Beberapa tokoh memposting ucapan seraya menampilkan foto merek berdua Jokowi. Meski saya pernah mewawancarai Jokowi tiga kali, saya tak punya foto khusus berdua.
Jum’at, 10 Agustus 2012 merupakan tenggat untuk rubrik "Empat Mata" di Harian Detik (HD), koran digital di bawah naungan Detik.com. Rapat redaksi di awal pekan memutuskan tamu utama yang menjadi target adalah Joko Widodo (Jokowi). Kala itu dia adalah Walikota Solo yang tengah mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Kepastian Jokowi bersedia diwawancara didapat sehari sebelumnya. “Kita diminta menempel sehabis Jumatan di Istiqlal, Kang,” kata Ropesta Sitorus (Pesta), salah satu reporter handal HD yang mendapat tugas untuk menempel aktivitas Jokowi.
Di Istiqlal sudah bergerombol banyak wartawan. Saya meminta Pesta mengkonfirmasi ulang ke ajudan Jokowi, apakah HD mendapatkan waktu eksklusif. Di ruang mana wawancara akan berlangsung?
Kami mendapat kepastian bahwa cuma HD yang mendapatkan jadwal wawancara. Para wartawan yang hadir di Istiqlal rupanya sedang menunggu Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga jumatan di masjid itu. Sang menteri datang bersama rombongan duta besar negara-negara Timur Tengah.
Persoalan lain muncul. Usai Jumatan sang ajudan terpisah dari Jokowi yang tak memegang ponsel. Cilaka!
Bagaimana bisa menemukan Jokowi di tengah ribuan jemaah dan banyaknya pintu keluar. Kami bersepakat, Pesta dan ajudan menunggu di depan pintu utama. Saya dan sopir bergerilya melongok dari pintu ke pintu yang mungkin digunakan Jokowi meninggalkan masjid.
Seorang rekan wartawan yang baru selesai doorstop Menteri Suryadharma menggeleng saat ditanya apakah sempat melihat Jokowi.
Ketika Jemaah mulai menyusut, di salah satu tempat penitipan sepatu kami melihat Jokowi sedang antre. Dia menggenggam nomor untuk mengambil sepatunya. Sesaat sebelum dipakai saya melihat merek sepatunya Buccheri.
Pada 2003 saya pernah memiliki sepatu dengan merek serupa. Sepatu produk lokal itu biasa dijual di kisaran harga Rp300 ribu.
Saya memperkenalkan diri, lalu jalan bersama ke arah tempat parkir. Baru beberapa langkah, entah siapa yang mengomando tiba-tiba sejumlah pengemis berteriak sambil setengah berlari menuju ke arah kami. “Jokowi, ada Jokowi, ada Jokowi…”
Tak cuma itu. Beberapa di antaranya merengek meminta diberi uang. “Bagi duitnya dong Pak Jokowi, buat beli susu,” begitu beberapa dari mereka berdalih.
Jokowi terlihat rikuh. Tangan kanannya sempat merogoh saku celananya, seperti mencari-cari recehan. “Waduh, bener saya gak punya uang, gak bawa duit,” jawabnya.
Baca Juga: Srikandi di Sekeliling Joko Widodo
Tapi mereka tak percaya. Terus merubung dengan rengekan yang sama. “Jangan dikasih, Pak. Bisa kena delik money politic lo,” saya mengingatkan. Jokowi cuma mesem. “Beneran saya gak punya uang, gak punya uang,” dia berkali-kali menyergah sambil terus melangkah menuju mobil. Gangguan itu baru berhenti ketika Kijang Innova yang kami tumpangi mulai bergerak menuju Epicentrum.
Di sana Jokowi dijadwalkan nonton bareng penayangan perdana film Brandal Ciliwung. Diam-diam kami bersyukur karena ruas jalan cukup padat. Jarak sekitar 9 kilometer itu kami tempuh sekitar 50 menit dari seharusnya 30 menit. Dengan begitu, kami cukup puas mengajukan berbagai pertanyaan kepada Jokowi.
Selain para pemain dan mereka yang terlibat dalam produksi film tersebut, di XXI Epicentrum, juga hadir Nikita Mirzani. Perempuan berbodi semlohay ini tak jelas benar apa karyanya di dunia hiburan. Toh begitu, karena kerap membuat sensasi jadilah dia dikategorikan sebagai pesohor. Di dalam bioskop, NM sempat mendekati Jokowi dan meminta foto bersama.
Pada 13 Desember 2015, linimasa twitter heboh dengan beredarnya foto Jokowi yang sudah menjadi Presiden, bersama NM. Foto itu beredar menyusul pengungkapan kasus prostitusi kalangan artis, yang turut menyeret NM sebagai saksi korban. Kicauan yang beredar memberi kesan seolah Jokowi punya skandal dengan Nikita.
Pada 11 Juli 2018, detik.com mendapatkan jadwal wawancara khusus dengan Jokowi di Istana Merdeka. Pemimpin Redaksi Iin Yumiyanti meminta saya dan Erwindar untuk menemani. Itulah momen saya kembali bertemu Jokowi. Wawancara tak berlangsung lama. Cuma 30-an menit.
Sambil menunggu bidikan fotografer dalam sesi foto bersama usai wawancara khusus, saya berbisik kepada Jokowi soal sepatu hitam mengkilat yang dikenakannya. “Masih pakai Buccheri, Pak?”
Dia tak mengiyakan. Tapi menyatakan dirinya memang lebih suka mengenakan produk-produk lokal. “Biasa saja, seringnya saya pakai produk lokal kok,” ujarnya.
Dalam beberapa kesempatan setelah menjadi Presiden, sepatu Jokowi memang variatif. Selai sepatu formal, dia juga mengenakan sneakers dengan brand ternama internasional, seperti Yeezy besutan rapper asal Amerika, Kanye West.
Saat melakukan kunjungan kerja ke Selandia Baru, 19 Maret 2018, sepatu tersebut dikenakannya. Juga saat olahraga bareng Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Istana Bogor, lima hari kemudian. "Kalau yang bagus-bagus itu milik anak saya," kata Jokowi.
Sepatu tersebut (Yeezy), aku Jokowi, milik Kaesang Pangarep, putra bungsunya. "(sepatu) ada di depan kamar ya saya pakai," kata dia.
Menurut Jokowi, jika diamati sebenarnya sneakers yang dia kenakan agak kegedean. Ini lantaran sneakers Kaesang lebih besar dari ukuran sepatu Jokowi yang 41.
Pada 21 Juni 2019, beberapa media ramai dengan ucapan selamat ulang tahun ke-58 kepada Jokowi. Beberapa tokoh dan teman wartawan memposting ucapan tersebut seraya menampilkan foto merek berdua Jokowi. Meski saya pernah mewawancarai Jokowi untuk ketiga kalinya, 18 April lalu, saya tak punya foto khusus berdua.
Biar tak kalah keren, saya coba buka kembali rekaman video Blak-blakan Jokowi yang di situs Youtube sudah ditonton hampir 550 ribu kali. Saya buat tangkapan layar (screenshoot) pas adegan kami bersalaman.
Dirgahayu Pak Jokowi, kita sama-sama jaga kesehatan ya!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews