Radikalisme masih dianggap sebagai ancaman nyata bangsa Indonesia, tidak terkecuali di masa pandemic covid-19. Masyarakat pun diimbau untuk mewaspadai penyebaran radikalisme melalui media sosial, seiring penigkatan penggunaan media daring di masa pandemi ini.
Ancaman radikalisme melalui sosial media masih digencarkan oleh penggerak radikalisme di masa Pandemi Covid-19 ini. Pola komunikasi masyarakat yang saat ini bertumpu pada media sosial ditengarai telah dimanfaatkan para teroris untuk menyebarkan pengaruhnya.
Ancaman penyebaran radikalisme di media sosial adalah sebuah keniscayaan. Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar melihat pergerakan mereka. Alhasil, ditemukan 84 orang menjadi tersangka dalam menyebarkan paham ini melalui sosial media.
Hal ini disampaikan Boy dalam rapat kerja pada Komisi III DPR Senayan Jakarta. Menurutnya, para penganut radikalisme masih aktif, bahkan tidak hanya bergerak pada akses media secara offline, tetapi juga online. Untuk mewaspadai dan menindaklanjuti, Rafli berkoordinasi dengan penegak hukum.
Penegak hukum menaruh perhatian serius pada penyebaran radikalisme. Pasalnya, paham anti Pancasila tersebu mampu meningkatkan narasi kekerasan di masyarakat yang dapat memicu konflik horizontal.
Kelompok teroris ini bisa dikatakan cukup berbahaya karena mereka mengerti dan selalu mengambil celah masyarakat Indonesia untuk menebarkan pahamnya. Karena Indonesia di masa Pandemi ini lebih fokus melakukan kegiatan di rumah, keaktifan terhadap sosial media mengalami peningkatan, potensi menjadi kalangan yang terekrut jaringan ini pun lebih besar.
Publik patut mengapresiasi gerak cepat penegak hukum dalam mengintervensi penyebaran radikalisme. Kendati demikian, masryarakat pun turut andil dalam mencegah penyebaran paham radikal karena ini merupakan masalah bersama.
Kerja keras petugas hukum perlu mendapat dukungan dari masyarakat luas. Dalam hal ini, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dan hati-hati dalam penggunaan internet. Mengapa demikian? Cara mengajak jaringan teroris untuk membenci pancasila ini dilakukan secara halus melalui media sosial.
Di masa Pandemi Covid-19 yang sekarang ini menjadi persoalan baru, dan ditangani oleh Pemerintah, menjadi celah besar untuk menselancarkan aksinya.
Mempengaruhi masyarakat dengan isu gagalnya Pemerintah RI dalam menangani kasus Covid-19 ini menjadi alibi.
Kegagalan pemerintah dalam menangani kasus Covid-19 hanyalah sebuah opini. Seperti tiada akhirnya tentang pandemi, membuat kalangan masyarakat merasa jengah, dan juga jenuh saat terlalu lama melakukan aktivitasnya di rumah saja. Ditambah dengan terlalu sibuk dengan media sosial, masyarakat dengan mudah mendapat pengaruh dari kalangan teroris.
Kewaspadaan masyarakat perlu ditingkatkan, tidak hanya gerakan dari pemerintah saja yang harus maksimal mencegah pergerakan radikalisme, tetapi juga perlu dari kalangan paling bawah sendiri yakni setiap individu masyarakat sendiri.
Pergerakan radikalisme oleh kelompok teroris ini memang sudah lihai, mencari pengguna internet yang masih awam pemikiran tentang aliran pun akan mudah tergait menjadi bagian dari mereka. Hal ini karena pengguna internet tidak hanya kalangan orang yang berilmu saja, tetapi kalangan yang belum punya pondasi tentang makna pancasila pun bisa menjadi sasaran.
Sudah tentu adanya internet, bisa menjadi kelemahan sekaligus kekuatan semua kalangan. Karena apapun bisa dilakukan melalui akses internet yang sekarang bisa dilakukan dengan mudah. Tidak hanya kalangan atas yang bisa akses, tetapi kalangan bawah pun sekarang bisa.
Dengan alibi demikian, perlu upaya terkuat oleh kalangan masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang tentunya di bantu dengan pergerakan pemerintah dan BNPT. Menjadi pengawas dalam kasus terorisme.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews