Jadi kalau ada warga Jakarta menuntut Anies bertindak ngurusin banjir, itu namanya warga yang dzalim. Membebani orang di luar kuasanya.
Jakarta banjir. Kita gak kaget. Air memang gak berubah dari dulu. Selalu mencari tempat terendah. Jakarta di ujung laut. Posisinya rendah.
Logika itu juga yang harus digunakan ketika bermaksud menangani banjir. Sungai yang menumpuk sampah harus dikerok agar jalannya air lancar. Gorong-gorong kudu dibersihkan. Bantaran kali diperlebar. Dibuat jalur inspeksi. Biar mudah dipantau.
Itu namanya normalisasi sungai. Badan sungai yang tadinya besar tapi kemudian menyempit karena sampah dan warga harus dibuat lebar kembali. Bikin beton di bagian pinggirnya.
Ahok melakukan itu.
Untuk membelah arus sungai, dibuat codetan. Menyanbungkan Ciliwung dan BKT. Gunanya agar air gak melimpah.
Mengeruk sampah bukan pekerjaan sekali jadi. Harus rutin. Makanya dulu dibentuk pasukan orange. Kerjanya membersihkan sampah. Memastikan endapan sungai tidak menggunung. Gorong-gorong dibuat lancar.
Tapi itu jaman Ahok. Jaman dimana Jakarta punya Gubernur. Ada orang yang digaji rakyat buat ngurusin got dan sungai. Kita rela ditarik pajak, sebab di depan mata terlihat ada orang-orang yang bekerja buat kita. Bikin hidupnjadi nyaman.
Apakah banjir menghilang? Sebagian belum. Karena rencana normalisasi belum kelar semuanya. Tapi dibanding periode sebelumnya jelas jauh berkurang.
Kini Jakarta punya Anies Baswedan. Dia datang ke Jakarta bukan dengan program kerja. Tapi dipilih karena seagama. Dia berfungsi untuk menduduki kursi Gubernur. Kata orang, agar sesuai ayat Al Maidah 51. Itulah fungsi Anies. Beda jauh dengan fungsi Ahok.
Anies duduk di kursi Gubernur agar Jakarta sesuai syariah. Memilih pemimpin seiman. Ahok dulu duduk di kursi Gubernur agar Jakarta ada yang ngurusin. Itu bedanya.
Anies tidak berkewajiban mengurus banjir. Dia tidak berkewajiban menyelesaikan sampah dan aliran got yang mampet. Dia tidak dibebani oleh air kiriman. Entah dikirim lewat JNE atau TIKI.
Tugasnya selesai ketika terpilih sebagai Gubernur. Untuk menyesuaikan keadaan Jakarta dengan surat Almaidah 51. Cuma itu saja. Selebihnya, jangan berharap banyak.
Jadi kalau ada warga Jakarta menuntut Anies bertindak ngurusin banjir, itu namanya warga yang dzalim. Membebani orang di luar kuasanya. Kalau ada warga Jakarta mengeluh sampah yang menumpuk di gorong-gorong itu namanya tidak adil. Anies dipilih bukan untuk mengurus banjir dan sampah. Dia bukan pembantumu.
Ingat itu.
Meminta Anies menangani banjir sama saja menyuruh Upin-Ipin cukur rambut. Gak mungkin.
Terus apa yang harus dilakukan warga Jakarta agar tidak kebanjiran lagi? Berdoa! Sekali lagi, berdoa.
Ingatlah. Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya. Kita harus tabah menjalani.
Hanya cambuk kecil, agar kita sadar. Adalah Dia di atas segalanya...
Hohoho... adalah Dia di atas segalanya.
"Balik ke reffrain mas," sambut Abu Kumkum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews