Sebenarnya tidaklah sulit membuktikan Ratna Sarumpaet dianiaya atau tidak. Tak perlu visum et repertum, karena memang sudah kadaluwarsa. Sekarang tinggal merekontruksi urutan waktu dan logikanya.
Ini bukan jaman Hitler, bahwa kebohongan yang terus-menerus akan bisa dianggap nyata dan benar. Mungkin saja ada yang percaya, tetapi segoblog-goblog orang pasti. Jaman Hitler, juga Soeharto, medsos belum punya alat secanggih gadget atau smartphone kayak sekarang. Medsos masih berupa mbok bakul sinambe wara, dari cangkem ke dengkul.
Tak perlu intel canggih untuk mengusut, karena ini jaman teknologi digital. Hampir semua orang kini punya mesin digital di tangan. Tak sulit mengetahui dalam waktu serentak, apakah tanggal sekian ada pertemuan internasional di sini? Ada manifest penumpang montor-mabur di situ? Jam berapa? Bahkan sampai rekaman CCTV, orang selintutan keluar masuk rumah sakit bedah pun akan terunggah!
Tinggal nanya di ruang admin RS, bahkan pengecekan lalu-lalang duit antarrekening, apa ada transaksi antara anu dan anu? Jam berapa lebih berapa detik? Bahkan pun, warga penduduk biasa, bisa membuktikan kenapa nomor rekening untuk aktivitas sosial, atas nama lembaga crisis centre, tapi bisa dipakai oleh pribadi? Bijimana transparansi atau akuntabilitasnya?
Nah, ujung-ujungnya duit ‘kan? Kini tinggal pengakuan Ratna. Yang diributkan orang tentangnya ini, bener tidak? Apa yang terjadi sesungguhnya? Dokter bedahnya boleh ngomong tidak? Kalau nggak boleh ngomong, mesti bayar berapa agar mingkem? Semuanya akan sampai pada fakta sebenarnya nanti.
Perkara Dahnil Anzar, atau Fahri Hamzah dan Titiek Soeharto, dan konco-konconya tetap percaya Ratna digebugin, ya sesuai selera masing-masing. Tapi tanpa klarifikasi, pihak yang tak percaya soal penggebugan itu, juga tetap akan percaya bahwa pihak Ratna berbohong. Begitu saja ‘kan?
Kita tidak perlu operasi wajah, tetapi operasi mulut saja. Karena kalau cuma cantik, Hanum Rais juga cantik. Tapi buat apa cantik, karena Cut Nja’ Dhien nggak pernah oplas? Ketika dia tua, dan diasingkan ke Jawa Barat, ia juga tak nyebar hoax. Apalagi minta dana, dengan bikin lembaga crisis centre atas nama pribadi. Jadi nggak ngerti kita, untuk nolongin korban kapal tenggelam di Danau Toba, atau untuk mbayarin ahli bedah?
Ini menyedihkan, dan sama sekali tak punya nilai plus untuk yang bikin icon ‘the new xraxoxo’ itu. Untuk masalah remeh-temeh gini. Apalagi malah nuding para korban di Palu dan Donggala karena Jokowi mengganggu Rizieq, atau, siapa itu yang pakai nama Gus?
Ini bangsa yang sebagiannya memang sungguh keterlaluan. Padahal, pernah lihat monyet makan daging? Daging monyet pula? Pernah? Agama dan politik, kalau kawin-mawin emang nggak mutu blas. Sama-sama tukang claim yang nggak ketulungan!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews