Gak Usah Lebay, Bro....!

Wabah flu sudah ada sejak zaman Romawi dan Yunani. Tapi kita sudah semakin kebal dan berhasil memecahkan misteri ‘Rahasia Illahi’ dan berhasil menemukan obat dan cara mencegahnya.

Kamis, 5 Maret 2020 | 08:28 WIB
0
256
Gak Usah Lebay, Bro....!
Ilustrasi paranoid corona (Foto: halloriau.com)

Siapa yang lebih mudah terpapar penyakit karena bakteri atau virus, yang berusaha menjauhi orang yang sakit atau yang setiap hari malah bersentuhan dengan orang yang sakit?

Pikirkan dulu dan simulasikan situasinya di benak Anda sebelum menjawab. Tolong biasakan untuk berpikir dahulu sebelum menjawab. Soalnya setiap kali saya bertanya pada sesi seminar saya, “Anak-anak itu kalau disuruh baca buku, pilih yang tebal atau tipis?” para guru langsung menjawab, “Yang tipis…!”.

Tentu saja itu jawaban yang salah. Jawaban yang benar adalah ‘Yang menarik bagi mereka’. Biar tebal kalau itu menarik seperti bukunya Harry Potter akan tetap mereka pilih ketimbang buku tipis berjudul “Bagaimana Menetapkan Hak Waris Secara Syar’i”, umpamanya. Jadi tolong pikir dulu baik-baik baru menjawab. 

Nah, apa jawaban Anda?

Jawabannya sebenarnya GAK MESTI.  Bergantung pada orang dan situasinya. Coba lihat para dokter dan perawat yang setiap hari bersentuhan dengan orang sakit, baik yang menular mau pun yang tidak. Toh mereka sehat-sehat saja dan tidak tertular. Selain dokter dan perawat coba lihat orang gila yang menggelandang ke mana-mana dan makan dari apa yang mereka temukan meski dari tempat sampah.

Faktanya si Orgil sehat-sehat saja dan hidup dengan cara tersebut selama bertahun-tahun tanpa sakit. Malahan orang-orang yang begitu menjaga kesehatannya dan hidup dengan sangat bersih dan hati-hati dengan apa yang ia konsumsi begitu terpapar sekali dengan bakteri dan virus yang menular bisa langsung kena. Aneh kan…?!

Baca Juga: Sandiwara Corona

Sebetulnya tidak aneh dan juga kita tidak perlu lebay dengan mengatakan bahwa ini ‘Rahasia Illahi’. Ini bukan sebuah misteri dan sudah merupakan pengetahuan yang umum.

Dokter dan perawat tidaklah mudah terkena penyakit menular di tempat mereka bekerja setiap hari karena mereka MEMILIKI PENGETAHUAN tentang kesehatan dan mempraktekkannya dalam bekerja. Itu namanya profesionalisme dalam bekerja. Mereka paham cara kerja bakteri dan virus dan tahu cara menangkalnya dan bahkan cara mengusirnya dari tubuh pasiennya. Lha wong memang itu yang mereka pelajari bertahun –tahun.

Jadi kalau sakit mbok yao sampeyan itu lebih percaya pada dokter ketimbang ‘orang pintar’. Para dokter itu jelas lebih pintar dalam hal kesehatan ketimbang ‘orang pintar’ yang entah dapat darimana pengetahuannya tentang penyakit yang sampeyan konsultasikan padanya. 

Lalu bagaimana dengan kasus orgil yang kebal penyakit itu? Itu juga sudah bukan ‘Rahasia Illahi’ lagi. Sebenarnya itu masalah imunitas alias kekebalan tubuh si orgil yang jauh lebih baik daripada kita. Karena mereka itu terus menerus terpapar dengan oplosan hujan, panas, debu, asap, bakteri dan virus akhirnya tubuh mereka sepakat untuk melawan.

Jadi autoimun di tubuh orgil ini tahu bahwa si orgil ini memang gila dan tidak berpikir untuk menghindari penyakit. Jadi mau tidak mau ya si autoimun itulah yang bekerja keras untuk menghadang setiap bakteri dan virus yang mau merusak kesehatan tubuh si orgil. Si Orgil akhirnya sakti mandraguna dukdeng kalis bakteri lan virus. 

Autoimun setiap orang itu beda-beda. Saya ini paling mudah kena flu bersin-bersin dan hidung meler. Kena AC semalaman saja saya bisa flu dan bahkan masuk angin dan mencret. Anehnya istri saya meteges saja seolah virus flu itu emoh menularinya. Padahal setiap hari ya saya ciumi dan… ah! sudahlah…! Jadi dalam hal penyakit flu dan batuk istri saya jauh lebih kebal ketimbang saya. Tapi dalam hal kesehatan lain kayaknya saya lebih dukdeng ketimbang dia. Dalam masalah penglihatan saya jelas lebih jeli melihat wanita cantik ketimbang dia. 

Bicara soal virus Corona. Apakah orang Indonesia kebal terhadap virus ini? Saya menduga bahwa kita secara umum memang lebih kebal melawan virus ini. Lha wong kita ini kalau dipikir-pikir gak seberapa resikan ketimbang bangsa maju lainnya. Jelas-jelas jerohan itu berbahaya bagi tubuh malah dijadikan santapan lezat dalam berbagai menu.

