Dalam dunia politik ada jargon "tidak ada musuh abadi, yang ada kepentingan abadi".
Seperti pada Rabu malam 12 September 2018 lalu ada momen yang sangat menarik, yaitu Andi Arief dipeluk oleh Prabowo Subianto yang sebelumnya disebut "jenderal kardus" olehnya. Andi adalah kader Demokrat. Peristiwa ini terjadi di rumah Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketum Partai Demokrat.
Sebelumnya Andi Arief menceritakan gagalnya Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY karena ada mahar sebagai tutup mulut kepada partai PKS dan PAN. Bahkan Andi Arief dengan penuh semangat dan sedikit emosi menuduh Prabowo sebagai "jenderal kardus".
Andi Arief yang dipanggil oleh Bawaslu untuk memberikan keterangan atau klarifikasi juga tidak pernah datang ke kantor Bawaslu. Dengan alasan masih di Lampung karena orang tuanya sedang sakit. Malah yang bersangkutan menuduh Bawaslu yang malas.
Sebenarnya ketidakhadiran Andi Arief ke Bawaslu bukan semata-mata orang tuanya lagi sakit, tapi ada tekanan dari petinggi Partai Demokrat yang meminta Andi Arief untuk tidak memberikan keterangan atau klarifikasi kepada Bawaslu.
Untuk apa? Supaya tidak terjadi kegaduhan sesama partai koalisi yang mengusung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai capres dan cawapres.
Hingga isu uang mahar Rp1 triliun itu menguap dengan sendirinya dan menghilang dari pembicaraan publik.
Dalam politik hari ini memaki-maki dan mencela, besok pagi sudah saling jabat tangan dan cipika-cipiki atau saling rangkul dan peluk. Seperti pemandangan yang dilakukan oleh Andi Arief dan Prabowo itu.
Akhirnya Andi Arief bisa bertemu secara langsung dengan "jenderal kardus" dan dirangkul tapi bukan "rangkulan maut" sebagaimana isu menyeramkan yang pernah menerpa dulu, tapi rangkulan penuh perdamaian.
Semoga selalu rukun, supaya bisa memenangkan Pilpres 2019.
Eh, siapa yang kira-kira jadi pemenangnya, ya?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews