Sebaiknya, sejarah ditulis tidak terlampau jauh antara kejadian dan penulisannya agar kesenjangan (gap) atau "hermeneutic cycle" antara apa yang diketahui dan belum diketahui tidak terjadi gap.
Barangkali akan ada 2, bahkan 3, tulisan terkait judul. Kita mulai saja dari yang bisa mulai ditulis. Sebab: saya tidak tahu seperti aga gagasan saya, sebelum semuanya selesai: dituangkan dalam tulisan.
Menulis sejarah: tak ubahnya main puzzle. Menyusun kepingan peristiwa yang lepas itu, menaruhnya dulu di atas meja, dilihat, diklasifikasikan, ditempatkan, sesuai tidak pada tempatnya, dibandingkan, tapi: menyertakan PENAFSIRAN juga.
Inilah yang tidak bisa dihindari. Pengalaman saya menulis sejarah asal mula subsuku Dayak di Wikipedia demikian. Saya kemudian menyadari cara kerjanya. Saya gabungkan keterangan lisan orang-orang tua atau pelaku dibandingkan dengan teks-teks/realitas yang terpotong itu.
Kemudian ada yang namanya "vorurteil", yakni apa yang menjadi asumsi/ pengetahuan dari sang penulis. Semakin ia kaya informasi, dan makin ia menguasai subjek, maka makin terjadi "fussion of horizon" (bersatunya realitas dalam satu narasi). Di sanalah seorang peneliti/ penulis mengemban tugas Hermes: menjadi jembatan antara dunia dewa (yang tidak diketahui) dan dunia manusia (yang diketahui).
Membangun sebuah narasi dengan bahan-bahan yang sudah ada. Tidak boleh ditambah ataupun dikurangi. Si peneliti/penulis hanya membersihkan debu-debu saja agar sejarah itu: bersih dari tempelan yang tidak perlu.
Pada akhirnya, yang disebut SEJARAH adalah teks / realitas tertulis, yang pertama dan cukup lengkap di topiknya. Imaginasi/ fiksi pun bisa dianggap sebagai peristiwa benar, manakala dipercaya demikian. Yang penting adalah ada pesan/ nilai dari masa lampau yang dirajut di dalam peristiewa itu.
Demikianlah makna "historia nuntia vetustatis" satu dari 5 fungsi sejarah menurut pakar sejarah dan penulis Cicero (106-43 S.M.). Tentang fiksi yang dianggap sejarah sungguhan ini, akan saya tulis di beranda ini, kemudian.
Peristiwa yang tidak ditulis, bukan tidak ada (terjadi), tapi itu bias, pilihan-sadar, ketika to spoon (menyendok) mengambil potongan peristiwa tadi, ada KEBERPIHAKAN si peneliti/ penulisnya.
Sebaiknya, sejarah ditulis tidak terlampau jauh antara kejadian dan penulisannya agar kesenjangan (gap) atau istilah dalam dunia akademik "hermeneutic cycle" antara apa yang diketahui dan belum diketahui tidak terjadi miss/ gap yang terlampau jauh.
Sejarah wajib mengandung 3 hal saling terkait dan bisa dibuktikan.
1. Siapa tokohnya?
2. Apa peristiwanya?
3. Setting (waktu dan tempat). Kapan? Di mana?
Jika tidak bisa dibuktikan 3-wajib tadi, mitos/ legenda/ dongeng: bukan SEJARAH.
***
Tulisan sebelumnya: Bahasa Tulis [8] Karakter Para Penggila Kho Ping Hoo
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews