Pengangkatan orang-orang seperti Terawan, Fahrul Razi, Nadiem Makarim pun mendapat perlawanan. Dari siapa? Mereka yang tak mau lahan basahnya diganggu atau berubah.
Pertaruhan, atau halangan terbesar bangsa Indonesia adalah korupsi. Bahkan ketika amanat Reformasi 1998 melahirkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), pun korupsi tak surut. Bahkan komisi negara itu menjadi bagian dari persoalan.
Ketika Presiden Terpilih 2019 - 2024 menyatakan akan all out, karena nothing to lose dan nggak mikirin sebagai kandidat lagi, ternyata juga tak mudah. Dengan jumlah kursi sekitar 34 kursi, Jokowi beberapa hari setelah pelantikan kabinetnya, ngaku bahwa ia mendapat sodoran 300-an nama calon menteri.
Dari mana? Dari mana lagi jika bukan partai politik (pendukung Jokowi), bahkan dari ormas agama yang konon terbesar di dunia. Kita tahulah siapa mereka. Jangan ditulis jelas-jelas. Nanti dituding fitnah. Juga bahkan dari para relawan, yang entah dari jurusan rela - wan atau re - lawan!
Soal suka tak suka, wajar. Ada yang kecewa, namun juga harus diingat ada yang bahagia. Hepi-hepi aja. Tentu absurd jika dengan kursi kurang dari 40, harus mempertimbangkan latar suku, latar agama, latar kampus, latar kelamin, latar ormas agama, latar organisasi profesi, latar asosiasi pedagang ongol-ongol. Sementara kita pura-pura tak tahu, Presiden adalah posisi yang tak mungkin sendirian.
Presiden adalah pusat dari segala, tapi mempunyai tim kerja juga di luar kabinetnya. Ia punya penasihat, para ahli. Memiliki berbagai kemungkinan, juga previlige, untuk mengakses apa saja. Ia punya lembaga intelijen negara, yang memungkinkan untuk mendapatkan apapun.
Bahkan dengan mensinergikan Menkopolhukam, Kejakgung, dan Menteri Dalam Negeri sebagai TPK (Tim Pemburu Koruptor), ketika KPK mungkin saja dirasa gagal melakukan pendampingan agar pejabat pemerintah tidak korupsi.
Namun karena itu pula, Presiden mestilah menjaga semuanya dalam irama bernama keseimbangan, harmoni, keselarasan. Bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan, tetapi juga dampak dari kekuasaannya, yang menyangkut hajat hidup banyak orang. Bukan sekedar kelompok kepentingan, mahasiswa, SJW, para pengamat TV, atau kelas menengah ngehek (kanan maupun kiri).
Ada beberapa lembaga negara dan pemerintah yang dikenal penyerapan anggaran boros, karena tak jelas hasilnya. Setidaknya kita bisa mencatat beberapa diantaranya; Parlemen, MK, MA, Kemenpora, Kemenag, Kemendikbud, Kemenkes, Kemensos, telah terbukti sebagai bagian dari pelaku korupsi yang lebih menonjol.
Pengangkatan orang-orang seperti Terawan, Fahrul Razi, Nadiem Makarim pun mendapat perlawanan. Dari siapa? Mereka yang tak mau lahan basahnya diganggu atau berubah. Berubah agar tak jadi lahan korupsi untuk kepentingan kelompok mereka sendiri. Karena ada beberapa lembaga negara atau pemerintah, yang justeru dipakai sebagai bunker politik dan ekonomi. Mereka ini biasanya triple-ccc. Corruption's Content Creator.
Tapi kalau benar Bung Hatta pernah berkata jika korupsi menjadi budaya; Artinya koruptor adalah budayawan bukan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews