Bila kita mencermati belakangan ini, banyak munculnya berbagai informasi yang begitu menakutkan. Seakan-kan, hari esok matahari tak lagi bersinar di atas kepala kita. Bahkan, pikiran kita dibuat tak lagi bernalar, bahwa Indonesia diperkirakan tak akan mencapai usia ke-100 tahun. Sebuah sikap pesimistis yang tidak produktif sama sekali.
Coba Anda bayangkan, jika kita selalu dicekoki dengan kabar berita bahwa Indonesia tak akan lagi berdiri tegak di tahun 2030, maka kita tak perlu lagi bersemangat untuk bekerja. Kita pun tak mungkin untuk berpikir membekali masa depan untuk anak-cucu kita kelak.
Satu contoh. Beberapa hari belakangan ini, mata uang rupiah sempat tertekan oleh Dolar AS, namun gaungnya terlalu bising di telinga. Masyarakat seakan dibuat ketakutan bahwa krisis moneter 1998 akan terulang.
Penegasan dari pihak Pemerintah bahwa krisis ekonomi seperti tahun 1998 diyakini tidak akan terjadi. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Denni Puspa Purbasari saat menjadi narasumber program 'Rosi' Kompas TV dipandu jurnalis senior Rosianna Silalahi, Kamis 6 September 2018.
Keyakinan itu juga diamini oleh para pembicara lain, seperti mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, politisi PDI Perjuangan Andreas Eddy Susetyo dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ari Kuncoro.
Intinya, semua sepakat bahwa fluktuasi nilai tukar yang terjadi beberapa hari ini berbeda dengan apa yang terjadi ditahun 1998. Apa yang terjadi saat ini, lebih disebabkan faktor eksternal, yaitu kebijakan Bank Sentral AS yang menaikkan tingkat suku bunga. Di samping itu, adanya kebijakan fiskal dari Presiden Donald Trump yang sangat ekspansif. Akibatnya, defisit fiskal AS makin melebar, dan itu ditutup dengan penerbitan surat utang dengan suku bunga yang juga lebih tinggi.
Akibat dari kebijakan moneter dan fiskal AS tersebut, arus modal mengalir terlalu deras dari emerging market termasuk dari Indonesia ke AS. Permintaan dolar pun naik, harga dolar jadi merangkak naik. Selain itu, masih adanya defisit neraca transaksi berjalan ikut jadi pengaruh kuatnya nilai tukar Dolar terhadap rupiah.
Apa yang dikhawatirkan dengan kemungkinan terulangnya krisis moneter, seperti yang terjadi di tahun 1998, tidak didukung oleh fakta dan data yang kuat. Seperti yang dikatakan Ekonom Permata Bank Josua Pardede, saat ini nilai tukar sebagian negara berkembang cenderung terkoreksi terhadap dolar AS, namun kondisi ini masih jauh dari krisis 1998.
Kondisi fundamental perekonomian Indonesia sekarang ini sangat berbeda dengan kondisi fundamental pada tahun 1998. Saat itu, krisis yang berawal dari krisis mata uang Thailand Bath, juga diperburuk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak prudent,karena sebagian utang luar negeri swasta tidak memiliki instrumen lindung nilai.
Jika melihat kondisi fundamental Indonesia saat ini, pengelolaan utang luar negeri swasta cenderung dilakukan secara lebih berhati-hati. Bank Indonesia pun telah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi dalam rangka mengelola risiko nilai tukar.
Jadi, tetaplah berpikir optimis. Kesulitan apapun akan bisa kita hadapi bersama, asalkan semua komponen bangsa bersatu dan bekerja sama. Buktinya, ketika kita gagal meraih prestasi di Sea Games 2017, kita tidak berputus asa.
Dengan kerja keras, prestasi itu akhirnya kita peroleh juga di Asian Games 2018. Begitu juga dalam persoalan ekonomi, janganlah terlalu dipolitisasi untuk sekadar kepentingan sesaat, karena dampak buruknya akan terlalu besar yang dirasakan rakyat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews