Pejuang Pendidikan: Lentera di Tengah Kegelapan Zaman

Senin, 13 Oktober 2025 | 10:59 WIB
0
2
Pejuang Pendidikan: Lentera di Tengah Kegelapan Zaman
Pejuang Pendidikan batanghari Lampung Timur

Pendidikan adalah denyut nadi peradaban. Ia bukan sekadar kegiatan belajar mengajar, melainkan proses panjang yang menentukan arah masa depan suatu bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan perubahan sosial yang cepat, keberadaan sosok-sosok yang berjuang di dunia pendidikan menjadi semakin vital. Mereka adalah pejuang pendidikan, para penjaga api penerang yang terus menyala meski diterpa angin zaman.

Pendidikan Sebagai Pilar Bangsa
Tidak ada bangsa yang maju tanpa pendidikan yang kuat. Jepang, Finlandia, dan negara-negara lain yang kini menjadi teladan dunia, pernah melewati masa kelam tetapi mereka bangkit melalui kekuatan pendidikan. Indonesia pun memiliki potensi besar, dengan kekayaan budaya dan sumber daya manusia yang melimpah. Namun, potensi itu hanya bisa tumbuh jika dikelola oleh sistem pendidikan yang berkeadilan, inklusif, dan berorientasi pada kemajuan.

Dalam konteks inilah, peran pejuang pendidikan menjadi sentral. Mereka bukan hanya pelaksana kurikulum, tetapi juga penggerak perubahan sosial. Di tangan merekalah nilai-nilai moral, spiritual, dan intelektual bangsa ditanamkan sejak dini. Seorang guru, misalnya, bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter, menanamkan disiplin, dan menumbuhkan rasa cinta tanah air kepada peserta didik.

Makna Pejuang Pendidikan di Masa Kini
Istilah “pejuang” sering kali diidentikkan dengan medan perang, pengorbanan, dan keberanian. Dalam dunia pendidikan, medan perjuangan itu tidak kalah beratnya. Bedanya, senjata yang mereka bawa bukanlah senapan atau bambu runcing, melainkan pena, buku, dan semangat tanpa henti.

Pejuang pendidikan hari ini berhadapan dengan berbagai tantangan: keterbatasan sarana, rendahnya kesejahteraan, birokrasi yang rumit, hingga derasnya arus digitalisasi yang mengubah cara berpikir generasi muda. Namun, mereka tetap hadir dengan tekad yang tulus. Di pelosok-pelosok negeri, banyak guru yang harus menempuh perjalanan jauh, menyebrangi sungai, atau berjalan kaki puluhan kilometer hanya untuk mengajar beberapa siswa. Mereka tidak menyerah, karena bagi mereka, setiap anak berhak atas pendidikan yang layak.

Mereka mengajarkan bukan hanya pelajaran di buku, tetapi juga pelajaran tentang arti perjuangan dan ketulusan. Di sinilah letak keagungan profesi seorang pendidik: mengorbankan kenyamanan demi masa depan bangsa.

Tantangan Zaman Digital
Era digital membawa peluang besar dalam dunia pendidikan, tetapi juga tantangan yang kompleks. Teknologi memungkinkan pembelajaran menjadi lebih interaktif dan terbuka, tetapi juga menimbulkan masalah baru: degradasi moral, kecanduan gawai, serta menurunnya interaksi sosial di antara peserta didik.

Pejuang pendidikan dituntut untuk mampu menavigasi perubahan ini dengan bijak. Mereka harus terus belajar, berinovasi, dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri. Guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu, tetapi mereka tetap menjadi sumber keteladanan — sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh kecerdasan buatan atau mesin pencari.

Guru yang berjiwa pejuang akan menggunakan teknologi bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai alat pemberdayaan. Mereka menciptakan ruang belajar yang dinamis, memanfaatkan media digital untuk memperluas wawasan, tetapi tetap menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, hakikat pendidikan sejati bukan sekadar membentuk kepintaran, tetapi membangun karakter dan nurani.

