Mahfud MD: “Saya bilang, Bapak (Jokowi) Enggak Salah!”

Kamis, 16 Agustus 2018 | 11:54 WIB
0
430
Mahfud MD: “Saya bilang, Bapak (Jokowi) Enggak Salah!”

“Sampai sekarang saya bersama Pak Jokowi. Pak Jokowi itu punya dua fungsi. Satu, dalam fungsi kenegaraan, dia presiden. Tapi politiknya, dia calon presiden. Saya bersama Pak Jokowi, sekurang-kurangnya, sampai saat ini, saya di (soal) kenegaraan.”

Itulah stand point Prof. DR. Mohammad Mahfud MD. Pernyataan Mahfud MD itu sederhana, tapi “dalam dan tegas”. Jujur dan apa adanya, bukan ada apanya! Bagi yang mengerti realitas politik, pernyataan itu adalah penanda sekaligus signifikansi yang sangat jelas.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan posisinya sampai saat ini masih sebagai anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sebagai “bawahan”, Mahfud MD ‘tegak lurus’ mendukung Pak Jokowi sebagai presiden yang sah.

Namun, dalam hal politik, dukungan Mahfud MD pribadi hingga saat ini tentunya belum ada pilihan pada calon presiden manapun, baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto. Jadi, salah kalau ada yang menafsirkan Mahfud MD mendukung capres Jokowi.

Di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiakan TV One bertajuk “Kejutan Cawapres: Antara Mahar Politik dan PHP” menegaskan sikapnya jika dirinya sampai saat ini masih bersama Presiden Jokowi, bukan berarti mendukung Jokowi sebagai capres.

Yang jelas, dari jejak digital sejak gagalnya menjadi cawapres Jokowi, hingga kini belum ada satu pernyataan sikap politik Mahfud MD terkait dukungan “copras-capres” 2019. Apakah ia akan mendukung Koalisi Jokowi, belum tentu. Prabowo, juga belum pasti!

Kalau pun ada yang menyebut “rakyat bangga pada Mahfud MD yang konsisten mendukung Jokowi secara elegan dan visioner", itu hanya klaim untuk “menghibur” diri saja dan berupaya menutupi realita politik dari perlakuan Koalisi Jokowi kepada Mahfud MD.

Melansir Detik.com, Rabu (15/8/2018) Mahfud MD menegaskan tetap membantu Jokowi di BPIP. Tapi, Mahfud MD tak ingin ikut campur dalam urusan politik. “Saya ikut Pak Jokowi dalam kenegaraan, dalam politik ada timnya sendiri,” tegas Mahfud MD.

“Kalau saya harus ikut ke politik tentu saya di BPIP harus mundur karena ini ideologi, sehingga saya di sini saja membantu Pak Jokowi juga di dalam pemerintahannya, bukan di dalam politik pilpresnya,” lanjutnya. Jadi, jelas kan sikap Mahfud MD?

Beruntung, Koalisi Jokowi tidak jadi memilih Mahfud MD sebagai cawapres, ia terlalu jujur dan berani. Jika dipilih, tak ada satupun partai koalisi pengusung Jokowi yang akan nyaman dengan keberadaannya, apalagi jika tokoh-tokoh partai itu terlibat kasus korupsi.

Itulah masalahnya. Mahfud MD punya daftar koruptor di sakunya, lengkap dengan tanggal dan jamnya. Ia pakar hukum yang terbukti berintegritas, berani, dan tidak kenal kompromi. Jokowi sebenarnya seorang petarung seperti Mahfud MD.

Tapi, rupanya Jokowi tak berkutik di hadapan tekanan politisi yang berada di sekelilingnya. Pemaparan Mahfud MD di acara ILC, Selasa (14/8/2018) malam itu sudah bisa kita anggap setara testimoni, berdasarkan pengalamannya selama ini.

Yang menarik, beberapa poin dalam pernyataan Mahfud MD mengandung sejumlah fakta mencengangkan yang bisa diungkap lebih jauh lagi, termasuk sejumlah fakta terkait kasus-kasus korupsi yang selama ini masuk dalam “kardus durian”.

Ia pun masih menginggat peristiwa saat dirinya berada di Mekah. Melansir Viva.com, Rabu (15/8/2018), waktu itu, KPK sedang mengusut perkara suap di lingkungan Kemenakertrans, di mana Muhaimin Iskandar alias Cak Imin merupakan menterinya.

Uang suap tersebut ditempatkan di sebuah kardus durian, maka munculah istilah kasus suap Durian. “Waktu adanya kasus seorang menteri itu terlibat kasus durian, saya ada di Mekah. Pagi-pagi subuh, Aqil Siroj telepon,” ungkap Mahfud MD.

Aqil Siraj yang dimaksud adalah Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU. “Pak Mahfud, Pak Mahfud Tolong, sesama kader NU tolong ini diselamatkan, nanti NU bisa rusak ini kalau kena,” kata Mahfud MD menirukan suara Aqil Siraj saat itu.

Alhasil, Ketua Umum DPP PKB tersebut terselamatkan dari jeratan hukum KPK. Terlepas siapa yang membantu hingga Cak Imin “bebas hukum”, fakta yang diungkap Mahfud MD di ILC itu sama halnya membuka borok mereka ini yang tampak “suci”.

Apalagi, Mahfud MD sempat menyindir pernyataan sejumlah pihak yang menilai, dirinya itu bukan kader NU, sehinggga tidak tepat dicalonkan sebagai cawapres mendampingi petahana capres Joko Widodo alias Jokowi pada Pilpres 2019 mendatang.

