Selesaikan Kasus KBN vs CKN Agar Investor Percaya

Ada 33 proyek direlokasi dari China. Tapi ternyata tidak ada satupun mampir ke Indonesia. Sebagian besar malah ke Vietnam, Thailand dan Malaysia.

Selasa, 10 September 2019 | 17:25 WIB
0
280
Selesaikan Kasus KBN vs CKN Agar Investor Percaya
Kawasan Berikat Nusantara (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

Perang dagang AS dan China yang tak kunjung reda. Dampaknya sadis. Venezuela, Brazil dan Argentina ampunan-ampunan dihajar krisis. Persoalan terus merambat ke negara lain.

Ekonomi Turki, negara Erdogan itu, kini terjerembab krisis. Pertumbuhannya minus. Perdagangan lesu. Pengusaha mulai menahan investasi yang membuat roda tidak berputar. Erdogan keliyengan.

Signal yang paling mengkhawatirkan adalah Singapura. Negara kecil ini merupakan ukuran paling nyata untuk melihat sehatnya ekonomi dunia. Singapura sangat bergantung pada ekspor dan impor. Kelesuan ekonominya menandakan suasana duka sedang menggelayuti dunia. Krisis membayang. Proyeksi pertumbuhan negeri Singa ini dipangkas. Dari 1,5% sampai 2,0%, diubah menjadi 0%. Alias stagnan.

Dalam suasana begini, investasi langsung dianggap sebagai gadis yang harus dipikat. Agar ekonomi terus bergerak. Tanpa investasi, tinggal tunggu saja lonceng krisis menghampiri.

Proyeksi Bank Dunia bahkan menjelaskan bahwa resiko terbesar ekonomi Indonesia adalah capital outflow (dana keluar). Apalagi kita juga masih mengalami devisit transaksi berjalan. Kalau makin banyak dana keluar, akan makin lesu juga ekonomi kita.

Jalan satu-satunya, ya dengan mengundang investasi langsung untuk masuk dan menanam dananya di Indonesia. Ajak pengusaha membangun pabrik, mengerjakan proyek, menjalankan usaha. Undang dana-dana asing masuk kesini. Agar gap antara dana yang keluar dan yang masuk tidak semakin dalam.

Masalahnya, birokrasi kita masih lelet. Kasus perijinan yang memakan waktu lama. Berbelit-bekitnya prosedur dan tumpang tindihnya kebijakan menjadi penghalang orang berinvestasi.

Baru saja Presiden Jokowi menumpahkan kekecewaanya. Ada 33 proyek direlokasi dari China. Tapi ternyata tidak ada satupun mampir ke Indonesia. Sebagian besar malah ke Vietnam, Thailand dan Malaysia. Padahal satu-satunya cara menangkal pelambatan ekonomi hanya dengan mengundang investasi langsung.

Tapi mengundang orang inveatasi perlu kepastian hukum. Belum lagi soal kelakuan sok kuasa aparat negara. Beberapa BUMN juga merasa heroik sendiri yang pada akhirnya membuat swasta malas ikut terlibat. Hukum yang gak pasti adalah pertimbangan penting orang untuk berinvestasi.

Salah satu kasus, adalah konflik Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan anak usahanya sendiri, Karya Citra Nusantara. Anak usaha ini merupakan usaha patungan KBN dengan perusahaan swasta untuk membangun dan mengembangkan kawasan pelabuhan pendamping Tanjung Priuk.

Mulanya kesepakatan sudah diketuk. Modal triliunan digenlontorkan membangun pelabuhan. Eh, di tengah jalan KBN memaksa perubahan komposisi, yang tadinya 85 : 15, jadi 50 : 50. Oke, rekanan swasta setuju perubahan. Asal KBN juga setor modal. Nah, masalahnya KBN gak sanggup menyetor modal.

Sekarang malah KBN meminta proyek distop. Padahal pihak swasta sudah mengeluarkan duit triliunan untuk mengerjakan proyek. Ini menjadi sinyal bahwa kepastian usaha di Indonesia bisa dibegal di tengah jalan.

Ini hanyalah salah satu kasus dimana posisi swasta sangat rentan. Padahal Jokowi berkali-kali ngomong agar kita menggelar karpet merah bagi para investor. Sebab hanya dengan investasi langsung, ekonomi Indonesia bisa selamat dari dampak krisis dunia.

Kasus tidak ada satupun relokasi induatri dari China ke Indonesia. Atau terhambatnya investasi Aramco dan banyak investasi yang tertunda sebetulnya jadi lonceng marabahaya bagi kita.

Birokrasi harus berbenah. Mental aparat harus dibenahi. Rakyat juga wajib bahu membahu agar kita tidak terjerembab krisis lagi. Sebab jika krisis melanda, yang akan menari adalah para pengasong khilafah yang akan mendapat angin untuk menghancurkan Indonesia. Mereka akan mengobarkan kekecewaan rakyat sambil menawarkan jalan keluar palsu.

Tidak ada jalan lain, kecuali kita harus berubah. Negeri ini memamg bak gadis cantik. Kaya potensi. Dan layak untuk disunting.

Tetapi kalau gadis itu punya kakak-adik preman pasar. Pamannya tukang palak. Bapaknya galak dengan kumis melintang seperti Kali Malang. Emaknya mata duitan. Siapa juga yang mau mempersuntingnya. Punya mertua dan ipar yang bakalan bikin susah, jauh lebih sial ketimbang hanya punya istri cantik.

Mendingan cari gadis lain. Itulah mengapa tidak ada satupun relokasi dari Cina mampir ke Indonesia.

"Ajak kawin lari aja, mas," ujar Abu Kumkum.

Eko Kuntadhi

***