Realitas yang Masih Memprihatinkan
Meskipun peran guru begitu besar, kenyataan di lapangan sering kali tidak sebanding dengan pengorbanan mereka. Masih banyak tenaga pendidik yang harus bekerja dalam kondisi minim fasilitas, dengan gaji yang jauh dari kata layak. Guru honorer, misalnya, selama bertahun-tahun menjadi tulang punggung sekolah-sekolah di daerah terpencil, namun status mereka kerap diabaikan. Padahal, kontribusi mereka terhadap keberlangsungan pendidikan sangatlah signifikan.

Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa sistem penghargaan terhadap guru masih belum optimal. Di sisi lain, beban administrasi yang berat sering kali mengurangi fokus guru untuk mendidik. Banyak dari mereka terjebak dalam urusan laporan, akreditasi, dan penilaian, sementara hakikat pendidikan yaitu interaksi manusiawi antara guru dan murid mulai terpinggirkan.

Sudah saatnya negara memberikan perhatian lebih besar terhadap kesejahteraan dan perlindungan bagi tenaga pendidik. Guru harus diperlakukan bukan sekadar sebagai pelaksana kebijakan, melainkan sebagai mitra sejati dalam pembangunan bangsa. Keadilan bagi pejuang pendidikan adalah keadilan bagi masa depan bangsa.

Inspirasi dari Sosok-Sosok Pejuang
Sejarah bangsa Indonesia menyimpan banyak teladan dari para pejuang pendidikan. Ki Hajar Dewantara, misalnya, mengajarkan bahwa pendidikan harus memerdekakan manusia bukan mengekang. Semboyannya yang terkenal, “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”, menjadi napas perjuangan bagi setiap guru hingga hari ini.

Di masa kini, semangat itu dilanjutkan oleh ribuan pendidik di seluruh penjuru tanah air. Ada guru yang mengajar di sekolah terapung di Kalimantan, guru yang mendirikan taman baca di Papua, hingga relawan muda yang mengabdi di desa-desa terpencil. Mereka tidak menunggu pemerintah untuk bergerak; mereka bergerak karena panggilan hati.

Mereka menunjukkan bahwa perjuangan di bidang pendidikan bukan sekadar pekerjaan, tetapi ibadah sosial dan bentuk pengabdian kepada bangsa.

Menumbuhkan Kesadaran Kolektif
Menjadi pejuang pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru. Masyarakat, orang tua, dan pemerintah juga memiliki peran penting. Orang tua adalah guru pertama di rumah; masyarakat adalah lingkungan pembelajaran; dan pemerintah adalah pengatur sistem yang memastikan keadilan dan mutu pendidikan.

Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi gerakan bersama. Gerakan yang tidak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter, etika, dan tanggung jawab sosial. Jika semua elemen bangsa menyadari perannya masing-masing, maka cita-cita pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945  mencerdaskan kehidupan bangsa bukanlah sekadar slogan, tetapi kenyataan.

Terus Menyalakan Cahaya
Pejuang pendidikan adalah lentera yang tidak pernah padam. Mereka bekerja dalam senyap, tetapi hasil perjuangan mereka bersinar di masa depan. Di tangan mereka lahir generasi pemimpin, ilmuwan, dan manusia berakhlak mulia yang akan membawa Indonesia menuju peradaban yang lebih tinggi.

Sudah sepatutnya kita menghormati dan meneladani semangat mereka. Menghargai pejuang pendidikan bukan hanya dengan seremoni dan penghargaan simbolis, tetapi dengan kebijakan nyata yang menjamin kesejahteraan, pelatihan berkelanjutan, dan kebebasan dalam berinovasi.

Selama masih ada guru yang mengajar dengan hati, selama masih ada orang tua yang membimbing dengan cinta, dan selama masih ada masyarakat yang peduli pada pendidikan, maka bangsa ini akan terus memiliki harapan. Karena sejatinya, setiap langkah kecil dalam mencerdaskan anak bangsa adalah bagian dari perjuangan besar untuk memuliakan kemanusiaan.