Fase new normal disalahartikan banyak orang sebagai back to normal. Masyarakat berbondong-bondong untuk kembali ke jalanan, merayakan kebebasan setelah beberapa bulan berdiam diri di rumah saja. Sayangnya mereka juga mengabaikan protokol kesehatan dan malas memakai masker. Mereka lupa bahwa virus covid-19 masih ada dan bahkan makin mengganas.
Sifat masyarakat yang terlalu cuek kadang membuat orang lain miris. Mereka menganggap semua baik-baik saja di era new normal dan melepaskan masker dengan alasan kepanasan. Padahal virus covid-19 masih mengancam dan jumlah pasiennya selalu meningkat, bahkan pernah mencapai 1.000 orang per hari. Malah ada yang tidak percaya akan keganasan corona dan menganggapnya sebagai penyakit flu biasa.
Sebagian orang juga sudah mengabaikan aturan physical distancing. Di daerah Gianyar, Bali, seorang warga negara asing mengadakan acara olahraga yoga bersama dan dihadiri oleh puluhan orang.
Dalam acara itu tentu mereka melenturkan badan di atas yoga mat yang jaraknya dekat. Mungkin penyelenggaranya berpikir bahwa kegiatan ini bertujuan membuat tubuh sehat. Namun sekaligus membahayakan karena bisa jadi sarana penularan virus covid-19. Akibatnya sang penggagas, Barekeh Wissam, yang berasal dari Suriah, langsung dideportasi ke negara asalnya.
Di daerah Semarang, ada pula pesta pernikahan yang berujung petaka. Setelah menyelenggarakan acara ijab kabul dan makan-makan, 2 hari kemudian adik sang pengantin dirawat di RS karena kelelahan. Lantas kondisi tubuhnya menurun dan akhirnya meninggal karena corona.
Tak lama kemudian menyusul ibu pengantin yang juga meninggal dunia, sementara sang ayah dirawat di ruang isolasi di RS. Semua jadi korban virus covid-19. Walau dari pihak keluarga pengantin mengaku bahwa acara hanya dihadiri oleh 20 orang, namun bisa jadi mereka lupa akan aturan jaga jarak, sehingga menularkan corona satu sama lain.
Jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan? Menikah memang baik, namun acaranya harus benar-benar sesuai dengan protokol kesehatan. Acara yang mengumpulkan massa seperti yoga bersama juga sebaiknya ditunda, sampai keadaan benar-benar aman. Mengapa mereka tidak sabar dan abai akan protokol kesehatan? Padahal peraturan seperti memakai masker dan jaga jarak itu diciptakan demi keselamatan kita sendiri.
Jangan sampai era new normal dijadikan alasan untuk kumpul-kumpul lagi di warung kopi sampai tengah malam atau mengadakan acara reuni sambil nongkrong di restoran. Saat berada di keramaian, masker dilepas agar bisa makan bersama, lalu aturan jaga jarak juga dilanggar.
Memang pikiran kita jenuh setelah berbulan-bulan berada di rumah saja. Namun lebih penting untuk menjaga kesehatan dan keselamatan diri, daripada sekadar reuni. Lagipula acara itu juga bisa dilakukan secara online. jadi tidak usah memaksakan diri.
Hargailah usaha dari tenaga kesehatan yang jadi ujung tombak dalam memerangi corona. Mereka rela bertugas hingga belasan jam dan memakai masker serta baju hazmat yang pengap, demi kesembuhan para pasien. Jika banyak orang yang cuek dan tidak memenuhi protokol kesehatan, lalu terkena corona, maka akan dirawat di RS.
Para tenaga medislah yang menderita karena terkena resiko ketularan virus covid-19. Terbukti, di akhir juni ini ada berita bahwa 50 tenaga medis di Jepara terkena corona. Sehingga RS paling besar di kota itu mengurangi layanan kesehatan. Jika seperti ini, maka pasien lain akan rugi karena tidak bisa dirawat di sana, padahal penyakitnya bisa jadi sudah parah.
Tetaplah mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga imunitas dan daya tahan tubuh, memakai masker, dan menjaga jarak. Bersabarlah dan jangan mengikuti acara kumpul-kumpul dahulu, karena bayang-bayang corona masih mengancam di luar rumah. Jangan keluar dari hunian kecuali jika untuk pergi bekerja atau dalam keadaan mendesak.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews