Orang bebal itu seperti makan buah busuk, namun tak mau sakit perut. Ini sikap bodoh. Jika diperpanjang, ia bisa mati, dan menyusahkan banyak orang. Sudah waktunya kita akhiri kebebalan ini.
Manusia memang mahluk yang unik. Di satu sisi, ia bisa begitu tercerahkan dan bijaksana. Nilai-nilai kehidupan dan peradaban agung dibangunnya. Namun, di sisi lain, ia bisa begitu jahat dan bodoh. Ia bisa begitu bebal di hadapan kebusukan.
Ada hal yang merusak. Namun, mereka tetap melakukannya. Mereka tidak melepasnya. Alhasil, hidupnya menjadi kacau, dan membuat orang lain juga susah.
Merusak Tapi Dipelihara
Ada lima contoh umum. Pertama, di dalam politik, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme mengancam keutuhan bangsa. Rakyat menjadi miskin, dan terpecah belah. Negara pun terancam hancur.
Dua, di dalam berbagai organisasi, mental gila hormat juga terus lestari. Prestasi diabaikan. Yang diperhitungkan adalah pujian dan omong kosong palsu terhadap atasan. Akibatnya, organisasi diisi para penjilat, kinerja kacau, dan akhirnya juga terancam hancur.
Tiga, agama kematian juga tetap teguh dipegang. Padahal, agama tersebut sudah merusak budaya luhur bangsa, mengacaukan hidup bersama, membunuh rakyat tak bersalah dan memperbodoh masyarakat. Agama kematian juga membuat bangsa kita menjadi miskin berkepanjangan. Di tengah berbagai krisis, karena pengaruh agama kematian, kita tetap terpuruk semakin jauh.
Empat, kita terus menjilat bangsa asing. Kita merindukan investasi, alias suntikan modal asing. Kita melupakan sumber daya bangsa sendiri. Secara sistematik, pemerintah terus mempermiskin rakyatnya dengan berbagai kebijakan yang sesat.
Lima, secara keseluruhan, bangsa kita malas menggunakan nalar sehat. Kita bebal di hadapan kebusukan. Kita mendiamkan kerusakan. Masalah lama belum kelar, bahkan tambah besar, sementara masalah baru sudah muncul di depan mata.
Mengapa Kita Bebal?
Ada lima akar penyebab. Pertama, kita tidak berpikir kritis. Kita tidak melihat adanya kemungkinan lain dari keadaan yang ada. Kita terjebak pada kebiasaan-kebiasaan yang merusak, pada budaya bobrok, tanpa ada kehendak maupun keberanian untuk mempertanyakannya.
Dua, bangsa kita tidak terbiasa belajar. Kita tidak terbiasa menggali informasi yang berpijak pada nalar sehat dan sikap kritis. Akibatnya, kita tetap bodoh. Kita tetap terjebak pada kebiasaan-kebiasaan lama yang merusak.
Tiga, akar dari semua ini adalah mutu pendidikan yang amat sangat rendah. Menteri dan pejabat pendidikan tidak paham soal hakekat pendidikan yang sejati. Isi dan sistem pendidikan yang dibangun tidak cocok dengan perubahan jaman di abad 21 ini.
Ini membuat kita miskin nalar sehat dan nalar kritis, sehingga tak mampu membuat perubahan-perubahan yang diperlukan. Di abad 21, kita tetap menjadi bangsa yang bodoh dan miskin, karena salah tata kelola.
Empat, banyak orang sudah menyadari berbagai kerusakan yang terjadi. Namun, mereka takut untuk berubah. Mereka takut untuk bersuara, karena tekanan sosial dari budaya dan agama kematian. Mereka takut dikucilkan, atau disingkirkan, dari pergaulan sosial, dan bahkan takut masuk penjara di dalam sistem hukum yang bobrok.
Lima, orang-orang yang sudah sadar tersebut juga kerap ditakut-takuti dengan ancaman neraka kosong. Jika bernalar sehat dan berpikir kritis, kata para penyebar agama kematian, orang bisa masuk neraka. Padahal, selama ribuan tahun keberadaan agama-agama, tidak ada satu pun bukti nyata, bahwa neraka itu ada. Justru para penyebar agama kematian inilah yang membuat hidup di dunia ini penuh kemiskinan dan kebodohan, seperti di „neraka“.
Lalu Bagaimana?
Jalan keluarnya adalah dengan membalik kelima penyebab di atas. Kita harus berani mempertanyakan kebiasaan-kebiasaan lama. Kita harus menjadi manusia yang terus belajar dengan akal sehat dan sikap kritis. Kita harus mendorong perubahan isi dan sistem pendidikan secara total di Indonesia ke arah pengembangan sikap kritis, akal sehat dan pengasahan nurani.
Kita harus berani menghadapi tekanan sosial. Kita harus menjadi agen perubahan di keluarga maupun pekerjaan kita. Kita harus berani untuk menolak ajaran-ajaran palsu dari agama kematian. Sudah terlalu lama bangsa ini diperbodoh dan dipermiskin oleh agama kematian. Sebaliknya, kita harus berani mengembangkan agama kehidupan, yakni agama yang ramah budaya, mencerdaskan umat, bersikap adil terhadap perempuan dan membangun kedamaian di dalam hidup bersama.
Orang bebal itu seperti makan buah busuk, namun tak mau sakit perut. Ini sikap bodoh. Jika diperpanjang, ia bisa mati, dan menyusahkan banyak orang. Sudah waktunya kita akhiri kebebalan ini.
Ayo bangun!!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews