Tahap Pre Analitik yang Perlu Diwaspadai

Cuma memang pasti akan ada perbedaan alat dan kualitas SDM di masing-masing maupun kemungkinan perbedaan pedoman kerja.

Minggu, 8 Maret 2020 | 07:01 WIB
0
227
Tahap Pre Analitik yang Perlu Diwaspadai
Penanganan virus corona (Foto: LINE Today)

Kementerian Kesehatan adalah sektor yang paling menentukan bagi upaya penanggulangan wabah Covid-19 di wilayah Indonesia.

Sebenarnya sejak Januari lalu Kemrnkes sudah membuat Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease. Pedoman ini tebalnya 75 slides. Lalu direvisi pada Februari menjadi 89 slides.

Juga sudah ada panduan Penatalaksanaan dan Pemeriksaan Spesimen Covid-19. Banyaknya 46 slides. Sebagian saya share isinya di sini.

Semuanya bagus di atas kertas. Tinggal bagaimana melaksanakannya di lapangan dan laboratorium.

Seorang dokter spesialis mikrobiologi klinis yang namanya minta dirahasiakan menulis concernnya kepada saya. Cukup panjang isinya. Begini isinya:

Dalam pemeriksaan laboratorium, prinsipnya ada tiga fase: pre analitik, analitik dan pasca analitik. Terkait dengan diagnosis COVID-19 di negara kita ini, kendala di fase preanalitik masih banyak. Fase preanalitik meliputi mulai dari identifikasi pasien yang masuk kriteria dan perlu diperiksa, pengambilan spesimen, penyimpanan spesimen dan pengiriman spesimen hingga akhirnya spesimen tiba di Litbangkes.

Di Rumah Sakit tempat ia saat ini bekerja saja penentuan pasien apakah perlu diperiksa dan dirawat masih perlu dibenahi, walaupun sudah ada pedoman dari Kemenkes.

Sedangkan untuk pengambilan spesimen, dukungan logistik masih kurang. Dan ini terjadi di berbagai RS yang ditunjuk sebagai RS rujukan.

Spesimen yang diambil oleh pihak RS dikirim ke Litbangkes melalui Dinkes. Kadang tertahan di Dinkes, kadang tertahan di pelabuhan, kadang terhambat di perusahaan kargo/airline. Itu semua menyebabkan keterlambatan spesimen tiba di Litbangkes sehingga memengaruhi kualitas spesimen yang diperiksa.

Jadi kemungkinan laboratory error memang besar, namun tak sepenuhnya ada di pihak lab, malah bisa dibilang lebih dari 50 persen lab error adalah akibat kesalahan di fase pre analitik.

"Saya sebagai clinical microbiologist di RS tempat tugas saya maupun beberapa sejawat clinical microbiologist di Indonesia sih merasa kuatir dengan keadaan real di lapangan," katanya.

Belum lagi persoalan alat pelindung diri (APD)/ PPE yang stoknya memang terbatas di sebagian besar RS rujukan. Itu semua belum terekspose karena memang belum banyak kasus COVID-19 di Indonesia. Namun bila banyak maka risiko tenaga kesehatan Indonesia untuk terkena akan tinggi.

Memang betul jika seandainya bisa di berdayakan kembali jejaring lab untuk flu burung. Saat ini memang baru dirintis upaya ke arah jejaring lab kesehatan. Untuk Covid-19, yang akan dikembangkan adalah BBLK dan BTKL. Tapi BBLK dan BTKL walau di bawah Kemenkes juga berada di dua jalur komando berbeda. BBLK di bawah Litbangkes, seangkan BTKL di bawah Dirjen P2P. (BBLK ; Balai Besar Laboratorium Kesehatan; BTKL : Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit).

Cuma memang pasti akan ada perbedaan alat dan kualitas SDM di masing-masing maupun kemungkinan perbedaan pedoman kerja.

Pernah ada sejawat di salah satu daerah yang share ketika ingin merujuk pasien terduga, tidak diizinkan menggunakan feri oleh pihak pelabuhan. Ambulans mereka disuruh memutar lewat jalan darat melalui salah satu jembatan, sehingga memakan waktu beberapa jam.

***