Salep dan Vaksin

Akibatnya, vaksin masal, PPKM level 4, Protkes, Protap Kuburan masal, Nakes hingga Bansos, telah menjelma jadi teror masal 'balsem (salep)' negara (state's salvation) yang terus membingungkan dan ditakut-takuti.

Sabtu, 4 September 2021 | 09:03 WIB
0
114
Salep dan Vaksin
Vaksinasi (Foto: UNICEF)

"Ada kejahatan didasarkan akalsehat. Ada kejahatan didasarkan nafsu." (Albert Camus, 1913-1960).

Sekitar tahun 6 masehi, di usia 13 tahun Maryam binti Yakub binti Zakaria binti Yusuf sering membantu neneknya, Salome, menjadi bidan melahirkan para ibu di Galilea sekitar duapuluh mil dari Bethlehem(Nazareth atau Jerusalem).

Sebelum menangani persalinan, nenek Salome sering dibantu cucunya Maryam menyiapkan obat-obat herbalium dalam memudahkan persalinan. Salah satu herbal, 'salve'(balsem penyembuhan) -- kelak teringgriskan menjadi kata 'salvation'(baca: keselamatan).

Dalam tradisi masyarakat Yudea(Yunani: Ioudaios = memuliakan Yahwe) balsem(salef) yang juga sejak masa Firaun(Pharaoh) di Mesir, dipakai sebagai perawatan dan pengawet mumi agar tidak hancur(kini, mumi Firaun diawetkan di museum Alexandria). Ibarat formalin, salep(salve) menjadi salah satu pengawetan bagi kelangsungan fisik atau tubuh makhluk apapun.

Sebagai transformasi bagi kesembuhan fisik mereka yang berpenyakit, salep akhirnya berubah menjadi lembaga ritual keagamaan dalam bentuk "salvation's institute' -- salah satunya yang eksis hari ini "Balai Keselamatan". Dalam perubahan peradaban moderen hari ini, salef(salvation) atau 'Balai Keselamatan' mengalami pergantian dengan istilah baru, 'hospital', dan secara serampangan dialihkan menjadi "Rumah Sakit"(RS).

Entah bagaimana asal-usulnya, Rumah Sakit (Hospital) hari ini bukan lagi "Balai Penyembuhan". Karena orang-orang yang datang dan dibawa ke Rumah Sakit sedang terancam divonis sakit diterjang coronavirus.

Fungsi asasi dari 'salvation'(baca: salep/balsem) sebagai proses penyembuhan dari segala penyakit justru didera dengan kaidah diagnosa berpenyakit secara fisik dan terancam harus diawetkan dengan menggunakan balsem(salep) baru bernama: vaksin.

Varian-varian vaksin(salep) itu setelah dimutasi dalam bentuk kimia cairan, akhirnya dilabel dan dibandrol dengan nama-nama aneh yang tidak punya derivatif penyembuhan(cure/curative) seperti 'sinovac, aztra-seneca, moderna, pfizer, nusantara' yang membingungkan dan dipaksa untuk dipakai.

Mengutip Susan Sontag dalam "Penyakit sebagai Metafora"(Illness as Metaphor,1978), Lesley Hazleton(2004) --yang mengisahkan bagaimana tradisi penyembuhan yang dilakukan Salome dan Maryam(Maria) bagi ibu-ibu bersalin dalam "Mary: A Flesh and Blood Biography of The Virgin Mother" -- "Teori yang mengatakan bahwa penyakit disebabkan oleh keadaan mental...selalu menjadi daftar penyebab banyak hal yang tidak dipahami tentang keadaan fisik suatu penyakit."

Akibatnya, vaksin masal, PPKM level 4, Protkes, Protap Kuburan masal, Nakes hingga Bansos, telah menjelma jadi teror masal 'balsem(salep)' negara(state's salvation) yang terus membingungkan dan ditakut-takuti untuk kemashlahatan warga negara "N+63."

"Apakah ini kombinasi kimia salep dan vaksin kejahatan rasional serta kejahatan nafsu dari negara?" sungut Albert Camus setelah menamatkan novelnya wabah "Sampar" (La Pest) sejak di Aljazair hingga di Lyon Perancis, sebelumnya akhirnya ia wafat dalam kecelakaan tunggal di usia 47.

***