Mendukung POLRI yang bersih, adil dan jujur di dalam tubuhnya sendiri, yang karenanya juga pasti akan sanggup bersikap yang sama kepada seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang.
Beberapa hari yang lalu ketemu beberapa anak muda yang akan lulus SMA, sedang general check up untuk tahu problem kesehatan mereka, supaya nanti dapat lulus ujian masuk Bintara POLRI.
Saya tanya mengapa mau masuk POLRI setamat SMA? Jawab mereka: Karena saya tak minat yang lain-lain. Karena orangtua juga tak punya dana untuk bayar uang kuliah. Karena saya cinta POLRI. Karena saya memang dari kecil bercita-cita jadi Polisi.
Terus saya tanya, bagaimana hasil check up kalian? Semua mengaku bermasalah dengan gigi-giginya. Ada yang harus ditambal, ada yang harus dirawat lanjut di daerah, ada yang harus dicabut, ada yang harus bedah mulut karena rahangnya terlalu kecil untuk bikin gigi geraham terakhir muncul, harus diangkat dan dibuang.
Bagaimana kalau giginya semua sudah didandani tetap tidak keterima? Ya bagaimana ya, Bu, ini kita Bismillah ya. Kita harus berusaha keras untuk keterima. Kalau tidak keterima, ya mau apa. Kita sudah berusaha untuk diterima. Kita sudah belajar banyak untuk lulus tes kesehatan, psikotes dan pengetahuan umum. Kita banyak tanya orang dan minta bimbingan orang-orang yang sudah diterima dan yang tidak diterima di masa lalu.
Kemudian mereka berkisah bagaimana pengalaman orang-orang yang gagal diterima jadi tamtama, bintara atau Akpol. Mereka bilang memang tesnya berat. Prosesnya agak lama, sejak mendaftar sampai diterima. Memang banyak saingan, dan memang POLRI mencari putra-putra Indonesia terbaik untuk jadi anggota mereka.
Jadi, mereka semua sudah memahami itu semua dengan baik. Yang melamar jadi anggota POLRI bisa ribuan di tiap provinsi, tapi yang diterima hanya 20 orang terbaik saja.
Tapi yang menyakitkan telingaku adalah, cerita mereka tentang orang-orang yang gagal yang kebetulan masih keluarga mereka, kakak, sepupu, ipar, paman, tante, termasuk juga teman satu sekolah dan tetangga, untuk diterima seleksi jadi anggota POLRI di provinsi masing-masing. Kesamaan alasan yang menurutku harus diteliti kebenarannya.
Padahal, mereka sudah berusaha keras dan bersyukur dan berbangga hati, ketika yang diterima sudah masuk 3 besar, 5 besar, 7 besar, 10 besar, bahkan 15 besar.... semua tidak lulus seleksi dari provinsi masing-masing dikarenakan TIDAK punya backing, tidak bisa kasih setoran uang kepada panitia seleksi masuk POLRI. Apalagi, kalau punya nota Jenderal dan backing di dalam, jadi titipan dan pesanan, pastilah keterima. "Kalau tak kenal siapa-siapa dan tak punya saudara Jenderal, mau dari Angkatan Darat, Laut, Udara, mungkin agak susah jalannya, bu," katanya.
Iseng kutanya, di tempat yang berbeda ketika mampir di beberapa pos polisi. Berapa pasaran uang setoran kalau sudah masuk seleksi 20-40 nama terbaik calon bintara? Tidak ada angka yang pasti yang mereka sebutkan. Tapi pasti jutaan, lebih dari 2 juta, bahkan ada yang menyebut sampai angka 7 juta di provinsi lain.
Tapi mereka semua jujur mengatakan, isu uang setoran itu sudah makin berkurang dari tahun ke tahun. Mungkin sudah tak seramai dulu, walaupun mungkin masih ada, tapi diam-diam, kesadaran sendiri saja.
Saya bilang, apa itu yang saya sering baca sebagai uang tanda terimakasih? Mereka jawab, tidak tahu juga, katanya. Tetapi akhirnya mereka semua punya optimisme, bahwa proses seleksi sekarang pasti lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka yakin POLRI pasti memberikan mereka kesempatan yang sama untuk masuk proses seleksi penerimaan anggota mereka setiap tahun.
Pak Tito Karnavian, fakta ini pasti pernah Bapak dengar dan pasti pernah juga diselidiki. Betapa banyak anak-anak muda lulusan daerah dari semua provinsi di seluruh Indonesia, yang pintar dan sehat, yang sudah lulus tes dan disebut rankingnya. Sedih banget kalau tak lulus seleksi hanya karena tak punya backing dan uang setoran.
Semoga kisah-kisah seperti ini segera diakhiri. Harusnya memang tidak boleh terdengar lagi. Bersih itu harus dimulai dari tubuh sendiri, dari proses seleksi dan dunia pendidikan. Sejak awal direkrut, supaya kelak orientasinya anggota POLRI yang lulus seleksi dan pendidikan POLRI tidak lagi berpikir bagaimana membalikkan modal yang sudah mereka keluarkan.
Saya dukung POLRI yang bersih, adil dan jujur di dalam tubuhnya sendiri, yang karenanya juga, pasti akan sanggup bersikap yang sama pada seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang.
Pasti POLRI tak lupa untuk cek akun-akun sosmednya juga, kan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews