Setelah sekian lama "terbiasa" dengan istilah rekayasa sosial, pendapat Tamrin Amal Tamagola yang mempersoalkan kembali konsep itu sangat penting untuk didiskusikan kembali.
"....Kalau cinta bisa direkayasa...!?" itu bunyi bait lagu dangdut populer beberapa waktu lalu. Memang istilah "rekayasa" begitu populer !
Tapi kali ini mari kita sedikit serius bicara makna istilah tersebut.
Tulisan saya tentang sosok "maestro" sejarawan Ong Hok Ham, mengungkap kembali pengalaman ketika mengedit tulisan-tulisan Ong di Jurnal Prisma.
Dalam suatu tulisannya Ong memakai konsep "permesinan sosial", sebagai terjemahan atau padanan dari konsep "social engineering".
Saat itu, awal 1980-an, terjemahan Ong tersebut, "permesinan sosial", dianggap tidak tepat, janggal, bahkan ditertawakan.
Tak lama setelah itu pakar bahasa Indonesia Anton M. Moeliono memunculkan istilah baru, "rekayasa sosial" sebagai padanan dari "social engineering."
Sejak itulah istilah rekayasa sosial secara resmi diterima dan digunakan secara luas hingga kini (bersamaan dengan istilah "rekayasa politik").
Apakah konsep "rekayasa sosial" merupakan padanan yang tepat dari "social engineering"? Bahkan apakah sebagai suatu konsep ilmu sosial, makna yang terkandung dalam konsep "social engineering" itu sendiri sudah benar?
Sosiolog Prof Dr Tamrin Amal Tomagola (TAT) mempunyai pendapat yang berbeda. Selain kurang sependapat dengan makna yang terkandung dalam konsep "social engineering", pak TAT juga menilai istilah "rekayasa sosial" dari Anton M. Moeliono kurang tepat.
Sebaliknya terjemahan Ong yaitu "permesinan sosial" dianggap lebih tepat, lebih mampu menangkap "roh" dari konsep social engineering.
Setelah sekian lama "terbiasa" dengan istilah rekayasa sosial, saya menganggap pendapat Pak TAT yang mempersoalkan kembali konsep itu sangat penting untuk didiskusikan kembali.
Berikut saya muat ulang tanggapan pak TAT atas tulisan saya tentang Ong Hok Ham: ...
"Bung Manuel Kaisiepo,
Banyak sosiolog, termasuk saya dan Ignas Kleden, sangat tidak nyaman dengan konsep 'social engineering'.
Mengapa? Paling kurang ada tiga alasan.
Pertama, sangat kental aroma "instrumental rationality" (Weber) dalam benak "social engineering". Masyarakat direduksi hanya sekedar 'aggregate of nuts and bolts' semata;
Kedua, sangat berwatak teknokratis, mainan kutak-katik elit terpelajar terhadap massa sosial yang perlu 'diarahkan', rejim otoriter seperti Orba antusias dengan konsep jenis ini;
Ketiga, konsep ini sangat 'reductionist', dosa serius dalam keilmuwan, mereduksi realita dinamika sejarah sosial yang begitu kompleks disusutkan dalam sejumlah variabel dan determinan yang sejauh itu mampu dikenali.
Atas dasar keberatan2 di atas, saya sangat terkesan dengan istilah ciptaan Ong: PERMESINAN SOSIAL.
Brilian, istilah ini bukan saja jeli menangkap "roh" dari 'social engineering' tapi juga sekaligus membuka kedok jatidiri istilah yang sangat 'pejorative' terhadap kemanusiaan itu.
Sebaliknya, Anton Moelyono, rekayasa sosial menyembunyikan hakekat sebenarnya, penghalusan, dari istilah 'social engineering' yang banal itu.
Istilah Permesinan Sosial dari Sejarawan Maestro Alm Ong itu jujur, setia pada makna konotatitif 'social engineering'. May you RIP Bung Ong" .
(Demikian tanggapan pak TAT).
Pendapat Prof Tamrin Amal Tomagola di atas telah membuka suatu perspektif pemahaman baru. Perspektif baru ini sangat penting untuk didiskusikan lebih lanjut.
Silahkan.....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews