Kewaspadaan yang Mengendur

hati-hati, dan tidak memicu gelombang baru seusai pesta yang panjang, di kota dan di desa. Selamat pagi. Saya hanya mencari alasan untuk menyapa kawan-kawan semua.

Jumat, 19 November 2021 | 10:19 WIB
0
70
Kewaspadaan yang Mengendur
Ilustrasi pandemi di masa lalu (Foto: Facebook/Tomi Lebang)

"Berapa lagi yang mati hari ini?" Kita pernah sampai di pertanyaan-pertanyaan seperti ini, saat juru bicara Satgas Covid menyampaikan data terbaru situasi pandemi di tanah air.
Pertanyaan yang diucapkan seperti basa-basi antara kawan: "Apa kabar? Dari mana aja?"

Hari ini, pandemi di Tanah Air sudah jauh melandai. Setiap hari, angka-angka kesembuhan sudah jauh di atas kasus positif baru. Kemarin positif 347 dan sembuh 515, bandingkanlah dengan sekian bulan lalu, ketika dalam sehari kita mencatat 56.000 orang yang terpapar. Atau yang meninggal dunia, 15 orang, jauh di bawah 2.000-an yang diumumkan di puncak pandemi.

Rumah-rumah sakit kini lebih leluasa mengurusi pasien dengan penyakit non-Covid. Wisma Atlet Kemayoran yang berkapasitas hampir 8.000, tinggal merawat 100-an orang. Syarat untuk terbang, masuk mal dan pasar, melancong, juga sekolah tatap muka dan menggelar pesta kawin dan sunatan, kian melonggar.

Dan jalanan Jakarta kembali ke tabiatnya yang lama: padat, beringsut, macet, galian di sana-sini.

Kewaspadaan sepertinya juga ikut mengendur. Saya sendiri kerap lupa kalau negeri ini belum lepas dari darurat pandemi. Dan di sekitar kita perbincangan menyambut liburan akhir tahun kian banyak terdengar.

Padahal di luar sana, dari Singapura, Vietnam, Jerman, sampai Rusia, gelombang kesekian Covid-19 dengan berbagai variannya tengah menerjang.
Jadi tetaplah waspada. Kenakan masker. Jaga jarak. Mari menyambut akhir tahun dengan

hati-hati, dan tidak memicu gelombang baru seusai pesta yang panjang, di kota dan di desa.
Selamat pagi. Saya hanya mencari alasan untuk menyapa kawan-kawan semua.

***