Ike dan Ery, Dua Putera Lampung "Adu Kuat" Menuju KPK

Bagi warga Lampung, jika Ike atau Ery menjadi pimpinan KPK kelak, setidaknya bisa membantu Lampung agar selamat dari kejahatan korupsi.

Sabtu, 6 Juli 2019 | 20:46 WIB
0
726
Ike dan Ery, Dua Putera Lampung "Adu Kuat" Menuju KPK
Ike Edwin (Foto: Krista Riyanto)


Sebagai warga Jakarta asal Lampung, saya tertarik menulis tentang warga masyarakat yang berhasrat menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Untuk calon pimpinan KPK pada periode depan, ada dua orang warga Lampung yang ikut mendaftar menjadi pimpinan lembaga antikorupsi itu. Mereka adalah Irjen Polisi Ike Edwin dan Dr. Ery Setyanegara. Mereka terselip di antara 384 orang pendaftar.

Ike mendaftar sebagai bakal calom pimpinan KPK pada 4 Juli 2019, sedangkan Ery mendaftar pada 26 Juni 2019. Dua-duanya datang mendaftar dengan penuh keyakinan dan percaya diri.

Ike Edwin adalah mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri dan mantan Kepala Polda Lampung yang sekarang menjadi staf ahli Kapolri.

Ery Setyanegara adalah pengacara, aktivis antikorupsi, dan mantan Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Provinsi Lampung.

Ike dan Ery mungkin punya kesamaan visi mendaftar sebagai bakal calon pimpinan KPK. Mereka sama-sama ingin mengabdi dalam upaya memberantas korupsi. Mereka tidak ingin korupsi merajela merusak sendi kehidupan anak bangsa.

Namun, mereka pasti memiliki misi atau strategi yang tidak sama dalam menghentikan atau setidaknya menekan budaya korupsi agar tidak meluas.

Ike yang berlatar belakang kepolisian tampaknya akan banyak menggunakan pendekatan penindakan dalam mengelola kebijakannya memberantas korupsi. Pengalamannya menyidik kejahatan korupsi di kepolisian menjadi nilai lebih dalam menjalankan tugas-tugasnya bila kelak dia dipilih sebagai pimpinan KPK.

Dia memiliki jaringan kuat di kalangan penyidik kepolisian, sehingga memudahkan KPK manakala membutuhkan bala bantuan menindak korupsi dengan lebih massif lagi.

Toh, KPK tidak cukup kuat untuk membuat penindakan terhadap kejahatan korupsi seorang diri. KPK membutuhkan daya dukung dan gotong royong dari kepolisian yang menjadi salah satu institusi penegak hukum sipil di negara ini.

Di sinilah mengapa calon dari kepolisian juga sangat dibutuhkan oleh KPK dalam menjalankan operasinya lebih massif lagi di seluruh Indonesia mengingat lembaga kepolisian memiliki jaringan sampai tingkat pelosok.

Di kalangan elite masyarakat Lampung, Ike mendapat banyak dukungan. Mereka melihat Ike sebagai putera daerah yang bisa membanggakan warga Lampung.

Bagi elite di Lampung, Ike dianggap sukses menjalankan tugas-tugasnya selama menjadi Kapolda Lampung pada 2016. Berbagai tindak kejahatan jalanan dia tangani secara serius, sehingga angkanya menurun.

Dalam bertugas menumpas kejahatan jalanan, Ike sering turun ke lapangan. Dia juga sering menemui tokoh-tokoh masyarakat agar ikut serta membantu kepolisian dalam menjaga ketertiban dan keamanan dari segala tindak kejahatan.

Dan, ketika Ike diganti sebagai Kapolda Lampung dalam tempo 9 bulan bertugas, elite Lampung banyak yang kecewa. Mereka menilai Kapolri Jenderal Tito Karnavian terlalu cepat menarik Ike dari Lampung.

Itu adalah sedikit jejak Ike di mata masyarakat Lampung. Meski tidak banyak terlihat menangani tindak kejahatan korupsi selama bertugas di Lampung, Ike punya satu torehan bagus dalam memberantas korupsi. Dia pernah menangkap koruptor pajak yang amat licin, Gayus Tambunan, sewaktu dia menjadi Dirtipikor Mabes Polri.

Dengan latarnya sebagai direktur tindak pidana korupsi di kepolisian, Ike setidaknya menggenggam pengalaman berharga sebagai modalnya bekerja di lingkungan KPK. Dia bisa langsung bekerja cepat menangani kejahatan korupsi.

Sedangkan Ery Setyanegara punya warna berbeda dari Ike. Ery yang berlatar pengacara dan aktivis antikorupsi di tingkat lokal ini sudah membuka visi dan misinya di depan publik lewat media.

Ery bervisi bahwa menjadi pimpinan KPK bukan sekadar memberantas korupsi, namun juga mencegah korupsi agar tidak berkembang. Bahkan porsi pencegahan korupsi dia beri titik tekan lebih besar daripada memberantasnya.

Ibarat mencari ikan, memberantas korupsi jangan sampai menimbulkan kegaduhan dan kekeruhan, tapi harus tenang. Yang penting tujuannya menangkap ikan (menghapus korupsi) berhasil. Itulah mengapa pencegahan lebih dikedepankan karena tidak membuat gaduh, tapi hasilnya menghilangkan korupsi bisa terlihat nyata.

Misinya, Ery akan menjadikan lembaga pendidikan sebagai ujung tombak dalam mencegah korupsi. Lembaga pendidikan resmi mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi, lembaga agama, dan pesantren, diberi mata ajaran khusus tentang bahaya korupsi.

Simpel cerita, korupsi mesti dicegah secara dini dan massif melalui pengajaran.

Dengan konsep demikian, Ery mendapat banyak dukungan dari sesama aktivis. Rekan-rekannya meyakini Ery bisa mengeksekusinya manakala dia dipilih menjadi pimpinan KPK. Ery dianggap sosok yang bisa membaggakan aktivis antikorupsi di Lampung.

Bagi warga Lampung, jika Ike atau Ery menjadi pimpinan KPK kelak, setidaknya bisa membantu Lampung agar selamat dari kejahatan korupsi. Mereka setidaknya mengenal medan yang selama ini menjadi simpul korupsi.

“Korupsi mesti dicegah di Lampung agar daerah ini maju pembangunannya,” ujar salah seorang pengacara muda asal Lampung yang berkiprah di Jakarta, Resmen Kadapi.

Jejak-jejak Ike dan Ery yang tertangkap mata awam ini tentu akan diuji oleh panitia seleksi calon pimpinan KPK. Panitia seleksi akan menguji rekam jejak semua pendaftar bakal calon pimpinan KPK lewat berbagai teknik yang sulit diketahui publik.

Bakal calon pimpinan KPK harus diuji dari sisi integritas (tidak tercela, jujur, dan berkarakter), loyalitas (setia kepada konstitusi), kapabilitas (kemampuan bekerja), serta moralitas (sopan santun).

Kriteria tadi sangat penting bagi seorang calon pimpinan mengingat KPK masih dianggap sebagai lembaga “setengah dewa” yang paling sensitif dengan nilai-nilai kebenaran, KPK juga masih punya derajat kepercayaan paling tinggi di mata publik, sehingga pimpinannya pun dituntut punya rekam jejak yang bersih dan baik.

Dengan kriteria demikian tinggi, Ike dan Ery mesti "adu kuat" untuk melewatinya melalui rekam jejak yang telah mereka torehkan selama berkiprah di sana-sini. (*)

Krista Riyanto, penulis dan mantan jurnalis.

***