Ia pun merasa kecewa tidak dianggap kader NU, padahal pernah memiliki kedekatan dengan petinggi-petinggi NU, bahkan sampai sekarang Mahfud MD masih tercatat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana NU (ISNU).

“Saya sampai hari ini juga pengurus ISNU, Ketua Dewan Kehormatan ISNU. Yang melantik Pak Aqil Siroj, dan Pak Aqil Siraj itu dulu sering menyebut saya sebagai kader,” ungkapnya, seperti dilansir Viva.com.

Berkali-kali Mahfud MD menyatakan bahwa ia tidak tersinggung dan berbesar hati dengan realitas politik yang sudah terlanjur terjadi. Ia legowo dengan dipilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi pada Pilpres 2019.

“Seperti semua dengar, yang dipilih KH Ma’ruf Amin. Saya menerima itu sebagai realitas politik. Sebelumnya Pak Pratikno katakan sepertinya ada perubahan, coba kembali ke posisi semula dulu,” terang Mahfud MD dalam testimoninya.

Mengutip RMOL.com, Selasa (14/8/2018), ia mengklaim tidak kecewa, tetapi kaget. Dalam politik hal itu biasa. Menurutnya, kepentingan bangsa jauh lebih penting ketimbang nama Mahfud dan Ma’ruf. Ia pun bertemu dengan Jokowi setelah semua kejadian itu.

Jokowi mengaku bahwa para pimpinan parpol datang kepadanya membawa calon masing-masing pada H-1 pengumuman cawapres. Jokowi tidak berdaya. “Saya bilang, Bapak (Jokowi) enggak salah. Kepentingan bangsa harus berjalan,” ungkap Mahfud MD.

Menurut Prof. DR. Muhammad AS Hikam, kesaksian MMD di acara ILC TV One menampilkan sisi hitam elit bangsa ini. Konspirasi untuk mengganjal pencawapresan Mahfud MD terjadi. AS Hikam menuliskannya di akun media sosialnya.

“Ia direncanakan serta dieksekusi dengan “dingin” dan profesional sehingga tampil seakan normal dan secara etik, legal, dan politik dapat diabsahkan,” ungkap pakar politik yang dulu dikenal dekat dengan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini.

Mahfud MD menuturkan secara detil apa yang dialami sejak 1 Agustus 2018 malam saat ia dipanggil di rumah dinas Mensesneg untuk dikabari, pilihan Jokowi semakin mengerucut ke arahnya, sampai dengan urungnya pencawapresan pada 9 Agustus 2018 petang.

Kronologi yang disampaikan Mahfud MD walaupun singkat, tetap to the point dan sangat lugas serta faktual, termasuk penjelasan Presiden Jokowi tentang keputusan yang harus diambil dan pengumuman nama KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres kubu petahana.

“Bagian yang paling membuat saya terkejut dan terharu serta geram, bukanlah kronologi tersebut. Tetapi bagaimana MMD dihadang oleh pihak-pihak yang tidak setuju terhadap beliau dan cara-cara manipulatif yang digunakan mereka,” tegasnya. Bukan hanya itu.

“Nama-nama yang disebut MMD dalam kesaksian beliau, meskipun sudah sering muncul, tetap saja membuat hati saya bergidik!” lanjut AS Hikam. NU sebagai ormas Islam terbesar di negeri ini telah dimanipulasi oleh oknum-oknum elitnya bersama oknum elit parpol yang mengklaim sebagai wadah warga NU dalam berpolitik.

“Karena kepentingan pribadi untuk menduduki kursi cawapres, digunakanlah tudingan-tudingan dan manipukasi politik terhadap MMD, mulai dari meragukan ke NU-an beliau, mempertanyakan status “kader” MMD dalam NU, mengancam Presiden Jokowi jika nekad memilih MMD sebagai cawapres, dan lain-lain,” ungkap AS Hikam.

Pengakuan Mahfud MD mungkin akan dianggap masih sepihak oleh sebagian orang. “Tapi, harus diingat reputasi dan kredibilitas beliau sebagai pribadi, tokoh, dan pemegang amanah negara yang tak dapat diragukan,” tulisnya.

Pihak yang menolak testimoni bisa memberikan jawaban kontra, dan bahkan kalau perlu membawanya ke rana hukum. Namun, “Publik di negeri ini saya yakin akan tetap di pihak MMD karena mereka tahu bahwa MMD tak akan berbohong atau berlebih-lebihan.”

Kini, kata AS Hikam, publik dan khususnya warga nahdliyin sudah paham bagaimana ambisi politik telah meracuni elit ormas (NU) dan parpol (PKB) yang mengatasnamakan didukung warga NU.

Publik kini juga paham bagaimana di sistem parpol yang ada ternyata membelenggu upaya pemilihan calon-calon pemimpin yang berkualitas. Publik juga menyaksikan bagaimana laku politik yang tidak didasari etik akan menciptakan petaka bagi bangsa.

Konspirasi untuk menggagalkan Mahfud MD sebagai cawapres Presiden Jokowi mungkin telah berhasil dan para pelakunya bersorak gembira. Namun, anak bangsa dan negeri ini kini makin terkoyak dan nelangsa.

“Karena sebagian elit mereka ternyata hanyalah para manipilator dan konspirator belaka. Na'udzubillah min dzalik!” ungkap AS Hikam. Presiden Jokowi tak berdaya atas tekanan ormas dan elit politik di sekilingnya hingga harus menurutinya.

***