Selain itu kita juga hidup di daerah yang kebanyakan tidak bersahabat dengan bakteri dan virus. Jadi itu mungkin alasan mengapa kasus virus Corona ini tidak merebak di negara kita. Tapi tentu saja tidak mungkin kita bebas dan tak satu pun ada kasus. Bisa-bisa dikategorikan ‘Rahasia Illahi’ lagi nanti. Bangsa kita perlulah belajar sesuatu dari datangnya ‘Tentara Allah’ ini..

Eit, saya setuju bahwa virus ini adalah ‘Tentara Allah’ karena bukankah semua di alam semesta ini adalah milik Allah semata? Lha mosok mau disebut ‘Tentara Setan’ atau ‘Tentara Bayaran’. Saya hanya tidak setuju kalau dibilang ‘Tentara Allah’ ini dikirim untuk membalas perlakuan pemerintah China pada warga Uyghur.

Sama dengan ‘tentara Allah’ seperti virus-virus dan bakteri lainnya, Covid 19 ini tidak paham politik dan juga tidak pernah belajar agama. Baginya sama saja. Kamu bersentuhan dengan saya dan kamu tidak punya autoimun ya saya masuk ke tubuhmu dan merusak kesehatanmu.

Sebetulnya saya geli dan gedek-gedek melihat kepanikan semua orang pada kasus virus Corona ini. Ngapain juga mereka memborong dan memakai masker setiap hari kalau mereka tidak sakit flu? Masker itu untuk mereka yang sudah sakit dan perlu mencegah orang tertular darinya. Kalau kita sehat maka tidak ada gunanya menggunakan masker tersebut.

Kalau benar apa yang dikatakan oleh para ahli kesehatan bahwa penularan virus Corona ini dari droplets, alias butiran-butiran virus super kecil, yang menyembur dari mulut dan hidung penderita dan kemudian menempel di berbagai barang di sekitarnya dan yang dilewatinya, maka kemungkinan kita tertular adalah

1. Kita secara langsung atau tidak langsung bertemu, berpapasan, memegang benda-benda yang telah terpapar oleh virus penderita virus Corona ini dan dropletsnya masuk ke tubuh kita melalui hidung, mulut, dan mata kita. Itu sebabnya kita diminta untuk sering-sering cuci tangan agar kalau ada virus yang menempel di tangan kita akan tercuci habis. Kuatirnya kita secara tidak sengaja memasukkannya ke tiga pintu masuk di tubuh kita tersebut melalui tangan kita sendiri.

2. Kemungkinan kedua kita tertular adalah jika kita terpapar oleh virus ini melalui penderitanya atau lingkungan sekitarnya seperti pada nomor 1 dan autoimun kita tidak bisa melawan virus tersebut. Kalau autoimun kita sudah sampai level Orgil, yang maksudnya benar-benar sakti mandraguna, maka virus Corona ini juga akan mental.

Baca Juga: Membaca Virus Corona di Zaman Dusta

Jadi coba pikirkan seberapa besar kemungkinan kita akan tertular virus ini. Lha wong kalau ada suspect saja sudah langsung diisolasi dan dikarantina kok. Lalu darimana kita akan terpapar oleh virus ini? Kalau pun terpapar belum tentu juga kita akan menderita. Kan kita punya autoimun yang sudah terlatih itu. Jadi ngapain panik dan kemana-mana pakai masker…?! Ente malu kelihatan jerawat ente yang gede-gede itu? 

Satu lagi yang mau saya sampaikan.

Mengapa sih si Covid 19 ini begitu dahsyat penularannya dan menembus sampai ke puluhan negara? Apakah virus ini memang jauh lebih serem ketimbang virus flu yang sudah beredar selama ini?

Sebetulnya sih tidak. Pandemi flu tahun 1918 katanya membunuh lebih banyak orang dibandingkan korban yang meninggal akibat Perang Dunia I. Padahal korban PD I itu lebih dari 9 juta orang. Wabah flu itu sudah ada sejak zaman Romawi dan Yunani. Tapi kita sudah semakin kebal dan kita juga sudah berhasil memecahkan misteri ‘Rahasia Illahi’ dan berhasil menemukan obat dan cara mencegahnya. So no more mystery.

Tapi karena Covid 19 ini varian flu baru maka tubuh kita belum mengenalnya dan autoimun kita belum tahu bagaimana cara menghajarnya keluar dari tubuh. Nanti lama-lama autoimun kita akan bisa mempelajari kesaktian Covid 19 ini dan balik menghajarnya. Lha wong autoimun kita itu juga pintar dan sakti.

Sekian dulu guys. Gak perlu beli masker dan memakainya ke mana-mana. Ndekemo nang omah ae kalau takut ketularan sesuatu yang belum ada. Seperti kata Rhoma Irama dalam lagunya ‘Piano’:
‘Pak Guru, yang itu apa namanya….
‘Mi ndekemo tak dekemi…. 

Surabaya, 4 Maret 2020

***