Teror, Persaingan Antarpejabat dan Kisah Dokter di Pusat Covid-19

Pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi tanpa bantuan masyarakat kegagalannya besar, Korbannya ya kita juga.

Selasa, 24 Maret 2020 | 07:27 WIB
0
751
Teror, Persaingan Antarpejabat dan Kisah Dokter di Pusat Covid-19
Doni Monardo (Foto: beritasatu.com)

Covid-19 benar-benar menakutkan, ini seperti serangan teror ISIS mereka butuh media. Kalau teror ISIS bom kecil saja, yang mati satu tapi disukai media, komoditas narik minat, umumnya viral. Menurut falsafah China bunuh satu yang takut 10.000, dibaca ulang bunuh satu yang takut 10 juta.

Nah, kini manusia di lebih 150 negara saat ini sedang di teror oleh mahluk lelembut, micro organisme, penyakitnya bernana Covid-19. Apakah ini membuat rasa takut?

Bagi sebagian yg mengerti "iya takut", bahkan saya mengatakan "ngeri". Mengapa? Pertanyaan intelijen sll begitu. Teror ini nyata, banyak negara porak poranda sisi intelstrat komp. poleksosbudmilhan. Korban berjatuhan, di beberapa negara ribuan, tapi di negeri gemah ripah loh jinawi ini banyak yang tenang-tenang, "ora wedi" , lebih tepatnya "ora ngerti" .

Tadi pagi menonton di TV Ketua Gugus Tugas Covid, Letjen TNI Doni Monardo, menjelaskan pernak pernik teror lelembut ini. Ada hambatan-hambatan, Covid ini berbahaya, ada persaingan di pejabat merasa paling tahu, kedua media yang beritanya suka tidak sinkron dengan pemerintah, ketiga sulitnya menyadarkan rakyat. Doni menegaskan ancaman utama para Lansia, mereka yang punya penyakit kronis dan mereka yang gizinya rendah (cardiovascular, diabetes /sakit gula, Chronic respiratory diseases/CRD, hipertensi dan kanker).

Nah, kemarin mendapat kiriman info dari seorang teman dokter, ada tulisan yang bagus, sebenarnya untuk para dokter, tetapi sanaya ambil yg bagian umum, supaya para calon target serangan jelas. Fakta nyata dari seorang dokter senior, tiap hari berada di pusat (pusaran) COVID positif.

Inilah informasi dari Prof. Dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), FCCP, Guru besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/ RSUP Persahabatan, Ketua Dewan Pakar IDI. Dekan FKUI 2004-2008.

Ditegaskannya, kalau betul mau cepat, kalau betul mau aman... Ayo...ikuti semua regulasi dengan baik. Semua ODP WAJIB karantina mandiri 14 hari di rumah. Kalau ini masih dilanggar, semua usaha itu sia-sia.

Tadi saya mendapat update bahwa menurut WHO social distancing (boleh bertemu dengan jarak 2 meter), diubah menjadi physical distancing (tidak boleh tatap muka).

Menurut Prof. Menaldi, "Saya makin mengenal COVID karena setiap hari bersama pasien yang Positif di Ruang Isolasi & ICU. Mereka umumnya datang dengan keluhan pusing/sakit kepala, keluhan-keluhan saluran cerna.

Fakta penting yang direkamnya :

1. Penularan cepat dan luas
2. Konversi dari Positif ke Negatif, sulit.
3. Sekali yang Positif jatuh ke gawat napas apalagi gagal napas, prognosis buruk
4. Yang gagal napas dan sempat jatuh ke ventilator, susah lepas.
5. Faktor komorbid amat besar, pengaruhnya:
- Usia (60 thn ke atas)
- Penyakit kronik

Keterangan istilah kedokteran (Wikipedia);

Komorbid (kata sifat), Komorbiditas (kata benda) artinya penyakit penyerta; sebuah istilah dalam dunia kedokteran yang menggambarkan kondisi bahwa ada penyakit lain yang dialami selain dari penyakit utamanya. Dalam Bahasa Indonesia sederhana sama artinya dengan Komplikasi (medis), yaitu kondisi di mana dua penyakit atau lebih hadir secara bersama-sama.)

Menurut Prof. Menaldi, kematian terbanyak diakibatkan oleh 'miokarditis'.

Keterangan istilah kedokteran (Wikipedia) ;

Miokarditis adalah kondisi di mana terjadi peradangan atau inflamasi pada otot jantung (miokardium). Otot ini bertanggung jawab pada fungsi jantung dalam memompa darah ke seluruh organ tubuh. Ketika otot ini mengalami peradangan, maka fungsi jantung dalam memompa darah pun akan terganggu. Akibatnya, muncul gejala-gejala berupa nyeri dada, gangguan irama jantung, dan sesak napas.

Miokarditis ringan dapat lebih mudah sembuh, baik dgn atau tanpa perawatan. Namun, jika miokarditis sudah tergolong berat dan tidak mendapatkan perawatan yang tepat, hal itu berpotensi menyebabkan penggumpalan darah yang memicu komplikasi, seperti stroke dan serangan jantung.

Kesimpulan Prof Menaldi, COVID Berbahaya!

Imbauan saya, bagi para Lansia, sekali lagi diingatkan bahwa Lansia itu rentan. Data dari worldometer menunjukkan bahwa mereka yang terinfeksi Covid-19 tingkat kematian terbesar adalah para lansia (orang berusia lanjut). Usia 80+ prosentase yang meninggal 14,8 % (dari keseluruhan kasus meninggal), data terkonfirmasi mencapai 21,9%. Usia 70-79 tahun (8 %), usia 60-69 tahun (3,6%). usia 50-59 tahun (1,3 %)

Jangan beri ruang :

Covid-19 harus kita tanggulangi bersama, jangan beri ruang hingga kita bisa diinfiltrasi COVID. Pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi tanpa bantuan masyarakat kegagalannya besar, Korbannya ya kita juga.

Kira harus cerdas dan cerdik, beberapa teman saya, purn Marsekal TNI dulu pejabat, tetangga kompleks, juga pemain golf yang berusia di atas 60 tahun sudah jadi korban Covid. Setelah meninggal, jenazah dibungkus plastik dan ada yang dikremasi. Teman-teman dibatasi, tidak diijinkan mengantar saat pemakaman karena keluarganya juga terpapar.

Semoga informasi ini bermanfaat, Ada titipan pesan "Mudah mudahan ujian atau cobaan ini cepat berlalu. Di samping ikhtiar, karena virus juga mahluk Allah dan menyebar atas IzinNya, maka sebaiknya kita juga memohon ampun dan memanjatkan doa agar wabah ini segera diangkat. Aamiin

Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

***