Hapalan dan Amalan

Iptek

Minggu, 2 Mei 2021 | 05:27 WIB
0
83
Hapalan dan Amalan
Ilustrasi iptek (Foto: antaranews.com)

Dalam iklan SIDAQ (Selamatkan Indonesia dengan Al Quran), UAS menyatakan kemajuan teknologi di Indonesia (justeru) membuat kejahatan makin meningkat. Maka dari itu, Indonesia harus diselematkan dengan melalui ajakan untuk menghafal Alquran.

Sebuah ajakan yang normatif bagus, meski dengan ketentuan dan syarat berlaku, yakni mari beramai-ramai menyumbang, mengumpulkan uang. Karena sebuah ajakan tidak afdol tanpa ngomongin dan ngumpulin duit.

Meski sesungguhnya, 'menyelamatkan Indonesia dengan menghafal...' itu kayaknya kalah afdol dengan 'menyelamatkan Indonesia dengan mempraktikkan...'

Tapi, ya tak apalah. Namanya juga usaha. Walaupun kalau ditilik-tilik, benarkah kemajuan teknologi membuat kejahatan makin meningkat?

Bukankah teknologi juga memberikan kesempatan yang sama, bagi orang agama untuk bisa jualan rekaman Alquran komplit dalam sebuah speaker kecil yang praktis, bisa menyimpan dakwah banyak ustadz?

Bukankah teknologi juga membuat orang beragama bisa memakaimedia youtube sebagai syiar agama, juga beriklan untuk fund-rising? Dan seterusnya?

Termasuk tentunya, teknologi juga bisa dipakai untuk kejahatan, karena teknologi adalah media, sebagaimana youtube adalah media, bahkan sekolah, agama, buku, mobil mewah, dan lain-lain?

Karena urutan logikanya, ilmu adalah sekumpulan gugusan teoritik untuk memahami sesuatu, hingga dari sana bisa menjadi pengetahuan untuk menguasai sesuatu, dan bisa jadi dikembangkan untuk munculnya sarana dan prasarana, alat, atau teknologi untuk mengatasi dan mengembangkan sesuatu.

Di mana agama? Di sana kita bisa memahami atau memaknai nilai-nilai kehidupan, meski hal itu juga bukan satu-satunya, karena ada filsafat dan seni yang juga bisa menuntun kehidupan menjadi kaya makna dan nilai.

Tak ada mutlak-mutlakan, karena satu sama lain saling menopang, sebagai sarana kehidupan itu sendiri. Karena, senyatanya, dengan keyakinan agama pula orang bisa berbuat kejahatan, dengan lebih canggih. Di mana salahnya?

Di kecenderungan manusia melalukan eksploitasi, bukannya eksplorasi. Lebih banyak yang suka menciptakan ketergantungan liyan daripada memerdekakan. Itu akibatnya segala macam iptek dan imtaq, bisa menjadi salah diposisikan.

Kalau Ali bin Abi Thalib mengeluh karena mengenali kebusukan manusia, Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu' alaihi wasallam pernah ditanya, apa yang terberat dalam perjuangan? Menjadi moderat, jawab beliau.

Apalagi memoderasi di tengah nafsu mutlak-mutlakan, yang jika bukan berisi claiming mulu jatuhnya ke bullying.

Terus, kapan appreciating, kissing, huging, laughing, making love

@sunardianwirodono