Indonesia meraih prestasi karena menjadi salah satu negara dengan resiko rendah corona. Namun kita tidak boleh terlena karena ada ancaman serangan corona gelombang ketiga, sehingga harus tetap disiplin dalam menaati protokol kesehatan.
Tak terasa kita sudah memasuki pandemi Covid-19 tahun kedua. Hampir 24 bulan kita beradaptasi dengan keadaan bahaya di luar sana dan terbiasa memakai masker serta menaati protokol kesehatan lainnya. Banyak orang yang jadi lebih aware terhadap kesehatan dan mengganti gaya hidup menjadi lebih baik.
Di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, ada harapan baru karena vaksin corona sudah ditemukan. Kondisi makin kondusif dan makin sedikit yang kena corona.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menempatkan Indonesia dalam posisi negara dengan resiko rendah corona, sejajar dengan New Zealand dan Taiwan.
Pengakuan dari organisasi internasional ini sangat melegakan, karena ada harapan untuk mengakhiri status pandemi lebih cepat. Indonesia beresiko rendah kena corona dan semoga keadaan ini tetap sama, hingga akhir tahun, bahkan tahun-tahun ke depannya. Sehingga keadaan perekonomian masyarakat yang sempat terjungkal gara-gara pandemi bisa pulih lagi.
Saat ini kondisi masih tenang karena kasus melandai, dan jumlah pasien corona ‘hanya’ 600-an per hari. Bandingkan dengan beberapa bulan lalu, saat kasus melonjak jadi 50.000 per hari. Jadi penurunan kasus juga sebuah prestasi.
Prestasi yang diraih oleh Indonesia juga menjadi bukti bahwa pemerintah sudah bertindak tepat untuk mengatasi pandemi corona. Pertama, saat awal virus covid-19 masuk ke negeri ini, maka langsung diadakan investigasi ke pasien pertama, kedua, dan selanjutnya. Pintu masuk untuk tamu luar negeri langsung ditutup agar tidak ada penyebaran virus lagi yang bisa saja mereka bawa.
Kedua, saat awal pandemi ada kebijakan stay at home dan menurunnya mobilitas warga membuat penyebaran virus terkendali. Lockdown bukan pilihan karena bisa menghancurkan perekonomian negara. Sehingga pasca stay at home, boleh beraktivitas tetapi wajib disiplin dalam protokol kesehatan.
Masyarakat dihimbau untuk menaati protokol kesehatan dan sering ada razia masker, agar mereka menyadari pentingnya menjaga prokes. Kewajiban pakai masker bukanlah suatu pengekangan, justru melindungi mereka dari bahaya corona. Razia kerumunan juga dilakukan dan langsung dibubarkan, agar semua paham bahwa masih pandemi dan tidak boleh ada acara yang menarik massa.
Masyarakat juga terbiasa untuk meningkatkan imunitas dengan minum ramuan herbal, makan lebih banyak sayur dan buah, minum air putih, dan rutin berolahraga. Mereka juga menjaga kebersihan lingkungan dan disiplin dalam menjalankah healthy lifestyle.
Selain itu, larangan untuk mudik serta penghapusan cuti juga ampuh dalam mengurangi jumlah pasien corona, karena jika mobilitas berkurang, otomatis jumlah pasien covid juga berkurang. Masyarakat menaatinya karena sadar bahwa sekarang masih masa pandemi.
Namun keadaan aman ini jangan membuat kita terlena. Walau ada pujian dari organisasi internasional dan penurunan jumlah pasien, tetaplah disiplin prokes. Jangan sampai malah ada serangan corona gelombang ketiga, gara-gara banyak yang malas memakai masker dan melanggar poin-poin dalam prokes yang lain.
Indonesia berhasil menjadi negara dengan resiko rendah corona. Pengakuan dari organisasi internasional ini membuktikan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah sudah tepat, seperti stay at home, prokes 10M, dan penghapusan cuti bersama dan libur nataru. akan tetapi, tetaplah jaga prokes, agar tidak ada serangan corona gelombang ketiga.
Putu Prawira, penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews