Sebegitu Tololnyakah Kita [2] Kebelet Dirikan Negara Berbasis Khilafah

saat ini ada tiga kelompok pengasong khilafah yang masih eksis, yaitu Al-Qaedah, ISIS, dan Hizbut Tahrir. Mereka semua menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kekuasaan.

Sabtu, 17 Agustus 2019 | 07:11 WIB
0
555
Sebegitu Tololnyakah Kita [2] Kebelet Dirikan Negara Berbasis Khilafah
Ilustrasi pendukung khilafah (Foto: Redaksi Indonesia)

Masih ada saja beberapa orang yang mampir ke status saya berkomentar membela syariahisasi Indonesia dengan menunjukkan betapa tololnya komentar mereka. Yang marah dan mengeluarkan kata-kata makian jelas saya tendang dari status saya. Orang semacam itu terlalu parah tololnya dan bisa menular ke yang lain. 

Baiklah…

Mari saya tunjukkan lagi betapa ngawurnya argumentasi tentang perlunya sebuah negara berbasis khilafah. 

PERTAMA, Anda harus tahu bahwa Nabi Muhammad sama sekali tidak pernah meminta atau menyuruh siapa pun sahabatnya untuk mendirikan negara sesudah wafatnya beliau. Tidak ada satu pun sahabatnya yang mendapat mandat untuk mendirikan kekhalifahan atau meneruskan kepemimpinan beliau.

Khalifah Abu Bakar yang menjadi Khalifah pertama yang menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad tidaklah mendapat mandat dari Rasulullah sendiri. Abu Bakar dibaiay oleh para sahabat setelah mereka bertengkar dan saling berebut untuk menjadi pemimpin umat Islam. Itu pun tidak dengan suara bulat karena Ali r.a. tidak ikut membaiatnya dan enam bulan kemudian baru berbaiat.

Jadi berdirinya kekhilafahan Islam sejak awal sama sekali bukan amanat dari Rasulullah melainkan sekedar IJTIHAD dari para sahabat.

Jadi kalau ada sekelompok orang yang ngotot ingin mendirikan khilafah dengan alasan bahwa itu adalah perintah dari Tuhan atau dari Nabi Muhammad tolong digrujug air es kepalanya agar sadar. Orang ini sudah kerasukan pikiran sesat yang ditanamkan oleh orang-orang yang sudah keracunan virus khilafah.

Jadi, bahkan Abu Bakar sendiri pun menjadi khalifah bukan karena amanat dari Rasulullah melainkan kesepakatan bersama dari umat Islam pada saat itu (itu pun "tidak semua sepakat").

Kalau seandainya Nabi memang telah memberi mandat atau petunjuk soal apa dan bagaimana sistem kepemerintahan sesudah beliau maka tentulah umat Islam tidak akan bertengkar soal siapa yang harus menjadi khalifah setelah beliau wafat. Mereka justru bertikai soal siapa yang harus menjadi pemimpin umat Islam sepeninggal Nabi karena memang samasekali tidak ada petunjuk atau amanat dari Nabi soal ini.

Begitu mendengar Rasulullah wafat umat Islam langsung terbelah. Ada dua kelompok yang langsung bertikai soal siapa yang harus berkuasa ini, yaitu kelompok Anshar dan Muhajirin. Masing-masing menganggap kelompok merekalah yang paling berhak untuk mewarisi kepemimpinan yang ditinggalkan oleh Rasulullah meski pun tidak mendapat mandat.

Golongan Anshar menggabungkan diri kepada Said b. ‘Ubada; pihak Muhajirin, menggabungkan diri kepada Abu Bakr. Sementara Ali b. Abi Talib, Zubair ibn’l-‘Awwam dan Talha b. ‘Ubaidillah tidak ikut dalam kedua kelompok tersebut dan masuk ke rumah Fatimah, di mana jenazah Nabi berada. Ali r.a. baru berbaiat setelah Fatimah istrinya, yang juga anak kesayangan Nabi, meninggal berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik. Untuk kisah ini sila baca tulisan saya ini

Jadi kalau Anda percaya bahwa ada perintah suci dalam Alquran dan dari Nabi Muhammad soal kewajiban mendirikan negara Islam berdasarkan sistem khilafah maka itu artinya Anda memang tidak pernah membaca sejarah Islam sehingga dengan mudahnya dibodohi oleh para pengasong khilafah.

