Optimistis Melihat Masa Depan Indonesia

Kadang-kadang irisannya menjadi aneh dengan nama seperti Rizal Ramli, PKS, Reffly Harun, sampai si Badrun yang ternyata sedang berkampanye mencapreskan Rizal Ramli.

Sabtu, 15 Januari 2022 | 22:46 WIB
0
88
Optimistis Melihat Masa Depan Indonesia
Ilustrasi UMKM (Foto: Facebook/Sunardian Wirodono)

Bill Gates sudah menyatakan bahwa setelah ‘omicron’ ini, maka Covid-19 akan terposisikan sebagai endemi, dan penanganannya pun kayak orang terkena flu musiman. Kemudian? Atau, akan tetapi? Bersamaan dengan itu, konsep keterhubungan dan pola komunikasi virtual berbasis internet, juga dalam berbagai bisnis, setidaknya telah berhasil mendesakkan agendanya; Perubahan besar-besaran yang terjadi dalam berbagai ranah kehidupan manusia.

Indonesia masuk 5 besar negara pengguna internet. Setidaknya pula, jargon new-era (yang juga sempat disebutkan oleh Jokowi akhir 2020), telah berubah menjadi kenyataan. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia mencapai peningkatan luar biasa, justeru ketika beberapa negara sebagian besar ambruk karena Covid-19.

Penerimaan pajak tahun 2021, menunjukkan kenaikan angka yang prestisius. Kenyataan lain, pertumbuhan UMKM dengan berjejaring internet, berkait dengan market-place dan e-commerce yang diciptakan generasi baru Indonesia, dengan munculnya berbagai aplikasi dan star-up, bukan saja berhasil mendorong distribusi ekonomi dari kota ke desa, melainkan dari konsumen global ke desa-desa.

Di tengah isu korupsi yang didesakkan orang macam Rizal Ramli dan Reffly Harun, kemudian diverbalkan oleh Ubaidillah Badrun, media pasti tak tertarik memberitakan bagaimana Gibran dan Kaesang menciptakan lapangan kerja dan pemetaan posisi UMKM di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur via berbagai aplikasi e-commerce.

Tak jauh dari rumah saya, di kawasan Mlati (Sleman, DIY), banyak anak muda yang dulunya pengangguran, pada tahun pandemi ini dengan bangga menceritakan perubahan hidupnya. Sebagiannya mampu membeli rumah, sesuatu yang justeru tak terbeli ketika mereka dulunya buruh atau bahkan PNS. Mereka menjadi reseller untuk berbagai produk UMKM di wilayahnya, jualan online, membuat market-place, memperkenalkan produk ndesa sampai luar negeri, dan tentu juga mengekspornya. Bener-bener WFH, work from home.

Tak sampai setahun, perputaran uang dalam bisnis mencapai Rp30-an milyar. Itu pun (baru hanya) yang terjadi di Kapanewon Mlati. Hanya bagian dari apa yang dikembangkan Nofi Bayu Darmawan, pemuda dari Purbalingga (Jawa Tengah), lulusan D3 Akuntansi, yang pernah menjadi ASN di Kemenkeu dan kemudian mengundurkan diri.

Dari sini, Nofi kemudian mengajak anak-anak desanya di Purbalingga, membangun apa yang disebutnya Kampung Marketer. Inisiasi ini bertumbuh dan berkembang ke berbagai daerah, termasuk di Mlati yang saya ceritakan tadi.

Jadi, apa ini persoalannya? Dalam situasi atau posisi transisi ini, pertarungan dimulai. Orang-orang masa lalu (termasuk yang merindukan Orde Baru Soeharto muncul kembali, dan tak suka model kepemimpinan Jokowi), adalah bagian dari yang tak siap move on. Lebih karena comfortable zone mereka terganggu.

Dalam beberapa hal kelompok ini kemudian memakai isu agama untuk mendesakkan kepentingannya. Bak gayung bersambut, kelompok agamaisme pun sebagiannya (saya kurang tahu besar atau kecil) sudi berada dalam barisan ini. Kemudian muncul beberapa nama seperti Rizieq, Bahar, dan seterusnya. Kadang-kadang irisannya menjadi aneh dengan nama seperti Rizal Ramli, PKS, Reffly Harun, sampai si Badrun yang ternyata sedang berkampanye mencapreskan Rizal Ramli.

Saya sih tidak pesimis melihat masa depan Indonesia. Seperti kata Eros Djarot, badai pasti berlalu. Sebagaimana juga ditegaskan Kartini, habis gelap terbitlah terang. Dengan syarat dan ketentuan berlaku, orang macem Rizal Ramli cum-suis harus berlalu terlebih dulu. Karena ngeliat photo Gozalie pun mereka bisa pingsan.

Sunardian Wirodono