Konsep "Social Engineering" Itu Rekayasa Sosial atau Permesinan Sosial?

Setelah sekian lama "terbiasa" dengan istilah rekayasa sosial, pendapat Tamrin Amal Tamagola yang mempersoalkan kembali konsep itu sangat penting untuk didiskusikan kembali.

Rabu, 24 Juli 2019 | 08:14 WIB
0
258
Konsep "Social Engineering" Itu Rekayasa Sosial atau Permesinan Sosial?
Tamrin Amal Tamagola (Foto: Beritasatu.com)

"....Kalau cinta bisa direkayasa...!?" itu bunyi bait lagu dangdut populer beberapa waktu lalu. Memang istilah "rekayasa" begitu populer !

Tapi kali ini mari kita sedikit serius bicara makna istilah tersebut.

Tulisan saya tentang sosok "maestro" sejarawan Ong Hok Ham, mengungkap kembali pengalaman ketika mengedit tulisan-tulisan Ong di Jurnal Prisma.

Dalam suatu tulisannya Ong memakai konsep "permesinan sosial", sebagai terjemahan atau padanan dari konsep "social engineering". 

Saat itu, awal 1980-an, terjemahan Ong tersebut, "permesinan sosial", dianggap tidak tepat, janggal, bahkan ditertawakan.

Tak lama setelah itu pakar bahasa Indonesia Anton M. Moeliono memunculkan istilah baru, "rekayasa sosial" sebagai padanan dari "social engineering."

Sejak itulah istilah rekayasa sosial secara resmi diterima dan digunakan secara luas hingga kini (bersamaan dengan istilah "rekayasa politik").

Apakah konsep "rekayasa sosial" merupakan padanan yang tepat dari "social engineering"? Bahkan apakah sebagai suatu konsep ilmu sosial, makna yang terkandung dalam konsep "social engineering" itu sendiri sudah benar?

Sosiolog Prof Dr Tamrin Amal Tomagola (TAT) mempunyai pendapat yang berbeda. Selain kurang sependapat dengan makna yang terkandung dalam konsep "social engineering", pak TAT juga menilai istilah "rekayasa sosial" dari Anton M. Moeliono kurang tepat.

Sebaliknya terjemahan Ong yaitu "permesinan sosial" dianggap lebih tepat, lebih mampu menangkap "roh" dari konsep social engineering.

Setelah sekian lama "terbiasa" dengan istilah rekayasa sosial, saya menganggap pendapat Pak TAT yang mempersoalkan kembali konsep itu sangat penting untuk didiskusikan kembali.

Berikut saya muat ulang tanggapan pak TAT atas tulisan saya tentang Ong Hok Ham: ...

"Bung Manuel Kaisiepo,

Banyak sosiolog, termasuk saya dan Ignas Kleden, sangat tidak nyaman dengan konsep 'social engineering'. 

Mengapa? Paling kurang ada tiga alasan.

Pertama, sangat kental aroma "instrumental rationality" (Weber) dalam benak "social engineering". Masyarakat direduksi hanya sekedar 'aggregate of nuts and bolts' semata;

Kedua, sangat berwatak teknokratis, mainan kutak-katik elit terpelajar terhadap massa sosial yang perlu 'diarahkan', rejim otoriter seperti Orba antusias dengan konsep jenis ini;

Ketiga, konsep ini sangat 'reductionist', dosa serius dalam keilmuwan, mereduksi realita dinamika sejarah sosial yang begitu kompleks disusutkan dalam sejumlah variabel dan determinan yang sejauh itu mampu dikenali.

Atas dasar keberatan2 di atas, saya sangat terkesan dengan istilah ciptaan Ong: PERMESINAN SOSIAL.
Brilian, istilah ini bukan saja jeli menangkap "roh" dari 'social engineering' tapi juga sekaligus membuka kedok jatidiri istilah yang sangat 'pejorative' terhadap kemanusiaan itu.

Sebaliknya, Anton Moelyono, rekayasa sosial menyembunyikan hakekat sebenarnya, penghalusan, dari istilah 'social engineering' yang banal itu. 

Istilah Permesinan Sosial dari Sejarawan Maestro Alm Ong itu jujur, setia pada makna konotatitif 'social engineering'. May you RIP Bung Ong" .

(Demikian tanggapan pak TAT).

Pendapat Prof Tamrin Amal Tomagola di atas telah membuka suatu perspektif pemahaman baru. Perspektif baru ini sangat penting untuk didiskusikan lebih lanjut.

Silahkan.....

***