Khilafah historis yang pernah ada setelah masa Khulafaur Rasyidun adalah sesungguhnya KERAJAAN, dan Islam tidak membawa konsep tentang bentuk/sistem pemerintahan tertentu. Maka tidak ada kewajiban mendirikan khilafah sebagai lembaga politik-kekuasaan. Jangan jadi muslim yang tolol karena tidak pernah belajar tentang sejarah Islam itu sendiri. 

KEDUA, apakah kalau negara itu berdasarkan kekhilafahan, seperti yang pernah dialami oleh umat islam di zaman para sahabat dan kekhilafahan ala dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah, Usmaniyah, maka kehidupan akan tenang, tentram, adil, sejahtera, sentosa, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? Tidak!

Umat Islam akan tetap saja saling berebut kekuasaan dan tidak peduli jika harus saling bantai dan bunuh membunuh. Itu adalah sejarah. Lha wong khalifahnya sendiri kalau perlu mereka bunuh demi mendapat kekuasaan kok. Jangankan lagi khalifah, lha wong cucu Nabi Muhammad sendiri saja dibantai oleh sesama umat Islam saking bengisnya dan kerasnya keinginan mereka untuk berkuasa.

Sejarah membuktikan bahwa untuk politik kekuasaan umat Islam tidak segan untuk membunuh khalifahnya sendiri. Jadi omong kosong kalau ada yang mengatakan bahwa umat Islam akan patuh dan bersatu jika memiliki khalifah atau berada dalam sistem khilafah. Bohong besar!

Khulafaur Rasyidin atau Khalifah yang Empat adalah khalifah terbaik yang dimiliki oleh umat Islam tapi toh umat Islam membangkang, berkhianat melawan khalifahnya sendiri, berperang dengan sesama muslim, dan bahkan membunuh khalifah-khalifahnya demi politik kekuasaan.

Imam Besar Al- Azhar Mesir Syekh Ahmed Tayyeb menyatakan bahwa mendirikan khilafah adalah upaya membuang-buang waktu. Bukannya umat dan negara Islam menjadi maju malah mundur berabad-abad.

Bukan hanya itu, Syekh Ahmed Tayyeb juga berpandangan bahwa sistem khilafah berpotensi menimbulkan konflik dan perseteruan di tengah umat Islam.

Konteks umat Islam saat ini sudah berbeda seratus persen dengan konteks umat Islam di masa lalu. Kecenderungan mereka mengafirkan yang tidak menerapkan sistem khilafah menjadi persoalan serius karena dapat memecah belah umat Islam.

Jadi kalau ada yang nggedabrus bahwa para pengasong khilafah tidak akan menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kekuasaan maka tolong jangan dipercaya.

Hanya orang tolol yang mau terjatuh ke lobang yang sama sampai berkali-kali meski sudah diingatkan. Anda jelas tidak termasuk orang tolol tersebut, kan?

Anda bisa lihat bahwa saat ini ada tiga kelompok pengasong khilafah yang masih eksis, yaitu Al-Qaedah, ISIS, dan Hizbut Tahrir. Mereka semua menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kekuasaan.

Hizbut Tahrir ditengarai terlibat dalam beberapa kudeta di Timur-Tengah. Menurut Musa Kaylani (2014), pada dekade 60-an aktivis Hizbut Tahrir terlibat dalam kudeta di Jordania dan dekade 70-an di Tunisia. Pada 1974 juga para aktivis Hizbut Tahrir terlibat dalam kudeta di Mesir.

Para pengebom bunuh diri yang selama ini mengacau banyak negara adalah para pemimpi sorga ala khilafah. Banyak orang Indonesia yang tertipu oleh rayuan khilafah ISIS di Suriah. Kini setelah mengetahui sendiri betapa tololnya mereka mempercayai janji surga kekhilafahan ISIS mereka kini merengek-rengek minta dipulangkan ke Indonesia. Nah lo…! Setelah sadar betapa tololnya mereka mempercayai janji sorga khilafah kini mereka sadar ternyata Indonesia itu lebih baldattun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sila baca ini untuk mengetahuinya. 

