Pemimpin Panutan Itu Menjaga Lisan

Senin, 7 Januari 2019 | 06:36 WIB
0
434
Pemimpin Panutan Itu Menjaga Lisan
Ilusrasi menjaga lisan (Foto: Islamedia.id)

Kemarin secara kebetulan saya memindah-mindahkan saluran TV, pada JTV ada rekaman tausiyah yang bagus dari KH Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Shalawat, Tulangan, Sidoarjo, saat peringatan maulid Nabi di Pondok Trosobo, Sidoarjo, 23 November 2018. Ingat pesan Alm Ayahanda, di dunia ini tdk ada yg kebetulan, itu adalah ridho Allah.

Pak Kiai yang dikenal dengan nama Gus Ali menyampaikan, bahwa manusia harus menjaga lisannya (bicaranya), itu didengar oleh Allah dan dia harus mempertanggung jawabkan bicaranya. Untuk menjaga lisannya maka dia harus menjaga hatinya agar tidak keruh.

Nah, lisan seseorang itu berasal dari apa yang tersimpan dalam alam bawah sadarnya, jadi yang diucapkannya adalah apa yang ada dalam hati dan pikirannya. Paling mudah dilihat jika seseorang terkejut, apa yang keluar dari mulutnya itulah yang dipikirkan dan terekam.

Lisan Menjelang Pilpres April 2019

Para pemimpin, baik capres, cawapres maupun tim sukses, pengusung, pendukung dan segala ubo rampenya, harus hati-hati menjaga lisannya. Rakyat/konstituen akan menilai dari ucapan calon-calon pemimpinnya. Jangan keluarkan kata-kata kebencian, hoax ataupun fitnah. Selain dinilai rakyat, juga seperti kata Pak Kiai itu, suatu saat nanti harus mempertanggung jawabkannya kepada Allah, itu yang berat.

Sembilan tahun yang lalu (2010) Gus Ali menyampaikan, seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan bagi para pengikutnya, harus mampu tampil menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan. Bertanggung jawab atas tutur kata, sikap, perilaku, dan keputusan-keputusan yang diambilnya.

Saat ini katanya, sedikit sekali tokoh yang patut diteladani. Akibatnya, hilangnya rasa malu sebagian anggota masyarakat, terempasnya norma hukum yang melahirkan frustrasi sosial, dan yang lebih menyedihkan hampir tidak ada nilai-nilai penghalang orang melakukan saling fitnah.

Nah, penulis mencermati bagaimana dengan kondisi saat ini menjelang pilpres 17 April 2019? Telinga kita diberisikkan dengan berita-berita hoax, mata kita melihat media elektronik, membaca Sosmed menjadi letih dan geram dengan informasi-informasi "rungset" yang berseliweran.

Kini muncul berbagai macam ambisi yang tidak pusing dengan keselamatan bangsa. Mungkin benar seperti info teman-teman di Amerika, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya turbulensi, di sarankan TNI harus siap. Karena itu para die hard, berhentilah mengompor-ngompori.

Pilpres dengan dua calon itu sensitif dan emosi mudah muncul justru di grass root. Ini yang berbahaya. Anak-anak SMP saja sudah pada berantem, lantas mau ngaduin para pengikut dan simpatisan, jelas lebih seram.

Janganlah napa!

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen