You Can Sell a Book by It's Cover

Jadi, baru melalui Cover saja -buku belum terbit- saya sudah bisa menjual buku. Biaya produksi dari pembeli inden, bukan dari saya.

Senin, 28 Juni 2021 | 21:38 WIB
0
164
You Can Sell a Book by It's Cover
Menjual buku dari sampulnya.

You can sell a book by it's cover.

Belum saya mafhum "adagium" dari John Kremer, tatkala pertama saya beli buku berjudul 101 WAYS TO MARKET YOUR BOOK (1992). Setelah melakukan. Baru saya mafhum.

The power of media, kekuatan media memang diakui punya daya-terpa (exposure). Namun, KONTEN juga tak kalah penting.

Dalam buku Promosi dan Pemasaran Buku di Indonesia (IKAPI Jaya, 2005) saya menengarai ada 101 alasan orang membeli buku. Dalam hal kasus buku ini, yang sudah dipesan sebelum terbit, ada dua faktor dominan.
1) Faktor content (subjek) Siapa + Mengapa?
2) Penulisnya.

Setiap buku baru saya akan terbit. Setidaknya, 300 sudah dipesan. Hanya dari menjual cover + sinopsis. Bahkan, buku 101 Tokoh Dayak, jilid 3, inden 1.200 eks sebelum buku terbit.

Inilah yang ketika narsum di KompasTV saya katakan sebagai, "Paradigma baru industri buku di era the new media (bukan new normal)."

Cover buku (sampul muka, punggung, dan sampul belakang) adalah SPACE IKLAN. Ibarat toko/ mal, ia etalase. Pesan/ informasi di sana wajib eye catching, menarik, berdaya pikat, sekaligus berdaya jual.

Bagaimana mengemasnya, ada ilmu khusus. Memang tidak perlu harus kuliah dan lulus dulu. Bisa belajar-mandiri.

Asalkan nulis buku, minimal inden (pesanan di muka) buku-buku saya: 300. Dari uang pembelian di muka itulah, saya mencetak buku. Paradigma penerbitan baru: marketing di muka, bukan sebelum buku terbit. Modal pra dan mencetak juga dari pelanggan.

Jangan dikira ilustrasi di cover asal taruh. Ada maksud dan sasarannya. Iklan itu mempengaruhi, dari kognitif ke motorik. Dari tahu, ke membeli!

Maka foto-foto tokoh, dalam buku ini, berdaya pikat dan berdaya jual. Dari 9 tokoh ini, sudah ada pesanan inden buku: 500 eksemplar.

Asalkan nulis buku, minimal inden (pesanan di muka) buku-buku saya: 300. Maka akan saya cetak minimal 3 x lipatnya: 1.000 eks. Jika inden 700, maka saya cetak 2.500. Makin oplah besar, semakin biaya produksi murah; semakin besar pula net profit-nya.

Saya punya database pembeli dan kolektor buku saya.Saya memberinya nama sebagai "modal sosial". Modal sosial ini, jika dikelola, akan jadi: modal finansial.

Menempatkan kawan (kawan masa kecil hingga sekolah, kuliah, kerja, bisnis, klub hobi, dan relasi) adalah modal sosial potensial. Saya mengelola --dan menyapa dengan baik-- customers lama saya. Sembari menambah jumlah customer baru.

Buku yang kita tulis benar-benar bagus, sekaligus menarik, manakala dipesan oleh orang yang tidak kenal dan mengenal penulisnya. Ia membeli karena barang, bukan karena "siapa", meski saya dan Subagya (2005) pernah riset perilaku pembeli buku di Indonesia bahwa terdapat 101 alasan orang membeli buku, salah satu karena: isinya. Buku ini diterbitkan IKAPI Jaya.

Setidaknya, ada 30 orang yang, tanpa ada koleksi buku saya, akan "meradang". Mereka wajib dapat lebih dahulu sebelum orang lain. Salah satunya: Markus Mardius. Ia seorang profesional, kawan masa SMAku, yang kini bekerja di PT Freeport.

Salah lainnya, Khim Meng, seorang dari namanya kita mafhum etnisnya, wajib saya bikin hardcopy --harganya 5 kali lipat soft cover dan dia tidak masalah soal lui, luik-- sebab seorang pecinta buku (bibliofili), dan kolektor buku berkelas, tinggal di Batam.

Gerai toko buku fisik hanya buka 10 jam, lagipula tersekat oleh waktu dan tempat. Sementara Toko buku daring (online) buka 2 x 12 jam nonstop, melintas batas, memintas waktu dan membelah tempat. Anda tinggal tidur. Begitu bangun dan buka mata. Tahu-tahu ada orderan masuk. Toko virtual tak-ada tidurnya. Bangun terus. Beda dengan gerai toko biasa.

Modal sosial (relasi, persahabatan, klan, keluarga besar, organisasi, perkumpulan, klub hobi) bisa menjadi modal finansial. Terutama untuk menjual buku. Juga produk lainnya.

Beranda FB Anda "etalase" toko/ mal mustajab. Gunakan dengan bijak, untuk hal-hal baik dan positif.

Jadi, baru melalui COVER saja --buku belum terbit-- saya sudah bisa menjual buku. Biaya produksi dari pembeli inden, bukan dari saya.

Inilah tren. Sekaligus "paradigma baru" industri buku zaman milenial.

You can sell a book by it's cover.

***