Makanya Gus Dur pernah mengatakan bahwa “Jargon memperjuangkan Islam sebenarnya adalah memperjuangkan suatu agenda politik tertentu dengan menjadikan Islam sebagai kemasan dan senjata. Langkah ini sangat ampuh karena siapa pun yang melawan mereka akan dituduh melawan Islam. Jadi mereka itu memanipulasi Islam untuk agenda politik mereka. (Ilusi Negara Islam hal 19).”

KETIGA, darimana Anda tahu dan percaya bahwa sistem khilafah itu memang indah, gemerlap, ciamik soro, sorga dunia, pokoknya top deh…? Lha wong orang Indonesia itu sama sekali tidak punya sejarah mengalami zaman kekhilafahan dan cuma baca-baca buku dan dengarkan ustad yang ustad itu sendiri juga tidak pernah mengalami.

Ada banyak negara yang dulunya bangsanya pernah mengalami zaman khilafah. Saya sebutkan tiga saja, yaitu India, Turki, dan Arab Saudi. Arab Saudi jelas pusatnya kekhalifahan sejak awal. India sendiri pernah mengalami masa kekhalifahan yang gemilang di bawah Kesultanan Mughal yang berdiri antara tahun (1526-1858 M). Itu sebabnya banyak umat Islam di India. Pakistan yang negara Islam sendiri adalah pecahan dari India. Bangladesh yang negara Islam adalah pecahan dari Pakistan.

Turki adalah pusat dari kekhilafahan Ustmani atau Ottoman. Dinasti Ottoman dikenal sebagai kerajaan Islam terbesar di Turki yang mampu bertahan di antara benua Asia dan Eropa hingga lebih dari 600 tahun. Jadi mereka benar-benar paham seperti apa sistem khilafah itu lha wong mereka yang mengalami kejayaan (dan tragedinya) kok!

Tapi apakah mereka kemudian tidak tertarik untuk kembali ke zaman khilafah yang katanya gilang gemilang beraroma sorgawi itu? Tidak….! Nehi…! La…! Bahkan Turki lebih memilih menjadi negara sekuler dan bahkan tidak menjadikan Islam sebagai agama negara. Jadi negara Turki yang dipuja-puja oleh para pengasong khilafah itu bukanlah negara Islam dan jelas-jelas adalah negara sekuler.

Jadi sungguh aneh kelakuan para pengasong khilafah itu. Katanya mau mendirikan negara Islam dengan sistem khilafah tapi kok malah memuja-muja negara Turki yang sekuler. Kan mending memuja Brunei Darussalam yang jelas-jelas negara Islam. 

Jadi apa sebenarnya yang membuat kita orang Indonesia yang sama sekali tidak pernah mengalami sistem khilafah tiba-tiba ujug-ujug dumadakan pingin menjadikan negara kita jadi negara khilafah? Lha wong negara-negara yang sudah mengalaminya beratus tahun malah tidak ada yang tertarik untuk kembali menjadi negara khilafah. Sebetulnya Anda itu menderita kegilaan dan kepekokan nomor berapa kok tiba-tiba gandrung pada sistem khilafah yang tidak pernah dirasakan oleh nenek moyang Anda? 

Khilafah yang dipahami sebagai kekuasaan politikatau lembaga politik-pemerintahan memang merupakan bahasan dalam keilmuan Islam. Ada beberapa ulama yang menganggapnya sebagai sebuah kewajiban bagi umat Islam. Tapi itu kanhanya mendapat beberapa ulama. Itu bukanlah kesepakatan ulama. Hanya beberapa ulama yang berpendapat demikian seperti Rasyid Ridha (w. 1935), Abul Kalam Azad (w. 1958), dan An-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, (w. 1977).

Mereka menginginkan Sistem Khilafah didirikan kembali sejak pembubaran Kekhalifahan Utsmany oleh Kemal Ataturk di Istanbul Turki pada 1924. Pendirian Khilafah sebagai lembaga dan sistem politik sudah lama dikritik termasuk oleh Ibnu Khaldun (w. 1406), Abduh (w. 1905), dan Ali Abd Raziq (w. 1960). Jadi bagaimana mungkin ijtihad yang merupakan ide pemikir tertentu bisa disebut sebagai ‘ajaran Islam’?

