Tempe Bongkrek dan Tempo Media

Tempo yang katanya enak dibaca, sekarang bukan enak dibaca lagi, tapi malah timbul kejenuhan dan menyebabkan mual karena penggiringan atau framing topik tertentu.

Selasa, 8 Oktober 2019 | 15:06 WIB
0
828
Tempe Bongkrek dan Tempo Media
Ilustrasi majalah Tempo (Foto: Youtube.com)

Masyarakat Jawa Tengah sangat familiar atau mengenal baik nama makanan yaitu Tempe Bongkrek. Tempe Bongkrek dibuat dengan campuran kedelai dan ampas kelapa. Namun sayang, Tempe Bongkrek sering menimbulkan keracunan bagi yang memakannnya, bahkan bisa menimbulkan korban jiwa atau meninggal. Karena didalam Tempe Bongkrek ada bakteri Burkholderia galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin.

Anda yang membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, akan disuguhi drama yang sangat mengharu-biru di mana hampir semua penduduk di pedukuhan itu mati terkapar perlahan tapi pasti akibat mengonsumsi tempe bongkrek bikinan ayah Srintil. Srintil,  bayi mungil yang kelak menjadi ronggeng ternama itu.

Namanya mirip-mirip tempe, tapi yang ini adanya di jagad media , yaitu Tempo Media. Tentu bukan tempe bongkrek lho yaa yang akhir-akhir ini gerah dan gelisah dengan yang namanya buzzer. Seolah-olah buzzer merupakah bakteri atau virus bagi Tempo Media yang harus diberangus dan ditertibkan. Karena bagian dari produk gagal di alam demokrasi. Seharusnya sesama "anak haram" dari suatu kebebasan tidak perlu merasa dirinya lebih suci dan baik atau merasa menyuarakan kebenaran.

Padahal Tempo Media juga mem-framing atau mengarahkan dan menggiring suatu pemberitaan yang lagi hangat. Bukan lagi media yang berimbang. Tentu Tempo Media merasa berimbang dan tidak menggiring opini untuk tujuan tertentu. Bahkan berita atau topik lama digiring atau diframing setiap hari.

Kalau minum obat sehari tiga kali: pagi-siang-sore. Tapi kalau Tempo Media bukan hanya tiga kali sehari, tapi bisa sehari enam kali tayang dengan berita dengan topik yang sama. Bahkan habis Subuh sudah muncul berita lama yang diunggah dengan tujuan penggiringan opini. Sesama buzzer jangan saling sikut atau mencela, apalagi mau menertibkan.

Kalau sudah berlebihan sama saja "over dosis" yang bisa menyebabkan keracunan, mirip dengan makan Tempe Bongkrek yang menyebabkan keracunan karena ada bakteri. Media Tempo yang katanya enak dibaca, sekarang bukan enak dibaca lagi, tapi malah timbul kejenuhan dan menyebabkan mual karena penggiringan atau framing topik tertentu.

Baca Juga: Tempo Jangan Cari Musuh!

Bahkan beritanya sekarang lebih bersifat nyinyir. Tiada hari tanpa nyinyir. Seperti ada judul berita: "Buzzer Jokowi sibuk dengan khilafah tapi lupa Wamena", padahal Tempo Media sendiri sibuk dengan permasalahn buzzer yang dianggap yang sudah mengganggu. Tempo Media baru-baru ini  memberitakan atau membahas kasus pengungsi Wamena. Padahal sebelunya juga tidak atau biasa saja.

Sampai-sampai karena sibuk mengurusi buzzer, ada kesalahan tulis dalam majalah Tempo yang seharusnya PERPPU tapi ditulis PERPU. Padahal sebelumnya mengkritik DPR dan Pemerintah yang salah ketik terkait revisi UU KPK. Ga tahunya Tempo sendiri juga salah ketik atau typo dalam majalah mingguannya.

Sekarang kalau membaca Tempo Media jadi mules-mules dan mual seperti habis makan Tempe Bongkrek. Kok yaa ada kesamaannya?

Salam Tempe Bongkrek!

***