Ruang Sunyi

Di kesunyian yang dibayangi rasa takut ini kepada siapa kita harus berkeluh kesah? Di tengah-tengah desingan peluru mikro Corona yang mengintai di sekitar kita kepada siapa kita berlindung?

Senin, 30 Maret 2020 | 06:27 WIB
0
361
Ruang Sunyi
ilustrasi: pixabay.com

Selalu ada dua sisi di dunia ini yang berlawanan dan silih berganti. Susah dan senang, gelap dan terang, ramai dan sepi atau sunyi. Ketika salah satu sisi mendominasi, Tuhan memaksa menarik sisi lainnya untuk menyeimbangkan semesta yang diciptakan-Nya.

Selama ini barangkali kita terlampau asyik menikmati keramaian, hedonisme , sisi lahiriah dan kesementaraan. Tetapi kita melupakan saat-saat sunyi, menarik diri untuk berkontemplasi, mengosongkan diri dari duniawi, menyelami alam batin dan memikirkan kesejatian dan kebahagiaan hakiki.

Semua orang sibuk berkompetisi untuk kebutuhan phisicly. Kekayaan, kejayaan dan popularitas mendominasi tujuan hidup. Seiring dengan semangat hedonisme, kemanusiaan dan religiusitas berangsur-angsur turun hingga terjun bebas.

Agama diharapkan perannya untuk menyeimbangkan sisi batin dalam diri manusia. Tetapi manusia modern banyak terjebak oleh kapitalisme di semua bidang, termasuk mengkapitalisasi agama. Bahkan memperalatnya.

Di dalam negeri agama diperalat untuk tujuan politik. Di negeri luar agama dijadikan alat adu domba untuk menguasai minyak tanah dan kekayaan alam lainnya di negara-negara kaya sumber daya alam.

Sumber daya alam menjadi rebutan. Negara adidaya saling berebut pengaruh. Dan kini raksasa ekonomi Amerika dan China terlibat perang dagang. Negara lain mau tak mau terpercik api peperangan tanpa senjata ini.

Hingga akhirnya ditemukan virus Covid-19 yang menjadi awal bencana besar dan kini dinyatakan sebagai pandemic oleh badan kesehatan dunia (WHO) muncul di Wuhan, provinsi Hubei, China pada tanggal 17 November 2019.

Jika mengamati asal usul munculnya virus ini, menurut penulis dan pemerhati timur tengah, Dina Sulaeman bahwa virus ini memang sengaja dimodifikasi untuk dipakai sebagai senjata perang oleh Amerika. Walaupun akhirnya orang lebih mengenal virus ini setelah kebocoran terjadi di kota Wuhan yang menelan banyak korban. Virus yang lebih populer disebut virus Corona ini lalu menyebar dengan sangat pesat dan masif ke seluruh dunia.

Perang pun dimulai. Tanpa senjata mesin. Tanpa kendali. Bahkan presiden Amerika, Donald Trumph pun terpaksa meminta bantuan kepada China yang sudah membuka lockdown setelah tak ada lagi korban baru virus Corona.

Masih sulit dibaca ini perang siapa melawan siapa. Virus yang konon buatan Amerika ini ternyata sudah bekerja mengikuti takdirnya. Memakan korban tidak hanya negara yang ingin diperangi, bahkan Amerika sendiri justru menjadi korban dengan jumlah menduduki peringkat 1 setelah sebelumnya diduduki oleh China.

Dan korban-korban berikutnya berjatuhan di seluruh dunia. Menyebar dengan sangat cepat, mengikuti deret ukur. Sangat sulit dikendalikan. Virus-virus itu seperti hantu, tidak terlihat dengan kasat mata tetapi mengintai nyawa manusia di mana saja. Mengancam dengan kematian.

Virus-virus itu menyebar melalui benda-benda publik. Mereka mampu bertahan hidup selama tiga jam pada benda-benda yang ditumpanginya. Mereka menyerang dengan ganasnya saat seseorang menyentuh wajah dengan tangan yang terkontaminasi. Melewati hidung, mulut dan mata virus dengan sangat cepat menguasai paru-paru lalu membuatnya sesak nafas. Mereka mengikuti aliran darah dan menaikkan suhu tubuh lalu diikuti demam. Apabila daya tahan tubuh penderitanya tidak cukup kuat maka bisa berujung kematian.

Itulah perang yang sedang dialami oleh penduduk bumi saat ini. Semua pemimpin negara kalang kabut. Mereka menginstruksikan penduduknya untuk berdiam diri di rumah. Ada yang mengambil kebijakan keras dengan strategi lockdown, yaitu menutup pintu keluar masuk di sebuah kota atau negara. Seperti yang dilakukan di kota Wuhan dan negara Italia. Ada juga yang memakai strategi semi lockdown, seperti yang dilakukan oleh Amerika dan negara-negara penganut sistem demokrasi yang kesulitan melakukan total lockdown.

Dan kita mendapati hari-hari ini, bulan-bulan ini dan mungkin sepanjang tahun ini akan dipaksa bergumul di ruang sunyi. (Kita berharap semoga tidak lama.) Berdiam diri di rumah dengan sangat terpaksa. Membayangkan ekonomi yang akan lumpuh, meninggalkan sejenak hiruk pikuk duniawi yang selama ini kita peluk dengan sangat erat. Yang selama ini nyaris tak menyisakan waktu untuk menarik diri ke ruang sunyi. Ruang di mana kita saat inj seperti dibelenggu, tak bisa bebas mencari nafkah. Dicekam ketakutan akan kehabisan logistik untuk bertahan hidup, tak bisa membayar tagihan-tagihan kredit yang selama ini diperjuangkan di antara deru kendaraan, pagi siang dan malam.

Kini kota-kota perlahan redup. Mengikuti jejak kota mati seperti Wuhan beberapa waktu yang lalu. Jalanan, pertokoan, mall, tempat wisata dan tempat-tempat berkumpul kini berubah lengang. Sunyi.

Dan kita pun dipaksa untuk mengakrabi sunyi. Sesuatu yang sebagian besar dari kita sebelumnya menjadi barang langka.

Di kesunyian yang dibayangi rasa takut ini kepada siapa kita harus berkeluh kesah? Di tengah-tengah desingan peluru mikro Corona yang mengintai di sekitar kita kepada siapa kita berlindung?

Barangkali inilah saatnya kita bersama merindu dan pasrah kepada Tuhan sang Pencipta.
Meski untuk itu Tuhan mentakdirkan makhluk-Nya yang paling seksi (Corona) sebagai wasilahnya.

Wallahu a'lam bishawab.

Referensi :
1. https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/virus-corona-diduga-muncul-pertama-kali-pada-17-november-2019-di-hubei-1t11BcMNz73

2. https://dinasulaeman.wordpress.com/2020/03/29/covid-19-dan-teori-konspirasi-2/

***