menulis-berhitung (calistung), filsafat, sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, agama dan keterampilan praktis untuk bertahan hidup. Setiap anak diarahkan sesuai dengan minat dan bakatnya. Pada usia 24 tahun, mereka bekerja sebagai profesional di berbagai bidang kehidupan masyarakat.

Tahap Kehidupan

Selama 3o tahun, orang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Pada umur 24, ada juga yang memilih jalan spiritual. Mereka menjadi pertapa. Di masyarakat yang ideal, 30 persen orang antara 24-54 tahun memilih jalan pertapa. Ini penting untuk mengatur jumlah penduduk, supaya tetap seimbang dengan alam dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Pada usia 54 tahun, orang melepaskan jabatan di masyarakat. Mereka lalu belajar spiritualitas sesuai pilihannya. Ini penting, supaya mereka memberikan kesempatan bagi generasi berikutnya untuk bekerja. Ini juga penting, supaya mereka bisa mencapai pencerahan dan pembebasan batin, sebelum kematian tubuh menjemput.

Pada hemat saya, ini adalah sistem pendidikan dan kehidupan yang sempurna. Ia memberikan ruang bagi anak untuk tumbuh bahagia dan sehat. Ia juga memberikan wawasan identitas yang luas, sehingga radikalisme dan korupsi tidak akan sempat bertumbuh. Dua hal itu lahir dari kesempitan identitas, dan ketidakmampuan mengelola rasa rakus.

Sistem pendidikan semacam ini juga memberikan keterampilan praktis untuk berperan di dalam berbagai jabatan di masyarakat. Dan yang terpenting, sistem pendidikan ini mempersiapkan manusia untuk meninggal dalam pencerahan dan pembebasan. Indonesia akan menjadi bangsa sempurna, jika menerapkan pola pendidikan seperti ini.

***