Berapa Angka Psikologis Kematian Indonesia Akibat Corona?

Salah satu bagian paling penting untuk menekan angka kematian, prioritaskan untuk melindungi para orang tua atau manula kita.

Rabu, 18 Maret 2020 | 10:21 WIB
0
219
Berapa Angka Psikologis Kematian Indonesia Akibat Corona?
Social Distance (Foto: Genpi.co)

Berkaitan dengan coronavirus, Indonesia ini sudah dianugerahi banyak keberkahan, sehingga penyebaran virus tidak sebesar dan secepat negara-negara episentrum, seperti China, Iran, Itali, dll.

Pertama, negara khatuliswa. Dengan suhu tropis kurang lebih 37°C, membuat tingkat kemampuan hidup virus lebih rendah dibandingkan di negara-negara empat musim yang sekarang sedang menghadapi musim dingin.

Kedua, negara kepulauan dan perairan. Di negara-negara episentrum seperti China, Eropa, Iran atau negara Mediterania dan Timur Tengah, dan Amerika, semua negara tsb terdiri dari daratan, sehingga mempermudah orang-orang untuk bermobilisasi hingga lintas negara, dengan demikian sangat mempermudah virus menyebar secara cepat hingga menjadi pandemik global.

Sementara geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan perairan, mengurangi tingkat mobilisasi orang antar wilayah.
Dengan kondisi geografis seperti ini plus kondisi ekonomi dan budaya, menyebabkan tingkat perjalanan orang yang pergi ke luar negeri juga rendah, dan ini sangat mengurangi potensi masyarakat terpapar dari warga negara lain yang menjadi episentrum.

Ketiga, bonus demografi. Populasi penduduk yang dimayoritasi oleh usia milenial, juga menguntungkan Indonesia, karena para manula yang lebih memiliki potensi terpapar hingga ke kematian. Kaum milenial sama memiliki potensi terpapar namun dengan tingkat kesembuhan yang sangat tinggi, sehingga kecil untuk menambah angka kematian.

Negara-negara lain yang 'menuding' Indonesia seharusnya memiliki tingkat keterpaparan lebih tinggi dari yang tercatat, sepertinya tidak mempertimbangkan faktor-faktor di atas. Termasuk mereka yang sering membandingkan Indonesia dengan negara luar tanpa menggunakan parameter apa-apa.

Jika negara A melakukan kebijakan demikian dan demikian, maka Indonesia harus melakukan hal sama. Padahal ada perbedaan-perbedaan karakteristik, sehingga satu kebijakan yang sama belum tentu tepat jika dilaksanakan di Indonesia.

Tapi dengan sikap mental penduduk Indonesia yang justru berpolarisasi dalam situasi wabah seperti ini, membuat keberkahan di atas jadi seperti tidak berarti sama sekali.

Padahal dengan kelebihan-kelebihan di atas, plus jika kita melakukan sinergi yang baik antar semua elemen bangsa ABCG (Akademisi, Bisnis, Community & Government) seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain seperti China, Korsel, Jepang, maka mungkin kita bisa menekan jumlah pertambahan pasien, sebagaimana negara-negara tadi yang memiliki tren terus menurun atau tidak bertambah.

Bisakah kita melakukan sinergi ini? Bisakah semua pihak saling support dan tidak saling mengeluarkan kalimat-kalimat negatif kepada pihak lain?

Misalnya masyarakat menuding pemerintah tidak siap, menyalahkan RS tidak memberikan pelayanan yang baik, media alih-alih menjalankan fungsi humanity-nya justru membuat keriuhan demi mencari keuntungan materi, pemerintah tidak mendapatkan kerjasama yang baik dari masyarakat untuk mengikuti himbauan dan kebijakan yang dibuat, dst, dst...

Bisakah kita hentikan sikap negatif ini mulai dari sekarang dan merubahnya menjadi sikap optimistik?

Namun demikian, dengan keberkahan yang dimiliki bangsa ini, saya memprediksi Indonesia tidak akan mengalami angka psikologis terlalu tinggi seperti prediksi pada negara-negara Barat, mungkin hanya sekitar 100-200an-death. Semoga.

Mengapa prediksi saya cukup rendah? Sekali lagi, karena karakteristik yang dimiliki bangsa ini yang berbeda dengan negara-negara lainnya.

Dilihat secara faktual, virus corona menyebar aktif di pusat-pusat perputaran uang, karena berkaitan dengan mobilisasi manusia.
Dan pusat perputaran uang di Indonesia tidak banyak, 70% berada di ibukota DKI Jakarta dan sisanya di kota-kota besar & kota-kota wisata, serta wilayah pesisir.

Hal ini bisa dilihat dari peta persebarannya. Sejak muncul pertama tanggal 2 Maret hingga sekarang atau selama 2,5 bulan ini jika dihitung dari kemunculan pertama di China, tidak mengalami banyak pergerakan, masih di wilayah yang sama. Yaitu di Pulau Jawa dengan DKI Jakarta sebagai episentrum, kemudian menyusul kota-kota penyangganya, seperti Depok, Bekasi, Tangerang, Banten, kemudian Cianjur, Cirebon, Solo, Jogja, dan di luar Pulau Jawa yaitu Bali, Pontianak dan Menado.

Ke depan tidak akan banyak penambahan wilayah baru, karena virus akan selalu menyebar mengikuti pola mobilisasi manusianya. Selama polanya tidak berubah, maka tidak akan meluas.

So, ingin menekan jumlah kasus baru? Lakukan social distancing secara bertanggung jawab. Lakukan self-isolation atau isolasi diri anda secara mandiri. Seperti belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah.

Dan salah satu bagian paling penting untuk menekan angka kematian, prioritaskan untuk melindungi para orang tua atau manula kita. Jaga kesehatan mereka, terutama lagi jika memiliki penyakit, usahakan mengisolasi diri di rumah saja. Termasuk menjaga kesehatan kita sendiri sebagai kaum muda agar tidak menjadi carrier bagi orang tua kita di rumah.

Ini adalah bentuk social responsibility anda.

Dibandingkan anda teriak lokdan lokdon. Unfaedah.

***