Kafir

Semoga menjadi pelajaran dan pintu hidayah bagi anda yang masih dipenjara oleh kebencian kepada sesama makhluk Tuhan..

Kamis, 21 November 2019 | 07:56 WIB
0
743
Kafir
Ilustrasi antri di ATM (Foto: Tribunnews.com)

Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat kepada sesamanya. Seburuk-buruknya manusia adalah yang kehadirannya menimbulkan rasa takut kepada sesamanya.

Sifat yang kedua jelas bukan karakter Muslim atau pemeluk Islam, karena Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, membawa rahmat bagi alam semesta, bukan hanya sebatas kepada manusia apalagi hanya kepada saudara seiman..

Namun Pemilu 5 tahun belakangan yang menggunakan politik identitas (SARA), meninggalkan residu yang begitu merusak tata cara dan pemahaman kita umat Islam dalam beragama itu sendiri.

Kebencian atas nama SARA tetiba menjadi halal, asal anda bisa membawa dalil pembenarnya, meskipun menggunakan ilmu cocokologi sekalipun.

Apakah kita telah menjadi seburuk-buruknya manusia? Pernahkah orang lain merasa tidak nyaman dengan kehadiran anda?

Lalu anda pergi ke sudut kamar anda dan merenung. "Sudah benarkah pemahaman saya atas Islam dan cara saya beragama ?"

Itu adalah catatan dan perenungan saya sepanjang kemarin, namun masih saya set privacy.

Lalu barusan saya membaca catatan pengalaman Mbak Kennedy Jennifer Dhillon (saya copas di bawah), saya tersentak...

Ya Tuhan, mengapa apa yang sedang saya pikirkan, lalu Engkau tunjukkan di depan mata sedemikian gamblang?

Semoga menjadi pelajaran dan pintu hidayah bagi anda yang masih dipenjara oleh kebencian kepada sesama makhluk Tuhan.

Teriak “KAFIR”

Siang ini saya mengalami sebuah peristiwa yg cukup menguras emosi, dan jujur peristiwa ini membuat saya sangat sedih terhadap kondisi Negara ini. Betapa keracunan agama itu sudah merusak semua lapisan masyarakat kita.

Jadi tadi siang saya ke ATM, dan ATM ini terletak didalam sebuah apotik. Saat saya masuk ke dalam apotik, ada dua bapak-bapak sedang beli obat. Lalu ada seorang ibu, dan anaknya duduk dikursi tunggu lengkap dengan atribut keagamaan mereka.

Dimesin ATM hanya ada satu bapak saja sedang antri menarik uang, dan saya berdiri tepat dibelakang bapak tsb. Saat saya berdiri, si ibu ini langsung suruh anaknya berdiri juga dan ambil uang buru-buru. Saya tidak memberikan kesempatan kepada anak perempuannya, yang kurang lebih mungkin duduk dibangku SMP.

Saya bilang “kamu dari tadi ga antri, kok giliran orang antri main mau masuk aja narik uang?”

Ibunya teriak “iya anak saya duluan! Kita dari tadi disini! “ Saya bilang ke dia, kalo mau narik uang berdiri antri di barisan antrian bukan duduk santai terus seakan ATM milik sendiri main mau narik uang. Saya tidak memberikan kesempatan pada anaknya, saya tidak mau membiasakan menolerin hal yang salah. Dan tindakan saya dibenarkan oleh dua orang bapak yang sedang beli obat. Mendengar statement kedua bapak tsb, si ibu ternyata kepanasan terus dia bilang ke anaknya “yang waras ngalah aja dek, uda kamu duduk tar berdiri terus kurus!”

Saya bilang ke dia “yang ga waras kamu, emang ada saham bapakmu di ATM ini? Maksudmu apa ngomong gitu?” Dia ga ngejawab, dan main keluar ke parkiran.

Selesai saya narik uang, saya dan kedua bapak tersebut keluar. Saat saya keluar, si ibu ini ngeludah dan ngomong ke saya “dasar kafir sejenis Ahok! Kafir jahanam numpang hidup di Indonesia! Najis sama kamu tuh!” Lalu dia mau buru-buru berlalu masuk ke dalam lagi. Saya langsung tarik bajunya, dan saya cengkram kuat-kuat lalu saya tanya “siapa yang kafir? Coba ulang lagi! (Saya keluarin HP saya untuk ngerekam), coba sekali lagi diulang! Siapa yg kafir? Siapa yang numpang hidup gratis di Indonesia? Ngomong sekali lagi biar viral, dan sekalian saya antar kamu ke polsek or polres terdekat!”