Sebelum merdeka ada sebagian ulama yang menginginkan agar Indonesia menjadi negara Islam. Tetapi Konsep Negara Islam yang dulu diperjuangkan oleh umat Islam pada zaman itu adalah berbeda dengan konsep khilafah yang diperjuangkan oleh HTI. Jadi sebenarnya mereka tidak memperjuangkan konsep yang sama.

Bagi HTI konsep negara Islam yang berdasarkan nasionalisme itu thagut dan mereka tolak. Mereka tidak menginginkan Negara Islam Indonesia yang berdasarkan nasionalisme yang bersekat dengan negara Islam lainnya. Jadi meski pun sama-sama menginginkan berdirinya negara Islam tapi mereka menginginkan negara Islam yang berbeda. Apa yang diusung oleh Hizbut Tahrir jelas sistem khilafah impor dari negara asing.

Jadi jangan heran jika sama-sama pendukung khilafah juga punya konsep khilafah yang berbeda. Itu sebabnya ISIS, Al-Qaeda, Hizbut Tahrir tidak mungkin bisa bersatu karena meski pun sama-sama menginginkan negara Islam tapi mereka punya konsep negara islam dan kekhilafahan yang berbeda dan tidak bisa dikompromikan.

Dan mereka sama-sama bersikeras bahwa hanya sistem negara Islam mereka yang paling benar dan sistem lainnya adalah sesat. Soal saling tuding sesat dan menyesatkan memang biasa terjadi di kalangan sesama pengasong khilafah.

Ada beberapa orang yang marah karena katanya saya hanya menuliskan keburukan dari negara-negara Islam. Ini seolah saya benci pada negara Islam atau bahkan pada Islam itu sendiri. Pemikiran semacam itu jelas adalah jenis penyakit gila bin pekok no 27. Mereka lalu bertanya mengapa saya tidak menyebut-nyebut negara-negara Islam kaya macam Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, Brunei, Arab Saudi, dll.

Bukankah mereka adalah negara-negara Islam yang kaya raya dan rakyatnya tentram dan damai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? Betul sekali. Tidak semua negara Islam itu miskin dan isinya perang melulu. Ada beberapa negara Islam yang kaya raya dan rakyatnya hidup dengan tentram dan damai.

Tapi, dengarkan wahai pekok…, tak ada satu pun negara tersebut yang tertarik untuk mengubah negara mereka menjadi negara dengan sistem khilafah. Tak satu pun! Semua negara yang saya sebutkan di atas adalah negara kerajaan yang pemimpinnya tak satu pun yang disebut dengan KHALIFAH.

Negara mereka kaya raya juga bukan karena sistem hukum Islamnya. Jadi tidak ada hubungan antara kekayaan negara mereka dengan sistem hukum Islamnya. Mereka juga tidak sudi negaranya diubah menjadi negara bersistem khilafah ngawur ala Al—Qaedah, ISIS, dan Hizbut Tahrir tersebut. Negara-negara Timur Tengah bahkan bersepakat melarang berdirinya Hizbut Tahrir termasuk di Jordania yang sebetulnya merupakan tempat lahirnya organisasi ini.

Jadi bahkan di negara lahirnya sejak pertama kali mendaftar pada 1952 sebagai partai politik, Hizbut Tahrir langsung ditolak oleh pemerintah Jordania.

Jadi apa sebenarnya basis atau dasar dari kengototan para pengasong khilafah ini yang membuat mereka membutakan mata dan hati mereka untuk tetap memperjuangkan agenda menjadikan Indonesia sebagai negara Islam? 

Mengapa ada banyak umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, yang menginginkan kembalinya era khilafah? Faktor utamanya, saya rasa, adalah karena mereka merasa bahwa umat Islam saat ini kalah dari umat lain. Mereka merasa terpinggirkan, termarjinalisasi, ketinggalan kereta, miskin, tak memiliki kekuasaan, dikuyo-kuyo, dlsb.

Faktanya negara-negara Islam saat ini memang kalah maju dan makmur dibandingkan dengan negara-negara sekuler atau bahkan dengan negara komunis. Apalagi dengan negara Israel yang Yahudi tersebut. Kalah total. Silakan baca artikel ini.

Kalau tidak suka membaca akibatnya ya seperti ini. Banyak umat Islam yang keracunan virus khilafah yang sangat sulit disembuhkan. Kalian tidak termasuk mereka kan…?! 

Surabaya, 7 Agustus 2019

(Selesai)

Salam,  Satria Dharma

***