Cerita Unik, Lucu dan Tragis yang Dialami Kendaraan RI-1 dan RI-2

Kamis, 10 Januari 2019 | 19:58 WIB
2
720
Cerita Unik, Lucu dan Tragis yang Dialami Kendaraan RI-1 dan RI-2
Soekarno dan mobil kepresidenan (Foto: Istimewa)

Tahukah kamu kalau ada mobil bodong yang berkeliaran di Jakarta. Walau hilir mudik depan para polisi tidak diangkut alias disita. Kok bisa, ya? Eits, jangan langsung berburuk sangka. Kalau kamu coba-coba berkelakuan seperti ini, alamat diangkut kendaraan tanpa surat milikmu.

Saya kasih petunjuk lagi, yah. Mobil ini tiap hari diparkir di Gedung Joang 45. Setiap tanggal 16 Agustus dibawa konvoi pastinya tanpa takut ditilang, Justru dikawal. Karena mobil ini berpelat REP-1, aha!

Kondisi mesinnya masih bagus karena memang diservis secara berkala. Kalau coba berkunjung di Gedung Joang 45 ada di bagian belakang. Kalau diperhatikan di bagian samping mobil ada AKI yang diletakkan. Sebagai bagian dari perawatan.

Di tempat ini ada 3 koleksi mobil. Yang pertama mobil dinas pertama milik Bung Karno berpelat REP-1, lalu yang kedua berpelat REP-2 milik Moh. Hatta dan ketiga mobil Bung Karno yang terkena granat saat peristiwa Cikini pada tahun 1957.

Ada cerita unik di balik ketiga mobil ini yang akan saya ceritakan sebagai berikut.

Mobil Berpelat REP-1

Berkelir hitam dan terlihat sangar sekaligus seksi menurut saya. Sampai sekarang saja masih terlihat ganteng dan mempunyai mesin yang tangguh. Oleh sebab itu, setiap tanggal 16 Agustus dibawa keliling untuk napak tilas oleh Gubernur DKI yang sedang menjabat.

Pada tahun 1945, mobil ini adalah yang terbagus di Jakarta. Awalnya dimiliki oleh Kepala Departemen Perhubungan Bangsa Jepang. Bahasa kasarnya mobil ini adalah rampasan dari pihak Jepang kala itu, cerita dari pemandu lokal di Gedung Juang yang saya lupa namanya. Maafkan saya, karena terlalu asyik dengan ceritanya sampai mengabaikan nara sumber saya.

Berawal si hitam manis ini parkir di belakang kantor Departemen Perhubungan yang sekarang adalah kantor Direktorat Perhubungan Laut. Lalu terlihat oleh Sudiro yang adalah Anggota Barisan Banteng dan muncullah ilham untuknya yang harus dieksekusi saat itu bahwa kendaraan ini cocok dimiliki oleh Presiden RI.

Jadi singkat kata Pak Sudiro meminta secara halus kepada supir mobil tersebut. Dibujuk pula agar mobil tersebut “dihadiahkan” kepadanya, lalu sang supir diberikan uang supaya pulang ke Kebumen. Transaksi berjalan lancar, kuncipun berpindah tangan. Lalu dia menelpon supir kenalan untuk dibawa ke rumah Bung Karno.

Pada saat mobil datang, mungkin suara mesin garang dalam bayangan saya. Sehingga Bung Karno keluar rumah untuk mencari suara apakah itu. Tara!!! Mobil rampasan perang dipersembahkan untuk Presiden RI-1. Sudiro berkata, “Ini mobil yang pantas untuk Presiden RI”.

Saya juga kalau ada di situ pasti ikut menganggukkan kepala sambil mengangkat jempol.

Saya tidak tahu ekspresinya Bung Karno seperti apa, karena cerita berlanjut. Disebabkan mobil ini adalah rampasan perang tentu tidak suratnya, bukan? Mana ada waktu Bapak Sudiro meminta BPKB atau semacamnya. Singkat cerita Bung Karno datang ke SAMSAT, untuk istilahnya sekarang. Minta dibuatkan STNK untuk kendaraan nomor satu di Indonesia ini.

Reaksi dari polisi pada saat itu mereka menolak, karena Bung Karno tidak mempunyai surat resminya. Kalau kejadiannya pada saat ORBA 'mungkin harus dikabulkan' - BPKB tidak ada, STNK keluar. Tidak kehilangan akal, maka dibuat plat nomor untuk mobilnya tsb. Dengan tangannya sendiri ia menorehkan REP-1. (Peringatan: Adegan ini dilarang dengan amat sangat untuk dijadikan teladan atau dijadikan inspirasi di masa kini).

Mobil Berpelat REP-2

Kendaraan putih ganteng-ganteng tapi manis ini adalah mobil milik Moh. Hatta. Sebelum dijadikan koleksi museum sempat terjadi kejadian unik. Kendaraan roda empat ini sempat diservis di bengkel dan dibiarkan begitu lama oleh Moh. Hatta. Karena diabaikan begitu lama, pemilik bengkel mungkin serba salah. Karena mobil tersebut mengurangi pergerakkan bisnis bengkelnya kalau duduk manis di lahan usahanya. Apalagi kalau bengkel tersebut penuh.

Seharusnya mobil lain bisa masuk tapi jadi tertahan. Karena naluri bisnis menang dibandingkan hati nurani. Berpindah tanganlah mobil yang dulunya digunakan perusahaan yang bernama Djohan Djohor milik seseorang pengusaha yang merupakan paman dari Moh Hatta.

