Mencari Solusi Atasi Banjir Sampang

Kamis, 31 Januari 2019 | 11:18 WIB
0
199
Mencari Solusi Atasi Banjir Sampang
Banjir di Sampang, Madura (Foto: Republika)

Penyebab Banjir Sampang yang terjadi setiap tahun lebih karena DAS Kemuning yang mengalir ini berhulu di beberapa kecamatan di daerah tengah wilayah Sampang: Kecamatan Sokobanah, Karang Penang, Banyuates, Robatal, dan Kecamatan Kedungdung.

Itu menurut Presidium Forum Peduli Bencara Indonesia (FPBI) Jawa Timur Harun Al Rasyid. Di sinilah apabila curah hujannya sangat tinggi yang bisa mengakibatkan banjir bandang serta aliran air tersebut berpotensi membawa lumpur erosi yang diendapkan di muara Tanglog.

Tapi pada saat musim kemarau DAS ini menjadi kering, tidak ada air, cuma di beberapa tempat ada genangan yang digunakan masyarakat untuk keperluan mandi, cuci, masak, minum, dan lain-lain.

DAS Kemuning ini ketika musim penghujan berpotensi membawa air bercampur lumpur menuju arah Kota Sampang yang bisa menggakibatkan banjir bandang. Terjadinya hal ini, karena curah hujan sangat tinggi di daerah hulu.

Tidak adanya daerah resapan karena daerah hulu dari DAS ini merupakan daerah lempung (tanah liat) yang secara geologi lempung kedap air, dan tidak banyaknya tanaman keras, serta saat ini terjadi penebangan pohon jati yang dikirim ke Jawa yang tidak terkendali.

Akibat terjadinya banjir bandang, paling parah di Sampang, terkadang bisa menutup atap rumah penduduk, seperti di daerah Jalan Imam Bonjol, Bahagia, Mawar, dan Jalan Pahlawan. Ini yang sangat parah. Itu semua pernah terjadi di tengah kota.

Jadi, banjir Sampang ini pernah sangat parah. “Kita ini tahu kota Sampang itu ada di 0,8 dpl (dari permukaan laut),” ungkap Harun Al Rasyid kepada Pepnews.com. Daratan Sampang itu lebih tinggi air lautnya ketimbang kotanya.

“Kalau curah hujan di Kecamatan Banyuates selatan, Robatal, Karang Penang, dan Kedungdung, itu hujan sehari-semalam sudah penuh itu DAS Kemuning, sehingga membuat banjir bandang,” tambah Harun Al Rasyid.

Solusi untuk mengatasi persoalan ini, menurutnya, harus ditanami pohon di daerah hulu DAS Kemuning. Di samping menahan erosi juga untuk menahan air yang turun ke DAS Kemuning. Di hilir DAS Kemuning ini harus ada Dam Kontrol.

“Itu untuk menahan air yang turun ke kota. Dam ini bukan hanya satu tapi juga di sini ada rumah Pompa. Jika dibuatin DAM itu antara Robatal dan Kedungdung,” ujar Harun Al Rasyid. FPBI Sampang bersama beberapa teman LSM dan media pernah menanam pohon Februari 2014.

Ketika itu, mereka menanam pohon di hulu DAS Kemuning. Paling tidak tanaman yang berbuah, yang tahan kemarau. Gerakan Menanam Sejuta Pohon Cegah Banjir Sampang ini dilakukan pada akhir Februari 2014.

“Waktu tu kita akan undang orang-orang Madura di Jakarta, pejabat di kementrian, perwakilan dari negara sahabat. Kita ingin membuktikan bahwa Madura sampai sekarang ini masih miskin, gak punya apa-apa. Kita berharap agar pemerintah membantunya,” lanjutnya.

Solusi banjir Sampang versi FPBI dirumuskan: harus ada hutan resapan di daerah hulu, dam kontrol sebagai pengatur masuknya debit air ke hilir, ada pompa air untuk membantu keluarnya air ke laut, normalisasi DAS Kemuning di hilir, dan perbaikan saluran drainase kota.

Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis,    

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, UU Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana alam.

Di Sampang, sekarang ini dihadapkan pada sebuah bencana alam yakni bencana banjir bandang, banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

Yang setiap tahun sering terjadi di Sampang sangatlah ironis, karena bencana tahunan ini sering terjadi hingga ini belum ada pemikiran serta penaggulan bencana yang sangat dahsyat itu. Dalam hal ini baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat belum memberikan solusinya.

Menurut Harun Al Rasyid, dari tahun ke tahun bencana banjir ini sering terjadi di Sampang yang mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit dialami masyarakat Sampang, baik materi maupun terkadang nyawa melayang karena banjir.

Beberapa tahun yang lalu pernah ada peristiwa seorang bocah meninggal sebagai akibat tersedot pusaran air banjir tersebut. “Apakah kita akan membiarkan persolan seperti ini menjadi berlarut larut, apakah kita akan membiarkan korban jiwa lagi pada tahun-tahun berikutnya,” lanjutnya.

Secara topografis, Sampang mempunyai DAS Kemining. Sungai ini hulunya ada di daerah anti klinal dengan kemiringan yang sangat fantastis dengan tinggi dari permukaan laut (dpl) 200 m.

Tanahnya mayoritas adalah lempung (tanah liat) kedap air, sedangkan air hujan mengalir dari beberapa kecamatan antara lain: Banyuatas selatan, Robatal, Karang Penang, Kedungdung, dan Sampang Kota pada muaranya.

Sedangkan di daerah tersebut hampir tidak ada resapan air hujan yang berupa hutan. Jadi, takala turun hujan yang sangat lebat sampai 24 jam, maka yang terjadi DAS Kemuning ini akan penuh dan siap dialirkan ke Sampang.

Di Sampang sendiri muara dari DAS Kemuning terjadi pendangkalan, akibat menumpuknya material lumpur bawaan erosi banjir tersebut. Dan, hal ini diperparah lagi dengan kota Sampang lebih rendah dpl.

“Data yang ada di Sampang adalah 0,8 m dpl. Jadi banjir ketemu rob air laut pasang klop-lah kejadiannya,” ungkap Harun Al Rasyid.

***