Akan tetapi, berbekal bahasa Inggris saja tidak cukup. Menerjemahkan itu bukan mengartikan, tetapi bukan juga menafsirkan. Menerjemahkan itu seni.
Sewaktu kuliah dulu, saya sering mendapat order menerjemahkan literatur berbahasa Inggris ke bahasa Indonesa dari teman-teman jurusan sosiologi, antropologi, atau kesejahteraan sosial. Saya sendiri kuliah ilmu komunikasi. Saya mematok tarif Rp600 per halaman kuarto spasi rangkap. Lumayan untuk menambah uang saku.
Bahwa saya bisa dan biasa menerjemahkan literatur berbahasa Inggris awalnya cuma terdengar di fakultas saya, FISIP. Lama kelamaan jasa terjemahan saya terdengar ke fakultas lain di USU Medan. Saya pernah menerjemahkan literatur pertanian dan teknik sipil.
Makin lama jasa terjemahan saya terdengar ke universitas lain di Kota Medan, Sumut. Saya pernah menerjemahkan literatur yang membahas mesin helikopter order dari mahasiswa teknik mesin satu universitas swasta di Medan. Sulitnya bukan main. Saya mesti berulangkali membuka "Kamus Inggris-Indonesia" karangan John M. Echols dan Hasan Shadily yang senantiasa menemani saya menerjemahkan.
Saya kadang merasa kerepotan menerima order terjemahan sehingga harus membaginya ke teman-teman yang saya nilai piawai berbahasa Inggris.
Pada 1999, saya mendapat order menerjemahkan buku "Liberal Islam" yang dieditori Charles Kurzman dari Penerbit Mizan melalui senior saya Mas Eko Supriyanto. Mizan meminta saya menerjemahkan satu bagian buku tersebut untuk melihat apakah terjemahan saya bagus atau tidak. Saya menerjemahkannya dan mengirimkan ke Mizan. Mizan puas dengan contoh terjemahan saya dan mengijinkan saya menerjemahkan seluruh buku.
Saya merampungkan penerjemahan buku itu, tetapi sampai beberapa lama saya tidak melihat buku tersebut bertengger di toko buku. Edisi Indonesia buku tersebut ternyata diterbitkan penerbit lain. Saya tidak tahu mengapa. Saya tidak ambil pusing karena yang penting saya sudah menerima honornya.
Keterampilan saya menerjemahkan berbekalkan penguasaan bahasa Inggris yang lumayan. Saya bisa bahasa Inggris "sedikit-sedikit" berkat tiga hal. Pertama guru bahasa Inggris saya di SMP, Pak Paul Boyman, piawai membuat kami pintar berbahasa Inggris. Kedua, buku pelajaran Bahasa Inggris berjudul "Sistem 50 Jam" karangan Soetan Soleman yang saya pelajari secara mandiri. Ketiga, selama sekitar dua tahun saya les Bahasa Inggris dari tingkat 'basic to intermediate' sampai tingkat 'post-intermediate' di LIA Pramuka, Jaktim.
Akan tetapi, berbekal bahasa Inggris saja tidak cukup. Menerjemahkan itu bukan mengartikan, tetapi bukan juga menafsirkan. Menerjemahkan itu seni. Oleh karena itu, saya membaca buku "Seni Menerjemahkan" karangan A. Widyamartaya.Sebagai contoh kalimat "A few members support the movement." Kebanyakan kita mungkin akan menerjemahkan "Sedikit anggota mendukung gerakan tersebut." Terjemahan ini tidak salah, tetapi kurang 'nyeni.' Sebaiknya kalimat itu diterjemahkan menjadi "Hanya segelintir anggota mendukung gerakan tersebut" atau "Tidak banyak anggota mendukung gerakan tersebut."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews