Apresiasi Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Pemerintah

Penguatan ekonomi Indonesia juga tercermin dari inflasi yang rendah sekitar 3,2 persen pada tahun 2018 dan terkendali sesuai dengan sasaran 3,5 plus minus 1 persen pada 2019.

Rabu, 25 Desember 2019 | 12:24 WIB
0
236
Apresiasi Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Pemerintah
Foto: Kumparan

Sektor perekonomian memang menjadi hal yang disoroti oleh banyak pihak selama Jokowi mengemban amanah sebagai Presiden Republik Indonesia. Bagaimana tidak, selama Jokowi menjabat, kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran, menjadi salah satu faktor yang membaik di era Jokowi jilid I. Hal ini ditunjukkan oleh indikator rasio dari masing-masing elemen. 

Jokowi dinilai berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia, dari 11,3% menjadi 9,4%. Rasio ini juga menunjukkan tingkat ketimpangan pun membaik dari semula di angka 0.406 menjadi 0.382 dan tingkat pengangguran terbuka 5.7 persen menjadi 5.0%.

Sejarah pun mencatat hal ini, dimana untuk pertama kalinya selama sejarah Indonesia pasca kemerdekaan. Pemerintahan dibawah Jokowi telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi single digit.

Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai masih stabil dan solid di kisaran 5% selama 5 tahun terakhir dimana beberapa negara besar seperti China dan India mengalami penurunan yang lebih dalam dari kisaran 8% menjadi 6%.

Tentu ini bisa menjadi sebuah prestasi yang layak diapresiasi, karena Presiden Jokowi telah berhasil meredam goncangan ekonomi Nasional yang merupakan dampak dari kondisi global yang sulit, namun pertumbuhan ekonomi tetap dijaga stabil dan kualitas pembangunan yang ditunjukkan dengan tingkat kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran terus membaik.

Pengamat ekonomi Bank Mandiri, Dendi Ramdani juga mengapresiasi penurunan tingkat kemiskinan yang berhasil dicapai oleh Pemerintah pada saat ekonomi global melambat.

Penurunan angka kemiskinan di Indonesia tentu menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan.

Akses masyarakat kepada kebutuhan dasar pun berjalan dengan efektif, seperti peningkatan akses air minum dari 59,22 persen di tahun 2015 menjadi 72,79 % di tahun 2019, peningkatan sanitasi layak dari 46,63 % meningkat menjadi 74.34 % sepanjang 2015-2019.

Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka tahun 2018 masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 yang sebesar 5,07 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, capaian angka pertumbuhan kali ini patut disyukuri di tengah tantangan global yang cukup berat. Pihaknya juga mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia ressilience alias memiliki ketahanan.

Selain itu, hal yang cukup terasa adalah penurunan Harga BBM sehingga BBM dari sabang sampai merauke bisa 1 harga. Tentu pantas jika penurunan harga BBM merupakan salah satu indikator keberhasilan ekonomi Presiden Jokowi seiring dengan semangat pemerintahan untuk terus mengupayakan kesejahteraan pada masyarakat.

Pertumbuhan tersebut merupakan capaian yang cukup baik. Sebab, pada tahun 2018, gejolak ekonomi cukup mengganggu laju pertumbuhan sejumlah negara berkembang.

Pengamat ekonomi Rhenald Kasali melihat ada perubahan pola perekonomian di Indonesia. Menurut dia, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat bisa dirasakan dari bawah.

Di tahun 2018 merupakan angin segar bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM. Daya saing pelaku UMKM diharapkan mengalami peningkatan sehingga mampu ikut serta dalam kegiatan usaha formal.

Dalam PP No 23 tahun 2018 tentang pajak penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu, pemerintah memangkas pajak penghasilan UMKM dari 1% menjadi 0,5%. Dengan adanya kebijakan tersebut tentu akan memberikan semangat UMKM untuk berkembang.

Untuk mempermudah pelaku usaha dalam mendapatkan kredit / pembiayaan dari Lembaga Keuangan, Pemerintah melalui Mentri Koordinator Bidang Perekonomian memutuskan untuk menurunkan suku bunga KUR tahun 2018 dari semula 9% efektif per tahun menjadi sebesar 7% Bunga efektif per tahun.

Adapun plafon KUR khusus, ditetapkan sebesar Rp 25 Juta – Rp 500 Juta untuk setiap individu anggota kelompok. Nantinya komite kebijakan akan menetapkan besaran plafon KUR tahun 2018 bagi setiap penyalur KUR, dengan mempertimbangkan rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penguatan ekonomi Indonesia juga tercermin dari inflasi yang rendah sekitar 3,2 persen pada tahun 2018 dan terkendali sesuai dengan sasaran 3,5 plus minus 1 persen pada 2019 sehingga mendukung daya beli masyarakat dan kesejahteraan juga meningkat.

***