Ternyata oleh pemilik barunya berubah fungsi menjadi mikrolet tanpa tahu sejarah di baliknya atau mungkin tahu tetapi tidak perduli. Setelah dijual, entah berapa lama dipakai melayani penumpang. Bung Hatta teringat akan mobil yang  pernah dia pergunakan ketika melaksanakan tugas-tugas Kenegaraan sebagai Wakil Presiden. Dia kaget, kesal dan marah mendengar kenyataan bahwa kendaraan itu sudah dijual dan digunakan sebagai mikrolet.

Akhirnya si putih yang selalu setia mendampinginya sampai-sampai ketika pemerintah RI pindah ke Yogyakarta ikut diboyongnya pula dengan kereta api, kembali ke tangannya. Sampai berakhir dengan indah di Museum Juang 45 ini.

Mobil Peristiwa Cikini

Raja Arab Saudi, Saud bin Abdul Aziz memberi oleh-oleh Mobil Chrysler Crown Imperial yang sekarang berpelat B 9105 untuk Bung Karno setelah ia berkunjung ke negara itu pada 18 Juli hingga 4 Agustus 1955.

Kendaraan inilah yang menjadi tameng peristiwa percobaan pembunuhan Cikini yang terjadi pada tanggal 30 November 1957. Berdasarkan kenangan Megawati, pada saat itu Perguruan Cikini (Percik) mengadakan pesta ulang tahun yayasan ke-15. Percikpun dandan habis-habisan, karena selain ulang tahun, mereka mengundang Bung Karno. Lagi pula seluruh putra dan putrinya bersekolah di sana.

Sejarah mencatat, yayasan ini mendirikan Sekolah Rakyat Partikelir Mayumi yang termasuk di dalamnya adalah berbagai sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

Pada saat itu Bung Karno datang bukan sebagai orang nomor satu di Indonesia. Melainkan sebagai orangtua yang meramaikan ulang tahun sekolah anak-anaknya. Wow, sungguh bapak yang teladan. Jaman sekarang jarang-jarang orang tua murid datang khusus untuk menghadiri ulang tahun sekolah anak-anaknya.

Akhirnya dia datang dengan iring-iringan rombongan Pasukan Pengaman Presiden (Paspamres) pada era itu. Ikut menikmati kemeriahan acara. "Saat itu saya bertugas menjaga pameran, kakak dan adik-adik saya, lalu Bung Karno mengunjungi saya sebagai orangtua," ujar Megawati saat bercerita kejadian ini.

Bung Karno dikelilingi oleh anak-anak yang hendak bersalaman dan berfoto. Seperti Jokowi di era ini, banyak orang berebut swafoto dengan Pak Presiden. Termasuk saya, pasti ikut antri.

Di tengah-tengah keriaan ada beberapa granat dilemparkan ke arah Bung Karno. Dilakukan sesaat sebelum pulang. Pintu mobil ini sudah dibuka untuk mempersiapkan Bung Karno masuk. Granat pertama yang dilemparkan dikira orang sekitar adalah kembang api sehingga mereka berlarian mendekat.

Dilanjutkan granat kedua di sisi sebelah gedung lalu dari sisi kanan. Bung Karno dengan refleks melindungi anak-anak, berusaha menarik mereka ke bagian belakang mobil yang digunakan sebagai pelindung.

Sebuah granat dari jarak 5 meter mengenai mesin, kaca depan dan bagian dalam hancur. Granat terakhir meremukkan sisi sebaliknya. 

Dua pelaku pelempar granat tidak mengenai sasaran karena sempat luluh melihat Bung Karno kewalahan memeluk anak-anak kecil. Berakibat mengenai para murid, warga Cikini serta Paspamres.

"Peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan, karena korbannya dari kawan-kawan saya saja ada 100 orang, baik yang meninggal dunia, luka parah, maupun luka ringan. Beberapa bahkan cacat seumur hidup," kata Presiden RI ke-5 ini.

Para pelaku mengaku telah dicuci otak tentang antikomunis. Dimulai dari ceramah-ceramah, mereka diindoktrinasi oleh ulama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Doktrin ini adalah Presiden Soekarno menghalang-halangi perkembangan Islam. Jika presiden terbunuh, Islam akan cepat berkembang.

Jas merah : “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”

Sekarang doktrin ini terulang kembali, direproduksi mengikuti masa kini. Tapi sayang tidak semua rakyat tidak menyadari. Bahkan ikut berpartisipasi dan mengamini. Tidak merasa kalau mereka ditunggangi oleh pihak yang sengaja mengambil keuntungan untuk diri sendiri.

Dengan menjual agama kembali. Demi mendapatkan kekuasaan segala suatu dilakoni tanpa melihat hati nurani. Mengakibatkan sebuah bangsa bisa terpecah belah hanya karena ambisi.

Karena tahun ini adalah tahun demokrasi. Silakan tiap warga negara mempunyai jagoannya masing-masing. Saling debat, silahkan tidak ada yang melarang. Tapi tolong gunakan dengan cara yang bersih. Jangan menggunakan data yang tidak benar, apalagi memutarbalikkan fakta.

Saya suka emosi melihat kelakuan yang seperti ini, sehingga muncullah alter ego saya dan berubah menjadi jadi kaum "The Nyinyiers". Saya tahu bahasa Indonesia kalian hebat-hebat. Karena terlalu hebat sampai ada oknum yang bablas jadi mengarang bebas.

Kalau bisa ketika berdebat silahkan ceritakan kehebatan yang diusung. Sehingga, jika dilihat negara luar mereka akan kagum dan bisa berkata "Wah, benar ya. Indonesia adalah negara yang santun dan bermartabat".

Walau berbeda tapi tetap satu. Seperti makna Bhinneka Tunggal Ika, indah bukan?

***

Sumber : 1, 2, 3, 4 , 5 dan Cerita Kecil dari Cikini karangan Kristin Samah, Maria Karsia, Niniel WDA, I. Zubaedi Raqib.