Mengoreksi Sikap Toleran Kita

Mereka memanipulasi nama Tuhan untuk menindas orang lain. Untuk merusak kemanusiaan. Untuk mengabaikan keadilan.

Jumat, 10 Januari 2020 | 18:44 WIB
0
237
Mengoreksi Sikap Toleran Kita
Ilustrasi toleransi (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

Toto Sudarto adalah seorang muslim. Aktivis dialog antar iman. Ia membela hak saudaranya yang Kristen, di Sumatera Barat. Sampai beresiko berhadapan dengan hukum.

Ia meyakini Islam tidak pernah mengajarkan sikap infoleran dan insecure seperti itu. Sehingga warga Kristen di Dharmasraya tidak bisa menggelar ibadah Natal. Ia meyakini Islam sebagai agama yang toleran. Dengan keyakinan itulah Toro bergerak. Bersuara lantang. Dan mengambil resiko.

Apa yang dilakukan Toto juga banyak dilakukan orang lain. Mereka muslim, membela dengan gigih hak saudaranya yang berbeda agama. Seperti juga Gusdur --tokoh NU-- yang berdiri kokoh memperjuangkan toleransi dan pluralisme di Indonesia. Apapun resikonya.

Ketika membaca kasus Toto, saya melihat banyak komentar. Tapi yang memuakkan komentar yang justru malah membenturkan agama. Bahkan menghina keyakinan Toto.

"Kristen itu agama kasih. Tidak seperti agama Islam, yang suka menindas dan perang..." Tulis sebuah komentar. Banyak lagi komentar yang justru dari nadanya menyimpan ketidaksukaan pada agama lain.

Sebetulnya kelakuan orang-orang di balik komentar itu, dengan orang yang menghalangi penganut Kristiani merayakan Natal di Sumbar, sama saja. Didasari pada ketidaksukaan pada agama lain. Bahkan ketika Toto Sudarto berdiri tegak membela hak-hak minoritas, mereka berkomentar merendahkan agama yang dianut Toto.

Soal sikap ekstrim diderita semua agama. Di New Zaeland, seorang penganut Kristen menembaki muslim yang sedang sholat. Di Indonesia, ada seorang beragama Islam yang meledakkan bom saat kebaktian berlangsung di gereja.

Di India kaum fundamental Hindu menyerang muslim. Di Thailand penganut Budha garis keras melakukan kekerasan pada orang Rohingya yang muslim. Di Afrika, Boko Haram menculik siswa sekolah Kristen.

Pada kebencian antar agama itulah orang seperti Toto berteriak lantang. Kebetulan di Indonesia mayoritas muslim, hingga intoleransi sering memakan korban minoritas non muslim. Di tempat lain, bisa berlaku sebaliknya.

Ada orang yang bersuara lantang menentang Khilafah. Tapi justru membela kaum Yahudi di Israel yang merampas tanah warga Palestina dengan alasan sebagai tanah yang dijanjikan Tuhan. Aneh kan? Mereka menentang khilafah yang oleh penganutnya diyakini sebagai doktrin dari Tuhan. Menentang kekasaran gerombolan anah itu.

Tapi pada sisi yang lain percaya Tuhan mengizinkan orang Yahudi merampas tanah warga Palestina secara keji. Modalnya cuma kitab suci yang ditafsirkan secara tekstual.

Kontradiksi dan kenorakan seperti ini sering saya lihat. Di mata saya para gerombolan penegak khilafah dan orang yang percaya tanah yang dijanjikan Tuhan kepada Yahudi, karena itu bisa dirampas begitu saja, keduanya sejenis.

Mereka memanipulasi nama Tuhan untuk menindas orang lain. Untuk merusak kemanusiaan. Untuk mengabaikan keadilan.

Sebab, bagi saya, agama apapun mestinya tidak pernah bertentangan dengan kemanusiaan. Pelecehan nilai kemanusiaan atas nama agama adalah sejenis usaha merendahkan Tuhan. Dan itu harus dilawan.

Kata Gusdur, jika kamu berbuat baik, orang tidak akan bertanya apa agamamu. Sebab kebaikan jauh melampauai sekat-sekat kekerdilan agama yang terlembaga.

Eko Kuntadhi

***