Pesan untuk Kapolri dan Bagaimana Agar Bisa Lolos Seleksi Anggota Polri?

Mendukung POLRI yang bersih, adil dan jujur di dalam tubuhnya sendiri, yang karenanya juga pasti akan sanggup bersikap yang sama kepada seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang.

Kamis, 19 September 2019 | 11:56 WIB
0
494
Pesan untuk Kapolri dan Bagaimana Agar Bisa Lolos Seleksi Anggota Polri?
Anggota Polri (Foto: Merdeka.com)

Beberapa hari yang lalu ketemu beberapa anak muda yang akan lulus SMA, sedang general check up untuk tahu problem kesehatan mereka, supaya nanti dapat lulus ujian masuk Bintara POLRI.

Saya tanya mengapa mau masuk POLRI setamat SMA? Jawab mereka: Karena saya tak minat yang lain-lain. Karena orangtua juga tak punya dana untuk bayar uang kuliah. Karena saya cinta POLRI. Karena saya memang dari kecil bercita-cita jadi Polisi.

Terus saya tanya, bagaimana hasil check up kalian? Semua mengaku bermasalah dengan gigi-giginya. Ada yang harus ditambal, ada yang harus dirawat lanjut di daerah, ada yang harus dicabut, ada yang harus bedah mulut karena rahangnya terlalu kecil untuk bikin gigi geraham terakhir muncul, harus diangkat dan dibuang.

Bagaimana kalau giginya semua sudah didandani tetap tidak keterima? Ya bagaimana ya, Bu, ini kita Bismillah ya. Kita harus berusaha keras untuk keterima. Kalau tidak keterima, ya mau apa. Kita sudah berusaha untuk diterima. Kita sudah belajar banyak untuk lulus tes kesehatan, psikotes dan pengetahuan umum. Kita banyak tanya orang dan minta bimbingan orang-orang yang sudah diterima dan yang tidak diterima di masa lalu.

Kemudian mereka berkisah bagaimana pengalaman orang-orang yang gagal diterima jadi tamtama, bintara atau Akpol. Mereka bilang memang tesnya berat. Prosesnya agak lama, sejak mendaftar sampai diterima. Memang banyak saingan, dan memang POLRI mencari putra-putra Indonesia terbaik untuk jadi anggota mereka.

Jadi, mereka semua sudah memahami itu semua dengan baik. Yang melamar jadi anggota POLRI bisa ribuan di tiap provinsi, tapi yang diterima hanya 20 orang terbaik saja.

Tapi yang menyakitkan telingaku adalah, cerita mereka tentang orang-orang yang gagal yang kebetulan masih keluarga mereka, kakak, sepupu, ipar, paman, tante, termasuk juga teman satu sekolah dan tetangga, untuk diterima seleksi jadi anggota POLRI di provinsi masing-masing. Kesamaan alasan yang menurutku harus diteliti kebenarannya.

Padahal, mereka sudah berusaha keras dan bersyukur dan berbangga hati, ketika yang diterima sudah masuk 3 besar, 5 besar, 7 besar, 10 besar, bahkan 15 besar.... semua tidak lulus seleksi dari provinsi masing-masing dikarenakan TIDAK punya backing, tidak bisa kasih setoran uang kepada panitia seleksi masuk POLRI. Apalagi, kalau punya nota Jenderal dan backing di dalam, jadi titipan dan pesanan, pastilah keterima. "Kalau tak kenal siapa-siapa dan tak punya saudara Jenderal, mau dari Angkatan Darat, Laut, Udara, mungkin agak susah jalannya, bu," katanya.

Iseng kutanya, di tempat yang berbeda ketika mampir di beberapa pos polisi. Berapa pasaran uang setoran kalau sudah masuk seleksi 20-40 nama terbaik calon bintara? Tidak ada angka yang pasti yang mereka sebutkan. Tapi pasti jutaan, lebih dari 2 juta, bahkan ada yang menyebut sampai angka 7 juta di provinsi lain.

Tapi mereka semua jujur mengatakan, isu uang setoran itu sudah makin berkurang dari tahun ke tahun. Mungkin sudah tak seramai dulu, walaupun mungkin masih ada, tapi diam-diam, kesadaran sendiri saja.

Saya bilang, apa itu yang saya sering baca sebagai uang tanda terimakasih? Mereka jawab, tidak tahu juga, katanya. Tetapi akhirnya mereka semua punya optimisme, bahwa proses seleksi sekarang pasti lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka yakin POLRI pasti memberikan mereka kesempatan yang sama untuk masuk proses seleksi penerimaan anggota mereka setiap tahun.

Pak Tito Karnavian, fakta ini pasti pernah Bapak dengar dan pasti pernah juga diselidiki. Betapa banyak anak-anak muda lulusan daerah dari semua provinsi di seluruh Indonesia, yang pintar dan sehat, yang sudah lulus tes dan disebut rankingnya. Sedih banget kalau tak lulus seleksi hanya karena tak punya backing dan uang setoran.

Semoga kisah-kisah seperti ini segera diakhiri. Harusnya memang tidak boleh terdengar lagi. Bersih itu harus dimulai dari tubuh sendiri, dari proses seleksi dan dunia pendidikan. Sejak awal direkrut, supaya kelak orientasinya anggota POLRI yang lulus seleksi dan pendidikan POLRI tidak lagi berpikir bagaimana membalikkan modal yang sudah mereka keluarkan.

Saya dukung POLRI yang bersih, adil dan jujur di dalam tubuhnya sendiri, yang karenanya juga, pasti akan sanggup bersikap yang sama pada seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang.

Pasti POLRI tak lupa untuk cek akun-akun sosmednya juga, kan?

***