Pariwisata Ortodoks

Dunia dijejali artefak visual FAST (Fesyen-Arsitektur-Seni-Teknologi). Artefak visual FAST menjadi daya sihir. Itu yang dicari pasar. Pariwisata Bali, Yogyakarta dan Bandung beruntung punya magnit visual itu.

Kamis, 9 Desember 2021 | 10:58 WIB
0
118
Pariwisata Ortodoks
Danau Toba (Foto: Dok. pribadi)

Hati-hati!

Jika anda hari ini masih ngeyel memasarkan pariwisata yang menggadang-gadang keindahan alam doang, maka bertobatlah!

Mindset pelaku pariwisata yang ortodoks, memang sangat memuja keindahan alam yang "god-made".

Masih menjual view nan elok bikinan Tuhan itu udah basi, brosis. Masih menjual destinasi yang "god-made" itu bagai katak dalam tempurung. Itu tinggal kelas namanya. Era pariwisata "god-made" udah magrib!

Hari ini wawasan, selera dan imajinasi penggila turisme udah terdilatasi. Udah bergeser! Mungkin banyak orang yang bingung, koq sampai kini destinasi Danau Toba masih aja minus peminat? Kurang apa sih moleknya alam Danau Toba?

Who moved my chesee?

Pegiat Danau Toba gak sadar. "Keju" daya tarik turisme kontemporer, udah bergeser ke destinasi yang "man-made".

"Hari ini, budaya visual telah mengambil alih dunia". Demikian sabda futuris Megatrends, John Naisbitt belasan tahun lalu.

Kini, dunia dijejali artefak visual FAST (Fesyen-Arsitektur-Seni-Teknologi). Artefak visual FAST menjadi daya sihir. Itu yang dicari pasar. Pariwisata Bali, Yogyakarta dan Bandung beruntung punya magnit visual itu. Trio kota ini setrong "man-made" nya, karena gokil ekosistem pendidikan FAST nya.

PR besar pariwisata Danau Toba adalah absennya kekuatan SDM ekonomi kreatif "man-made" nya.

***