Jika semua tidak ada, ditatapnya langit-langit kamarnya. Dihitung berapa lama lagi kehidupan ini harus dijalani. Hidup yang begitu pahit, tapi mesti ditelan.
Menginjakkan kaki pertama kali di Yogyakarta pada 1991. Status berubah. Dari siswa SLTA jadi mahasiswa. Mahasiswa, Broh....
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Dan hidup itu tak seindah mimpi semalam. Terlebih ortu sudah keras kepala tak lagi bisa membantu. Itu adalah kode jika hidup harus dijalaninya sendiri.
Di dekat auditorium kampus dan tempat daftar ulang, ada pemandangan aneh. Ada sederet mahasiswa memajang mesin ketik. Di dekatnya, dijual stopmap, pensil 2B, penghapus, metrei, dan beberapa alat tulis.
Begitu sudah lengkap digelar, pemiliknya menghampiri para mahasiswa yang sedang mengantre. Dengan lantang, mereka berteriak, "Ketik kartu mahasiswa. Ketik KRS. Ayo... Ayo..."
Satu dua mahasiswa yang sudah selesai membayar SPP terlihat menyerahkan blangko kartu mahasiswa dan KRS. Dengan wajah ceria, dokumen itu dibawanya ke lapak.
Sambil duduk lesehan, kartu mahasiswa dan KRS itu diketik sesuai isi dokumen. Tidak boleh salah. Jika salah mesti diperbaiki dengan tipex kertas.
Usai dikerjakan, dokumen itu diserahkan kepada pemiliknya. Dokumen berpindah tangan. Lalu, selembar uang 500 diberikan. Dengan wajah suka cita, diterimanya uang itu. Tak lupa tentu diucapkannya terima kasih.
Jika betah menahan panas, sehari minimal uang 5000 bisa masuk kantong. Proses daftar ulang sekitar seminggu. Artinya, paling tidak uang 30.000 bisa diraih nya. Jumlah yang sangat banyak.
Makanan mahal bisa dibelinya. Juga kadang baju bermerk. Sekadar bergaya karena juga ingin tampil muda. Ditambah sebotol parfum. Hem....
Sayang seribu sayang. Momen itu hanya terjadi dua kali setahun. Registrasi mahasiswa baru dan daftar ulang mahasiswa senior. Dua momentum yang sangat ditunggunya. Pada kedua momen itu, kantongnya tak hanya berisi angin.
Jika pesta sudah usai, kembali kehidupan asli dinikmati. Puasa Senin Kamis dijalani. Buka puasa dengan nasi lauknya sambal dan kerupuk.
Atau sesekali berdoa, semoga ada undangan tahlilan. Karena ngajinya lancar, biasanya disuruh memimpin doa. Dan ini adalah rezeki mewah. Karena pasti ada oleh-oleh yang bisa dibawa pulang ke kos-nya. Lumayan, ada secuil ayam di situ.
Jika semua tidak ada, ditatapnya langit-langit kamarnya. Dihitung berapa lama lagi kehidupan ini harus dijalani. Hidup yang begitu pahit, tapi mesti ditelan. Mau tidak mau, ini adalah jatah hidupnya. Hingga nyanyian pusar itu membangunkan agar segera ke kampus. Di sana, perutnya bisa diisi dengan sendau gurau. Sedikit bisa menghilangkan rasa perih yang menyayat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews