Melemahnya Sistem Imun Sosial di Musim Pemilu

Selasa, 15 Januari 2019 | 06:47 WIB
0
393
Melemahnya Sistem Imun Sosial di Musim Pemilu
Ilustrasi masyarakat (Foto: starofmysore.com)

Belakangan, sistem imun sosial kita sebagai bangsa majemuk nampak melemah. Barangkali, musabab musim pemilu, dari Pilpres hingga Pileg yang mulai memanggang kewarasan kita.

Kini, banyak orang mudah terserang hasutan dan terjangkit iri hati, lantaran tak kuat menahan suhu pilkada yang terus memanas dan akhirnya kita "halu jamaatan" alias keder bareng. Kita, tak lagi mampu membedakan mana realitas rekaan dan mana fakta yang verifikatif.

Ribut-ribut di akar rumput (grassroots) ramai terdengar, menyoal siapa mendukung siapa. Perbincangan politik masyarakat berseliweran di ruang-ruang publik virtual (new public sphere), kisruh mewakili realitas sebenarnya. Anomali sosial pun bermunculan, ada friksi haters vs lovers, hingga tumbuh faksi-faksi ekstrimis yang cenderung memfragmentasi masyarakat secara hitam putih.

Para ulama yang semula menjadi pewarta Tuhan, malah sibuk mereportasekan pilihan-pilihan politik. Bermunculan fatwa-fatwa agama yang membentengi kekuasaan dari skeptisme dan kritisisme publik. Atau sebaliknya, ijtima ulama dijadikan legitimasi alat gebuk dalam kontestasi pemilu. Ayat-ayat Tuhan yang kudus, menjadi profan dalam penafsiran politik.

Mencemaskan! Politik kekuasaan menjelma rupa agama dan berpenampilan budaya, tampak melenggang manis di panggung pilpres dan pileg sembari menebar visi retoris. Kontestan sibuk memadu akting bak aktor-aktor kenamaan di panggung depan (front stage) dengan sajian tontonan hiperealitas yang menjebak pikiran dan keberpihakan kita.

Alhasil, kita yang turut dalam pesta demokrasi elektoral ini, sering bertikai menyoal perkara unsubstantial; agitasi seputar isu sektarian, propaganda bermateri agama, dan memblokade kewarasan tentang kontestasi sebenarnya yakni perebutan kekuasaan para elite.

Benar kata JH Robinson: Kampanye politik dirancang dan dibuat menjadi pesta pora emosional yang berusaha mengalihkan perhatian kita dari masalah-masalah esensial, dan mereka benar-benar melumpuhkan satu-satunya kekuatan yaitu pikiran yang biasa kita gunakan.

Kita sedang dalam sebuah peristiwa, dimana emosi dan kesadaran kita direkayasa secara massal oleh mesin-mesin pemenangan. Kita diajak menjauh dari masalah-masalah substansial yang semestinya menjadi pertimbangan kita memberi mandat elektoral.

Meski begitu, dari keseluruhan dinamika pemilu yang kita hadapi sekarang, patutlah kita sikapi sebagai sebuah ujian daya tahan sosial, soliditas dan solidaritas kita. Ingat, kita Indonesia, apapun pilihan kita!

Salam Indonesia.

***