Dia kaget, langsung kediam dan pucat. Kedua bapak tadi bilang ke saya “tampar mbak, injak mulutnya! Dia pikir semua minoritas bisa diinjak apa? Seakan krn uda berhasil menjarain Ahok, semua bisa diperlakukan semau mereka!” Dan seorang bapak yang menggunakan peci bilang “kamu buat malu aja teriak-teriak kafir! Uda salah ga ngantri malah mau nyerang orang! Tampar aja mbak.”

Ga ada satu orang pun yang bela dia, saya malah suruh dia telp suaminya dan datang ke tempat itu. Kunci motornya saya cabut , dan saya kantongin. Dia makin ketakutan, dan gemetaran. Bahkan satpam, dan tukang parkir mulai ngumpul dan salahin dia. Anaknya mulai nangis minta tolong, dan minta maaf ke saya agar mama nya dilepaskan. Semua yg kumpul suruh saya bawa dia ke kantor polisi, dan mereka siap jadi saksi. Bayangkan betapa mungkin orang-orang itu pun uda muak ngadapin manusia model ibu ini.

Saya bilang ke dia , sambil tunjukin KTP saya dan NPWP saya. Saya bilang “ ini KTP saya, dan ini NPWP saya di mana saya ga pernah telat bayar pajak sekali pun tinggal ditanah kelahiran saya ini! Saya ga lagi numpang tinggal gratis! Saya lahir dan besar di Indonesia. Dan sangat mencintai Negara ini! Kamu lah kadal gurun yang numpang tinggal di Negara ini, dengan tujuan merusak tenun toleransi di Negara ini! Sekarang tiarap, dan jilat ludah yang tadi kamu buang seenakmu. Dan setelah itu kita ke polisi, saya akan ajarkan kamu cara antri dan berkata-kata yang baik nanti di hadapan polisi!”

Si ibu yang bacotnya kurang ajar ini, ternyata nyalinya ciut. Dia mulai nangis , dan memohon-mohon ke saya untuk memaafkannya dan mengaku khilaf. Anaknya sampai megang-megang kaki saya minta maaf, dan mengakui mamanya salah. Sementara orang sekitar tetap teriak, ada yang suruh saya nampar, tabok, bawa ke polisi, dll.

Kak Mindo Carlo Sopar Pasaribu aja yang saya ceritain gemes, dia bilang harusnya tampar sekali biar buat pelajaran. Di saat itu juga datang kepala security setempat, beliau menegur si ibu keras untuk kesalahannya dan menanyakan ke saya “kakak kau gimana? Mau ke polisi aja? Kalo ya, kita siapkan mobil antar beserta para saksi kak.”

Mendengar penjelasan itu si ibu, dan anak makin jejeritan ketakutan dan minta maaf. Saya akhirnya memutuskan memaafkan karena kasihan sama anaknya, dan saya kasih briefing tegas banget ke dia untuk sikap dan kata-katanya. Saya bilang ke anaknya , “kalo ibu mu ga bisa mendidik kamu , kamu yang didik dia gimana cara bicara yang sopan dan antri yang benar. Tunjukkan bahwa seragam sekolah yang kamu pakai ga sia-sia, setidaknya bisa mengedukasi ibu yang bodoh ini ya dek! “

Si anak meluk saya sambil nangis kencang, dan berterima kasih memaafkan ibunya. Jujur saya kasihan sama anaknya, bayangkan kalo ada 10 ibu kayak gini dengan masing-masing punya 2 anak , kemungkinan besar menciptakan 20 anak serupa yang akhirnya jadi racun dimasyarakat. Miris, dan menyedihkan sekali. Di tengah lagi sakit, nemu ibu model begini asli berasa makin sesak nafas saya.

Saya putar otak dari tadi siang, mikir keras gimana caranya nolong generasi muda bangsa ini dari para racun seperti ibu tadi. Begitu mudah teriak "kafir", dan meludahi orang. Merasa semua minoritas bisa dikriminalisasi semau mereka. Saya berharap bangsa ini benar-benar mengalami revolusi mental, dan hal-hal seperti ini bisa jadi perhatian khusus untuk dibenahi oleh kita semua.

***