Pisowanan kemaren memang diatur begitu rupa oleh Mbakadmin sehingga hanya orang-orang tertentu yang diberi tahu.
Saya sudah lama mendengar nama nDalem Kapitikan, sebuah padepokan tempat berkumpulnya para orang yang agak "jadzab" (alias "miring" menuju Allah) di Sleman, Jokja. Di padepokan inilah wali yang "mbaureksa" laut selatan, yaitu Triwibowo Budi Santoso alias Mbahnyutz sering medhar-sabdho, didampingi oleh Prop Picoes Agus Affianto, wali yang ditugasi untuk memelihara "tanduran", tapi pura-pura jadi dosen pertanian di UGM.
Sebagai selingan: kalau laut selatan dijaga Mbanyutz, laut bagian utara alias Laut Jawa di-"doproki" dan dijaga oleh Mbah Zainal Wong Wongan yang masyhurnya melintasi Selat Malaka sampai ke negeri Malabar dan Goa.
Kemaren, atas izin Gusti Ingkang Agawe Urip, saya berkesempatan sowan ke nDalem Kapitikan ini -- impian yang sudah lama saya dambakan bisa terwujud. Pisowanan kemaren menjadi lebih lengkap lagi karena saya menyertai Mbahkakung alias Gus Mus.
Tentu saja, "polisi swasta" alias Mbakadmin Ienas Tsuroiya ikut mendampingi dan mengawal kami (gelar "polisi swasta" ini dianugerahkan langsung oleh Mbahkakung kepada Mbakadmin tanpa upacara rame-rame).
Kami memang tidak memberi tahu dari awal jika kami akan datang bersama Mbahkakung, karena itu pesan beliau sejak awal; biar menjadi "kejutan." Sebetulnya niat Mbahkakung untuk silaturahmi ke nDalem Kapitikan ini juga muncup mendadak. Jadi begini kisahnya.
Saya mengabarkan kepada Mbahkakung bahwa lebaran kemaren, wali "madhyang-dolan" yang kewaliannya hanya diketahui oleh para orang khawass alias khusus saja, yaitu Pakdhe Paryono Mung, ziarah ke makam Mbah Bisri Mustofa (ayahanda Gus Mus), sekaligus juga ziarah ke makam isteri Gus Mus yang dimakamkan di kompleks yang sama. Usai ziarah, Pakdhe Mung mau sowan kepada Gus Mus, tetapi tidak berani. "Polisi swasta" yaitu Mbakadmin belum mengizinkan. Gus Mus masih lokdon, belum terima tamu.
Begitu mendengar kisah saya ini, Mbahkakung tampaknya merasa kasihan karena telah membikin "gelo" alias kecewa kepada Pakdhe Mung. Lalu beliau usul: "Sudah begini saja. Kamu bilang kepada Mbah Mung, kalau kamu mau ke nDalem Kapitikan. Pasti dia akan nyusul. Tapi jangan bilang kalau saya ikut."
Lalu Mbakadmin segera meng-eksekusi rencana itu. Dia telp Pakdhe Mung bahwa saya dan Mbakadmin akan sowan ke nDalem Kapitkan. "Siapppp, kami akan menyusul dengan diajeng skupi," kata Pakdhe Mung. Berangkatlah dia dari Semarang, bersama isteri tercintanya, menuju Jokja, menaiki montor kesayangannya: Honda Scoopy.
Dia belum tahu jika yang akan dia temui adalah Gus Mus, lengkap bersama anak, menantu, dan cucu-cucu: ada Mbakadmin, Mbak Almas Mustofa, Mbak Raudloh Quds (dua puteri Gus Mus) dan Kiai Achmad Shampton Masduqie (adik ipar saya).
Begitulah, akhirnya kami sampai di nDalem Kapitikan yang terletak di kawasan Wedamartani, Sleman, Jokja. Kami ngobrol sekitar satu jam di sana. Menjelang Maghrib, kami akhirnya pamit. Kehadiran Gus Mus ke ndalem ini, antara lain, diniatkan untuk "membayar kekecewaan" Pakdhe Mung. Ini sekaligus mendandakan betapa spesialnya Pakdhe Mung di mata Mbahkakung.
Menyertai percakapan kami kemaren Gus Irfan Nuruddin, wali yang pura-pura dagang batik. Ada juga Kang Blontank Poer, wali yang pura-pura menjadi sopir para selebriti yang datang dari Jakarta untuk "blusukan nyari makan" di Solo. Ada juga Kiai Achmad Munjid, wali yang pura-pura jadi dosen di UGM, tapi dia datang terlambat, sehingga tak sempat bertemu Gus Mus.
Pisowanan kemaren memang diatur begitu rupa oleh Mbakadmin sehingga hanya orang-orang tertentu yang diberi tahu. Orang-orang yang kedatangannya potensial membawa umat banyak, seperti Mas Abdul Gaffar Karim, sengaja tidak kami beri tahu, supaya tidak mengundang keramaian. Mohon maaf, Mas Gaffar. Lain kali, "dosa pertemanan" ini akan kami bayar dengan cara lain yang tak kalah seru.
Saya merasakan, itu adalah hari spesial dalam hidup saya: bertemu dengan para "wali mastur."
Selamat merayakan Hari Lahir Pancasila!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews