PPKM, Kerumunan yang Ditunda, dan Penegakan Hukum

Sabtu, 10 Juli 2021 | 13:17 WIB
0
79
PPKM, Kerumunan yang Ditunda, dan Penegakan Hukum
illustr: ikilhojatim.com

Penulis bukan bermaksud nyinyir atau bahkan menyalahkan kebijakan pemerintah tentang PPKM yang sedang dilaksanakan saat ini, tetapi hanya sekadar "nguda rasa", mengungkapkan perasaan. Penerapan PPKM tentu bertujuan bagus, yang pada dasarnya adalah membatasi kerumunan (sesaat), tetapi kenyataannya hanya memindah atau menunda kerumunan.

Kita bisa belajar dari dua kali peningkatan drastis korban COVID-19, yakni beberapa saat setelah pembatasan mudik Lebaran tahun lalu dan tahun ini. Pembatasan mudik kenyataannya hanya memindah waktu kerumunan, karena masyarakat (meski tidak sebagian besar) tetap mudik setelah pelarangan mudik dicabut atau usai. Selanjutnya berakibat melonjaknya kasus COVID-19.

Penerapan PPKM sebaiknya tidak diberlakukan sesaat dalam tanggal terbatas tetapi diberlakukan seterusnya, setiap saat. Namun dalam hal ini tidak perlu dengan berbagai pembatasan dalam bentuk penyekatan jalan, penutupan area bisnis atau penutupan kantor, singkatnya jangan berlebihan yang justru menimbulkan kepanikan dan kerugian ekonomi. Penyekatan jalan tertentu sesungguhnya hanya memindahkan pergerakan masyarakat melewati jalan lain dan justru berdampak kemacetan dan itu berarti kerumunan. Penutupan kantor atau area bisnis hanya akan memindah kerumunan pada saat kantor atau area bisnis beroperasi lagi.

Penerapan PPKM yang ideal adalah cukup dengan memperketat protokol kesehatan. Setiap orang diwajibkan mengenakan masker saat keluar rumah beraktifitas di masyarakat dan tempat umum serta bekerja. Bagi yang melanggar harus dikenai sanksi administrasi atau sosial yang berat agar ada efek jera dan taat, karena selama ini kalau hanya sekadar himbauan banyak yang tidak taat. Setiap kantor, area bisnis dan prasarana umum wajib menyediakan sarana kebersihan baik dalam bentuk air untuk cuci tangan plus sabun atau bahkan hand sanitizer.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah penegakan hukum dalam bentuk sanksi pidana bagi siapa pun (termasuk para ustad maupun pemuka agama yang lain) yang dengan sengaja menganjurkan pada umat atau masyarakat untuk tidak mau divaksin atau tidak menaati prokes. Terkait dalam hal ini setiap orang sebaiknya berusaha menghindari orang-orang yang tidak mau mengenakan masker atau prokes yang lain.

Terakhir yang paling penting adalah pemerintah mesti meningkatkan percepatan vaksinasi. Tidak perlu ada lagi pembatasan-pembatasan yang tidak perlu, sehingga setelah tuntas vaksinasi kita bisa menerapkan herd immunity dan COVID-19 ini tidak lagi dianggap sebagai pandemi tetapi endemi. Pemerintah juga dengan serius harus memastikan ketersediaan obat-obat tertentu yang diperkirakan mampu membantu mengobati COVID-19.

Demikian tulisan sederhana ini, sekali lagi, hanya sekadar "nguda rasa" dan tidak bermaksud melawan kebijakan pemerintah yang sudah sangat serius dalam menghadapi pandemi ini. Mari kita saling menjaga diri, saling mengingatkan dan berusaha secara serius meminimalkan efek lokal maupun global dari COVID-19 ini.

***
Solo, Sabtu, 10 Juli 2021. 12:36 pm
'salam sehat penuh cinta"
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko