Ketika hasilnya Rimar dan Mark yang lolos ke Grand Final suasananya jadi canggung, karena Anggi yang digadang-gadang jadi juara II malah tersingkir.
Laki-laki dan Perempuan mempunyai peluang yang sama untuk menjadi juara dalam ajang Indonesian Idol yang berawal pada tahun 2004. Walaupun untuk sementara, apabila persaingan di final terjadi antara laki-laki dan perempuan, perempuan masih mendominasi.
Penyelenggaraan Indonesian Idol sendiri pada awalnya berlangsung 1 tahun sekali (2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Oleh karena rating-nya menurun, maka penyelenggaraannya dijadikan 2 tahun sekali (2010, 2012 dan 2014).
Setelah itu terhenti selama 4 tahun, dan baru tahun 2018 diselenggarakan lagi. Setelah tahun 2018, baru tahun 2020 diadakan kembali, dan selang 1 tahun kini diselenggarakan Indonesian Idol Season 11 pada tahun 2021.
Sepanjang sejarah penyelenggaraan Indonesian Idol, tujuh kali pada tahapan final (kini, Grand Final) persaingan berlangsung antara laki-laki dan perempuan, dan kedudukannya 5-2.
Lima kali dimenangkan oleh perempuan, yakni antara Joy Destiny Tiurma Tobing (Joy Tobing) dan Delon Thamrin (Delon) pada tahun 2004, Rinni Wulandari (Rinni) dan Wilson Simon Maiseka (Wilson) pada tahun 2007, Regina Ivanova Polapa (Regina) dan Kamasean Matthews (Sean) pada tahun 2012, Nowela Elizabeth Auparay (Nowela) dan Husein Alatas (Husein) pada tahun 2014, Maria Dwi Permata Simorangkir (Maria) dan Ahmad Abdullah Baladjam (Abdul) pada tahun 2018.
Dua kali dimenangkan oleh laki-laki, Januarisman Runtuwene (Aris) dan Gisella Anastasia (Gisel) pada tahun 2008 serta Elicohen Christellgo Pentury (Igo) dan Skolastika Citra Kirana Wulan (Citra) pada tahun 2010.
Kini, di ajang Indonesian Idol Season 10 pada tahapan Grand Final persaingan kembali terjadi antara laki-laki dan perempuan, antara Rimar Callista (Rimar) dan Mark Natama (Mark).
Selain itu, ada dua final yang berlangsung antara laki-laki, yakni antara Michael Prabawa Mohede (Mike) dan Judika Nalon Abadi Sihotang (Judika) pada tahun 2005 serta antara Muhammad Ihsan Tarore (Ihsan) dan Dearly Dave Sompie (Dirly) pada tahun 2006. Dan, satu final antara perempuan, yakni antara Lyodra Margaretha (Lyodra) dan Tiara Andini (Tiara) pada tahun 2020.
Namun, ada hal yang lucu yang terjadi pada tahapan Road to Grand Final pekan lalu, di mana tiga besar Indonesian Idol 2021, dipasangkan dengan Juara I, II dan III Indonesian Idol 2020.
Dengan demikian, muncul kesan seakan-akan penyelenggara Indonesian Idol 2021 sudah meramalkan siapa yang akan muncul sebagai juara I, II dan III Indonesian Idol 2021.
Contohnya, Rimar diduetkan dengan Lyodra (Juara I Indonesian Idol 2020), Anggi Marito dipasangkan dengan Tiara (Juara II Indonesian Idol 2020) dan Mark dipasangkan dengan Ziva Magnolya (Juara III Indonesian Idol 2020).
Atau lebih tepatnya, ada kesan, penyelenggara berupaya menggiring opini publik mengenai siapa yang pantas menjadi juara I, II dan III.
Itu terlihat dari percakapan Rimar dan Lyodra, di mana Lyodra mengatakan, ”Kan malam ini kakak (Rimar) duet sama aku, semoga rezekinya sama (Jadi juara I).”
Percakapan antara Anggi dan Tiara serta Mark dengan Ziva berlangsung lebih netral, walaupun sulit untuk menghilangkan kesan bahwa ada upaya menggiring opini publik tentang siapa calon juara I, II dan III.
Nah ketika hasilnya, Rimar dan Mark yang lolos ke Grand Final suasananya jadi canggung, karena Anggi yang digadang-gadang jadi juara II malah tersingkir.
Penentuannya sepenuhnya di ujung jari orang-orang di luar sana yang tampaknya tidak terpengaruh oleh penggiringan opini penyelenggara Indonesian Idol.
Itu sebabnya, kini, kita tinggal menunggu siapa yang akan dipilih oleh orang-orang di luar sana, Rimar yang memiliki vokal dan teknik bernyanyi yang prima atau Mark yang memiliki pesona (charm) seorang bintang dan pandai membuat enak lagu dengan falsetto-nya yang unik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews