Bad News Is Not Good News

Sebagai individu yang baik, ia ingin mewartakan kebaikan, karena warta kebaikan adalah kebaikan itu sendiri.

Minggu, 8 Maret 2020 | 07:11 WIB
0
176
Bad News Is Not Good News
Ilustrasi Facebook (Foto: Facebook/Sunardian Wirodono)

Kemarin saya menulis mengenai 'perbandingan' media (yang mengaku) mainstream dengan medsos (media sosial). Saya lebih meyakini dalam konteks komunikasi massa masa kini, medsoslah yang menjadi media mainstream.

Persoalannya pengistilahan 'mainstream' selama ini, dalam soal media, lebih ditujukan pada media formal, bertanggungjawab, beridentitas jelas, bermutu. Pada soal yang terakhir, itu yang kita perlu teliti lagi.

Jaman sekarang, media (yang mengaku) 'mainstream' dan dengan ideologi 'fakta adalah suci' itu, posisinya ibarat penari di atas gendang orang lain. Sibuk ke sana-kemari, sebagai bagian dari sistem industri informasi. Kalau hanya demikian, sebenarnya ia bukan mainstream dalam pengertian arus-utama, karena sejatinya hanya follower (perekam dan pencatat) dari realitas sosial yang menghidupinya.

Apalagi pada kenyataannya, jika media itu tak mampu memberikan enlightmen (pencerahan) kepada masyarakat. Sama sekali tidak layak disebut media mainstream. Alih-alih mengarus-utamakan fungsi kemuliaan sosialnya, yang terjadi senyatanya mereka terikut arus utama masyarakat yang banal.

Persoalannya kembali ke manusia di balik media. Saya berikan contoh, apa yang ditulis dalam akun fesbuk Musmarwan Abdullah, yang saya baca di linimasa Linda Razad, dan mungkin juga dikutip banyak akun medsos lainnya.

Begini kutipan selengkapnya dari Muswarman Abdullah di Pidie, Aceh:

“Beragamalah dengan pikiran yang baik dan santun agar agama kita tetap menjadi agama yang baik dan santun sepanjang masa,” demikian kata Khatib Jum'at di masjid kami tadi siang.

“Jangan melakukan syiar dengan cara yang tidak-tidak,” sambung Teungku yang amat kami segani itu. “Virus corona pun dibilang beragama Islam, yang sekarang sedang menyerang musuh-musuh Islam. Syiar macam apa itu. Bikin malu Islam saja.

“Virus corona, ya, virus corona. Dia hanya sumber penyakit. Kebetulan, ya, saat ini virus itu sedang bikin wabah di negeri yang populasi umat Islamya sedikit. Kalau besok-lusa dia melanda negeri kita, nah, kita mau bilang apa, mau bilang virus itu sudah pindah agama?

“Kalau kita terus-menerus menyukai jenis keyakinan ‘bocor’ seperti itu, lantas kita sendiri kapan mau pulih dari serangan virus kebodohan yang sudah berabad-abad ini?”

Muswarman Abdullah, saya yakin berpedoman pada "good news is good news", dan "bad news is bad news". Sebagai individu yang baik, ia ingin mewartakan kebaikan, karena warta kebaikan adalah kebaikan itu sendiri.

Model-model begitu (yang sering dilecehkan dalam istilah viral atau trending topic), bisa menjadi media mainstream yang sebenarnya. Karena sebagaimana tulis Joel Stein, "semua anggota masyarakat adalah tokoh masyarakat". Yang memberi nilai adalah apa yang disampaikan, bukan nama dan alamat jelas sebuah lembaga pers.

Apalagi ketika wartawan media (yang mengaku) mainstream, pada perkembangannya juga banyak mengulik fakta dari cuitan-cuitan informasi di medsos. Karena medsos adalah mainstream kita hari-hari ini. Apapun kualitas dan banalitasnya.

***