Karena Amerika?

Ini memang informasi lama. Dan seperti halnya penilaian atas setiap karya sejarah, apa yang terungkap dalam buku ini juga pasti menuai aneka tafsir yang beragam bahkan bisa bertolakbelakang.

Senin, 5 Agustus 2019 | 06:12 WIB
0
196
Karena Amerika?
Frances Gouda (Foto: Flickr)

Asik juga di bulan Agustus ini baca kembali buku lama dari Frances Gouda (dan Thijs B Zaalberg) ini. Memang tidak ada informasi baru, namun substansinya tetap menarik untuk dibicarakan lagi.
Buku ini menambah perspektif lain dalam memahami faktor-faktor di balik kemerdekaan Indonesia (peran Amerika).

Tafsir sejarah sebelumnya biasanya melihat pada 2 faktor: perjuangan bersenjata (revolusi) atau perjuangan politik para diplomat Indonesia.

Buku ini mengungkapkan bahwa walaupun sejak awal Amerika (bertentangan dengan sikapnya yang pro-dekolonisasi) selalu mendukung kekuasaan Belanda di Indonesia, namun akhirnya berbalik arah pada akhir 1948.

Pada akhir 1948, George F Kennan (analis dan pejabat penting Kemlu AS) mengirim laporan analisisnya kepada Menlu AS, George Marshall: apakah tetap mendukung Belanda dengan konsekuensi Indonesia yang tengah berjuang atas kedaulatannya akan semakin masuk dlm orbit komunisme dan Blok Timur di bawah kendali Kremlin?!

Atau sebaliknya menekan Belanda segera mengakui kedaulatan Indonesia di bawah suatu penerintahan yang pro-Washington dan Blok Barat?

Pilihan terakhir inilah yang diambil AS akhir 1948, dan seterusnya seperti cerita sinetron yang berakhir dgn "happy ending" pada pada Konferensi Meja Bundar (KMB) Desember 1949 di Den Haag, ketika Belanda (atas tekanan AS) terpaksa mengakui kedaulatan Indonesia.

Perubahan sikap AS memang tidak terlepas dari kepentingannya dlm konstelasi internasional saat itu yang tengah memasuki fase awal Perang Dingin, yang ditandai ancaman nyata perluasan pengaruh komunisme di Asia khususnya Asia Tenggara, termasuk (dan yg paling dikhawatirkan) Indonesia.

Kedudukan geopolitik Indonesia yang strategis, jumlah penduduk yang besar, dan potensi kekayaan alam (tentunya termasuk potensi tambang emas di Papua yang sejak lama sudah masuk radar AS), merupakan juga faktor-faktor penting di balik perubahan sikap AS.

(khusus tentang tambang emas di Papua dan kaitannya dgn konstelasi politik AS-Belanda-Indonesia, silahkan baca Greg Poulgrain, THE INCUBUS OF INTERVENTION: Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles, 2015).

Ini memang informasi lama. Dan seperti halnya penilaian atas setiap karya sejarah, apa yang terungkap dalam buku ini juga pasti menuai aneka tafsir yang beragam bahkan bisa bertolakbelakang.

Itu wajar saja. Bukankah kajian sejarah -seperti halnya kajian ilmu-ilmu sosial- adalah "social reconstruction of the reality" (pinjam konsep Berger dan Luckman), dalam hal ini "social reconstruction of the past"?

Sebagai tambahan, mungkin menarik juga baca buku Robert McMahon, COLONIALISM and COLD WAR: The United States and the Struggle for Indonesian Independence, 1945-1949).
Atau versi lain dari Ruth T McVey, "THE SOVIET VIEW OF THE INDONESIAN REVOLUTION"?!

***