Akibatnya, vaksin masal, PPKM level 4, Protkes, Protap Kuburan masal, Nakes hingga Bansos, telah menjelma jadi teror masal 'balsem (salep)' negara (state's salvation) yang terus membingungkan dan ditakut-takuti.
"Ada kejahatan didasarkan akalsehat. Ada kejahatan didasarkan nafsu." (Albert Camus, 1913-1960).
Sekitar tahun 6 masehi, di usia 13 tahun Maryam binti Yakub binti Zakaria binti Yusuf sering membantu neneknya, Salome, menjadi bidan melahirkan para ibu di Galilea sekitar duapuluh mil dari Bethlehem(Nazareth atau Jerusalem).
Sebelum menangani persalinan, nenek Salome sering dibantu cucunya Maryam menyiapkan obat-obat herbalium dalam memudahkan persalinan. Salah satu herbal, 'salve'(balsem penyembuhan) -- kelak teringgriskan menjadi kata 'salvation'(baca: keselamatan).
Dalam tradisi masyarakat Yudea(Yunani: Ioudaios = memuliakan Yahwe) balsem(salef) yang juga sejak masa Firaun(Pharaoh) di Mesir, dipakai sebagai perawatan dan pengawet mumi agar tidak hancur(kini, mumi Firaun diawetkan di museum Alexandria). Ibarat formalin, salep(salve) menjadi salah satu pengawetan bagi kelangsungan fisik atau tubuh makhluk apapun.
Sebagai transformasi bagi kesembuhan fisik mereka yang berpenyakit, salep akhirnya berubah menjadi lembaga ritual keagamaan dalam bentuk "salvation's institute' -- salah satunya yang eksis hari ini "Balai Keselamatan". Dalam perubahan peradaban moderen hari ini, salef(salvation) atau 'Balai Keselamatan' mengalami pergantian dengan istilah baru, 'hospital', dan secara serampangan dialihkan menjadi "Rumah Sakit"(RS).
Entah bagaimana asal-usulnya, Rumah Sakit (Hospital) hari ini bukan lagi "Balai Penyembuhan". Karena orang-orang yang datang dan dibawa ke Rumah Sakit sedang terancam divonis sakit diterjang coronavirus.
Fungsi asasi dari 'salvation'(baca: salep/balsem) sebagai proses penyembuhan dari segala penyakit justru didera dengan kaidah diagnosa berpenyakit secara fisik dan terancam harus diawetkan dengan menggunakan balsem(salep) baru bernama: vaksin.
Varian-varian vaksin(salep) itu setelah dimutasi dalam bentuk kimia cairan, akhirnya dilabel dan dibandrol dengan nama-nama aneh yang tidak punya derivatif penyembuhan(cure/curative) seperti 'sinovac, aztra-seneca, moderna, pfizer, nusantara' yang membingungkan dan dipaksa untuk dipakai.
Mengutip Susan Sontag dalam "Penyakit sebagai Metafora"(Illness as Metaphor,1978), Lesley Hazleton(2004) --yang mengisahkan bagaimana tradisi penyembuhan yang dilakukan Salome dan Maryam(Maria) bagi ibu-ibu bersalin dalam "Mary: A Flesh and Blood Biography of The Virgin Mother" -- "Teori yang mengatakan bahwa penyakit disebabkan oleh keadaan mental...selalu menjadi daftar penyebab banyak hal yang tidak dipahami tentang keadaan fisik suatu penyakit."
Akibatnya, vaksin masal, PPKM level 4, Protkes, Protap Kuburan masal, Nakes hingga Bansos, telah menjelma jadi teror masal 'balsem(salep)' negara(state's salvation) yang terus membingungkan dan ditakut-takuti untuk kemashlahatan warga negara "N+63."
"Apakah ini kombinasi kimia salep dan vaksin kejahatan rasional serta kejahatan nafsu dari negara?" sungut Albert Camus setelah menamatkan novelnya wabah "Sampar" (La Pest) sejak di Aljazair hingga di Lyon Perancis, sebelumnya akhirnya ia wafat dalam kecelakaan tunggal di usia 47.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews