Tempo yang katanya enak dibaca, sekarang bukan enak dibaca lagi, tapi malah timbul kejenuhan dan menyebabkan mual karena penggiringan atau framing topik tertentu.
Masyarakat Jawa Tengah sangat familiar atau mengenal baik nama makanan yaitu Tempe Bongkrek. Tempe Bongkrek dibuat dengan campuran kedelai dan ampas kelapa. Namun sayang, Tempe Bongkrek sering menimbulkan keracunan bagi yang memakannnya, bahkan bisa menimbulkan korban jiwa atau meninggal. Karena didalam Tempe Bongkrek ada bakteri Burkholderia galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin.
Anda yang membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, akan disuguhi drama yang sangat mengharu-biru di mana hampir semua penduduk di pedukuhan itu mati terkapar perlahan tapi pasti akibat mengonsumsi tempe bongkrek bikinan ayah Srintil. Srintil, bayi mungil yang kelak menjadi ronggeng ternama itu.
Namanya mirip-mirip tempe, tapi yang ini adanya di jagad media , yaitu Tempo Media. Tentu bukan tempe bongkrek lho yaa yang akhir-akhir ini gerah dan gelisah dengan yang namanya buzzer. Seolah-olah buzzer merupakah bakteri atau virus bagi Tempo Media yang harus diberangus dan ditertibkan. Karena bagian dari produk gagal di alam demokrasi. Seharusnya sesama "anak haram" dari suatu kebebasan tidak perlu merasa dirinya lebih suci dan baik atau merasa menyuarakan kebenaran.
Padahal Tempo Media juga mem-framing atau mengarahkan dan menggiring suatu pemberitaan yang lagi hangat. Bukan lagi media yang berimbang. Tentu Tempo Media merasa berimbang dan tidak menggiring opini untuk tujuan tertentu. Bahkan berita atau topik lama digiring atau diframing setiap hari.
Kalau minum obat sehari tiga kali: pagi-siang-sore. Tapi kalau Tempo Media bukan hanya tiga kali sehari, tapi bisa sehari enam kali tayang dengan berita dengan topik yang sama. Bahkan habis Subuh sudah muncul berita lama yang diunggah dengan tujuan penggiringan opini. Sesama buzzer jangan saling sikut atau mencela, apalagi mau menertibkan.
Kalau sudah berlebihan sama saja "over dosis" yang bisa menyebabkan keracunan, mirip dengan makan Tempe Bongkrek yang menyebabkan keracunan karena ada bakteri. Media Tempo yang katanya enak dibaca, sekarang bukan enak dibaca lagi, tapi malah timbul kejenuhan dan menyebabkan mual karena penggiringan atau framing topik tertentu.
Baca Juga: Tempo Jangan Cari Musuh!
Bahkan beritanya sekarang lebih bersifat nyinyir. Tiada hari tanpa nyinyir. Seperti ada judul berita: "Buzzer Jokowi sibuk dengan khilafah tapi lupa Wamena", padahal Tempo Media sendiri sibuk dengan permasalahn buzzer yang dianggap yang sudah mengganggu. Tempo Media baru-baru ini memberitakan atau membahas kasus pengungsi Wamena. Padahal sebelunya juga tidak atau biasa saja.
Sampai-sampai karena sibuk mengurusi buzzer, ada kesalahan tulis dalam majalah Tempo yang seharusnya PERPPU tapi ditulis PERPU. Padahal sebelumnya mengkritik DPR dan Pemerintah yang salah ketik terkait revisi UU KPK. Ga tahunya Tempo sendiri juga salah ketik atau typo dalam majalah mingguannya.
Sekarang kalau membaca Tempo Media jadi mules-mules dan mual seperti habis makan Tempe Bongkrek. Kok yaa ada kesamaannya?
Salam Tempe Bongkrek!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews