Anda bisa pilih ikut mengancam pemerintah atau Anda bisa memilih ikut berdoa agar orang Indonesia diberi super power sehingga tidak mudah tertular meski aturan PSBB makin longgar.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19, semua pemerintah di dunia mengambil sebuah titik keputusan di antara 2 titik utama yaitu: Terlalu Reaktif (lockdown) dan Terlalu Abai (herd immunity).
Pun pemerintah Indonesia. Tindakan yang disebut PSBB itu juga mengambil sebuah titik di antara 2 titik itu.
Kalau sekadar menyalahkan tentu semua bisa membangun argumentasi. Tapi sebenarnya tak ada yang tahu mana keputusan yang tepat dan mana yang salah sebelum pandemi ini benar-benar berlalu nanti.
Di bulan Maret lalu, banyak yang mendesak pemerintah lakukan lockdown sekaligus menyalahkan pemerintah karena tak memberlakukan lockdown. Banyak yang menyampaikan prediksi dengan nada seperti "mengancam" bahwa akhir April akan terjadi bencana besar Covid-19 di Indonesia.
Saya ingat sekali betapa hebohnya ketika Menhub Budi Karya dinyatakan positif Covid-19. Ucapan-ucapan nyinyir pun bermunculan:
- "Itu Menhub kan habis rapat kabinet dan duduk dekat Menkeu. Pasti kena itu Menkeu dan menteri-menteri yang lain."
- "Kalau istana saja kebobolan, bagaimana dengan tempat lain?"
Buzzer gempar seakan pemerintah akan hancur dalam hitungan hari!
Kini, bulan Mei akan berlalu. Tanda-tanda korban besar di Indonesia tampaknya tidak seperti yang "diancamkan". Dengan jumlah penduduk 260 juta, korban Covid-19 di Indonesia terhitung masih sangat sedikit.
Di saat yang sama, Amerika Serikat yang penduduknya 320 jutaan dan terbilang mirip Indonesia, jumlah penderitanya sudah 1,5 juta orang dengan angka kematian lebih dari 90 ribu orang.
Dahlan Iskan dalam sebuah tulisannya menyatakan bahwa ini membanggakan karena kondisi kita jauh lebih baik dibanding negara maju sekalipun.
Penambahan jumlah kasus di Indonesia nyatanya tidak eksponensial. Penambahannya belum membaik, tapi juga tidak terlalu buruk.
Lalu apa yang bisa kita ambil untuk -minimal-sebuah kesimpulan sementara?
Iya, orang Indonesia tampaknya memang lebih kuat. Paling tidak, usaha dengan pakai masker, cuci tangan dan social distancing selama ini saja sudah cukup mencegah penyebaran Covid-19 secara masif.
Jadi, dengan mengambil keputusan yang cenderung abai saja, ternyata korban di Indonesia tidak sebesar yang diperkirakan. Itulah kenapa, menurut opini saya, pemerintah pusat pun mencoba "bermain api" lagi dengan mulai melonggarkan PSBB.
Penjualan tiket pesawat dan tiket kapal laut menurut kabar, dicoba dibuka. Keputusan ini jelas banyak ditentang, bahkan oleh para pendukung pemerintah sekalipun. Lihat saja saat beredar foto di bandara Soetta kemarin. Belum lagi, "ancaman" akan banyaknya korban di bulan depan, begitu banyaknya.
Dan tampaknya pemerintah (baca: Jokowi) benar-benar ambil risiko itu. Risiko apa? Risiko dihujat jika memang keputusan ini akan menciptakan korban besar di bulan depan. Risiko ini lumayan besar karena pendukungnya sendiri pun akan banyak mengecam. Tapi ya begitulah risiko jadi presiden.
Lalu kira-kira apa pertimbangan pemerintah saat melonggarkan PSBB? Rasanya hanya ada 1 jawaban: EKONOMI NASIONAL.
Perekonomian saat ini bisa dibilang mati, dan pemerintah tentu ingin ini bisa dihidupkan kembali. Karena toh untuk mengembalikan itu juga tak mudah dan perlu waktu yang lama. Jika tak segera dimulai, tentu akan lebih lama lagi.
Pemerintah tentu berhitung, berapa jumlah korban meninggal dibandingkan dengan nilai ekonomi masyarakat yang mati karena Covid-19. Tentu Jokowi tak seberani Trump mengungkapkan logika seperti ini, tapi jelas itu jadi pertimbangannya.
Setelah lebaran nanti, jika ternyata jumlah korban (masih juga) tak bertambah secara signifikan, saya kok yakin pemerintah akan menormalkan kehidupan di negara ini. Tentu saja dengan "normal baru".
Setelah lebaran nanti, peraturan mungkin semakin dibuka. Kantor pemerintah, sekolah, perusahaan swasta, dan fasilitas transportasi mungkin diperintahkan untuk beroperasi kembali dengan standar kesehatan yang baru.
Sangat mungkin keputusan itu diambil jika "main api" Jokowi saat ini ternyata tak menghasilkan banyak korban seperti yang diperkirakan.
Mungkin akan ada aturan untuk kehidupan "normal baru" yang jauh lebih ringan dari PSBB. Misal: masker wajib dipakai siapa saja dan di mana saja, hand sanitizer harus dibawa oleh setiap orang, mengurangi salaman, sakit batuk dan flu wajib di rumah, dll.
Sekarang, Anda bisa pilih ikut mengancam pemerintah seperti yang banyak orang lakukan bulan Maret lalu. Atau Anda bisa memilih ikut berdoa agar orang Indonesia diberi "super power" sehingga tidak mudah tertular Covid-19 meski aturan PSBB makin longgar.
Saya pribadi, lebih memilih pilihan kedua. Dan meski dengan bentuk baru, saya ingin kehidupan kembali normal karena kondisi sekarang jelas membunuh saya secara perlahan tanpa harus terinfeksi virus Corona.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews