Di era digital yang mengarus-utamakan pada kecepatan dan kemudahan menjadikan media sosial kebanjiran informasi. Di satu sisi sangat menguntungkan, membuat masyarakat digital dapat dengan mudah mengakses informasi dan mempunyai banyak pilihan alternatif terhadap informasi. Namun disisi lain, menimbulkan problematika yang serius. Salah satunya, infomasi tak lagi berpijak pada kebenaran seperti kaidah jurnalisme.
Pengguna Internet alias Warganet menjadi sasaran empuk penyebaran Hoax di Media Sosial yang selalu mereka pakai sehari-hari. Dalam sehari bisa 10 jam lebih warganet menggunakan media sosial untuk berinteraksi, bekerja, belajar dan mencari hiburan. Begitu sadisnya para pembuat konten hoax ini sehingga memanfaatkan Fenomena pandemi corona untuk penyebaran hoax.
Ribuan hoax tersebar begitu cepat tiap harinya. Whatsapp group menjadi tempat utama penyebarannya. Kemudahan dalam penggunaan sosial media membuat penyebaran hoax semakin masif dan terstruktur. Bahkan saking mudahnya, warganet tak lagi peduli dengan kaidah-kaidah jurnalisme yang semestinya dipegang erat saat bermedia sosial.
Akibat dikesampingkannya aturan dan norma bermedia sosial, menimbulkan penyakit-penyakit baru yang bahkan lebih merusak dari penyakit lainnya. Warganet dengan mudahnya mengirim, menerima, meneruskan, bahkan mengedit informasi sesuai kehendaknya. Sehingga yang terjadi hanyalah kesesatan yang merusak pikiran. Sehingga penyakit mental akan mudah menyerang.
Apabila mental terganggu, semua hal yang melekat pada diri manusia juga akan terganggu. Layaknya komputer dengan sistem yang corrupt, maka dapat merusak komponen-komponen lainnya bahkan menjadi ladang subur bagi virus dan malware. Begitupun dengan manusia, mental yang buruk menjadikan seseorang tidak bisa berpikir realistis apalagi berpikir terbuka.
Maka dari itu, tidak hanya badan yang dijaga agar terhindar dari Covid-19, tetapi kesehatan mental juga perlu dijaga dan dirawat agar terhindar dari hoax.
Kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap hoax Virus Corona menjadi salah satu kunci kontribusi dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19. Saling membantu antar sesama meluruskan informasi yang salah, saling support, dan membantu meningkatkan literasi masyarakat merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan pada kondisi krisis saat ini.
Saat inilah waktu kita untuk menebar kebaikan membantu menjaga keutuhan bangsa dari ancaman hoax dan penyakit yang terus mengintai.
Membaca dengan kesadaran kritis kunci perangi hoax
Dalam survey mastel (2017) mengungkapkan sebanyak 92.40% menerima hoax dari media sosial dan 62.10% berupa tulisan serta 44.30% mengaku menerima hoax setiap hari. Dari survey Daily Social (2018) juga didapatkan hasil yang hampir sama yakni media sosial mendominasi penyebaran hoax, berturut-turut Facebook (82,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%) menjadi platform dimana hoax sering ditemukan. Dan parahnya sebanyak 44,19% responden tidak yakin memiliki kepiawaian dalam mendeteksi berita hoax.
Dari penjelasan dan survey diatas dapat diambil benang merah bahwa hoax telah menjadi virus bagi masyarakat maya dimana hoax disebarluaskan setiap hari, diulang-ulang, dan disebarkan menggunakan beragam bentuk baik tulisan, video maupun gambar namun yang terbanyak adalah tulisan. Dan dari masyarakat maya mengalami kondisi tidak percaya diri, merasa tidak bisa mendeteksi hoax. ketidakpercayaan ini disebabkan salah satunya karena lemahnya tingkat literasi dalam masyarakat kita.
Dalam konteks informasi hoax membaca secara kritis dilakukan dengan terus-menerus mencari tahu maksud dari isi informasi, mengapa informasi dibuat, apa relevansi dan pengaruh dari informasi tersebut. Artinya membaca dengan kesadaran kritis mengupayakan untuk tidak menelan mentah-mentah dan menganggap benar seratus persen informasi yang ada dimedia sosial sebelum melewati proses mencari tahu.
Nah, jika proses membaca dengan kesadaran kritis terus menerus diaplikasikan dalam bermedia sosial berarti kita telah berkontribusi memutus rantai hoax sampai ke akar-akarnya. Sebab jika kita kritis, jualan informasi hoax tentu tidak akan laku lagi, tidak dapat lagi membuat kegaduhan.
Alhasil kedamaian akan tetap dan terus terjaga. Mari redam hoax dengan berpikir kritis yang berawal dari diri sendiri dan terus mendukung upaya pemerintah dengan membaca berita positif demi melawan virus hoax Covid-19.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews