KH Ma'ruf Amin alias KMA

Rabu, 15 Agustus 2018 | 20:45 WIB
0
618
KH Ma'ruf Amin alias  KMA

Banyak yang tak mengerti tema besar politik Jokowi saat ini; "Persatuan Indonesia". Inilah sila ketiga yang sedang mendapatkan ujian berat di hari-hari ini.

Mungkin anda bisa bicara secara jenaka soal Cebong-Kampret, tapi tingkat perpecahannya sudah sangat parah di tingkat rakyat, betapa banyak hubungan pertemanan rusak akibat istilah yang dimainkan untuk membelah-belah rakyat.

Kerusakan perpecahan makin parah akibat Pilkada DKI 2017, kelompok terbelah hebat, seakan akan sudah ada Osan-Osin dalam kita sebagai bangsa, Osan= Orang Sana, Osin = Orang Sini. Inilah yang menjadi perhatian besar Jokowi dalam tahap kedua masa Kepresidenannya.

Kerja kerasnya sudah nyata, pembangunan di mana mana tanpa mangkrak, setelah era infrastruktur kelar dilanjutkan dua hal yaitu: Pembangunan pusat pusat ekonomi baru dan pembangunan kemanusiaan.

Kerukunan nasional jadi fokus sekarang, disodorkannya KMA untuk membuka dukungan pada Jokowi dari pihak "Sana" adalah bentuk pengakuan bahwa Persatuan Nasional dipentingkan dalam segala hal dan harus dimenangkan secara politis.

Jokowi jauh lebih bersih dari Prabowo, bahkan Sandiaga Uno yang terlibat banyak kasus kasus tak selesai. Tapi Jokowi punya kelemahan, kemunculannya yang cepat dan bukan berasal dari oligarki menjadikan dirinya sasaran fitnah. Lantas sejarah membuktikan bahwa isu agama menjadi isu paling ganas dalam percaturan demokrasi.

Isu agama ini bukan hanya terjadi di Indonesia, hampir di seluruh dunia isu agama dimainkan dalam perkembangan demokrasi liberal saat ini. Di Amerika Serikat isu agama menjadi nomor satu bahkan menjadi salah satu isu penting kemenangan Donald Trump.

Jokowi sudah merangkul ribuan pesantren, tapi isu itu terus berkembang dengan ganas, masuknya KMA menjadi alasan terbesar Jokowi untuk menyatukan kepentingan kepentingan dari pihak sana, tapi dengan satu himpunan "Semangat Jokowi".

Apa itu "Semangat Jokowi", semangat Jokowi adalah terbentuknya "Pembaharuan Politik dan Tata Cara Pemerintahan".

Pembaharuan politik inilah yang jadi tema sentral dalam sepuluh tahun ke depan, kita meloncat dari alam Orde Baru menuju alam Modern yang terbuka. Salah satu tokoh dalam pembaharuan politik ini adalah Ahok dan Djarot.

Kita adalah saksi bagaimana seorang Ahok yang sangat modern, berpandangan terbuka, membongkar kebusukan kebusukan permainan birokrasi menjadi manajemen pemerintahan modern, bisa kalah hanya oleh isu yang dikembangkan dengan cara sederhana. Kemudian Djarot juga kalah di Sumatera Utara dengan isu yang sama.

Inilah kenapa semangat Pembaharuan Politik tak boleh kalah lagi, dan dalam politik "Seni memainkan peluang" harus dimainkan lebih cerdas lagi.

Munculnya KMA yang dianggap Jokowi mengkhianati nilai nilai plural harus dikoreksi, karena bila kamu kalah dalam politik maka omong kosong dengan idealisme-mu itu, karena politik harus dimenangkan dulu untuk menunjukkan idealisme, idealisme semangat pembaharuan.

Jokowi sekarang berada di atas angin, tapi ia tidak ingin menunjukkan dirinya seorang diktator, ia mampu merangkul pihak yang dianggap musuhnya bahkan memuliakannya, bukan memenjarakannya.

Ketika banyak yang tak mau pilih Jokowi karena nilai nilai itu dilanggar, apa kalian mau memilih orang yang justru tak punya nilai nilai dan terbukti melanggar di masa lalu.

Di sini aku teringat pada nasib Bung Karno yang dijatuhkan oleh orang orang yang menantang nilai nilai Bung Karno ditengah pembantaian besar besaran akibat Gestok 65, dan mereka diam atas pembantaian itu, seraya tepuk tangan atas kejatuhan Bung Karno.

Tak lama di tahun 1970-an giliran mereka ditindas kekuatan Suharto lantas teriak teriak soal kemanusiaan. Sambil menangisi kepergian Bung Karno yang menyedihkan dan hilanglah semangat menjadi bangsa yang berdaulat.

Jokowi sedang menjalankan tugas Bung Karno yang terjeda itu, pembangunan ala Trisakti yang ujung ujungnya adalah soal manusia Indonesia yang berdaulat, dalam alam demokrasi liberal yang tak mudah ini. Dan politik tidaklah sekedar hitam putih.

Kalau anda melihat politik itu hitam putih, dan sebuah eforia tanpa kecerdasan, di situlah anda melihat Ahok masuk bui dengan banyak tangisan. Dan ini tidak boleh terjadi pada Jokowi, apapun politik harus dimenangkan, tak boleh ada apologia lagi...

Karena yang cocok dalam politik bukanlah soal sajak sajak elegi dengan air mata, tapi yang ideal dalam politik adalah "Ode Kemenangan penuh taburan bunga"

Jadikan Jokowi Presiden 2019-2024 untuk memenangkan sejarah Indonesia menuju jaman baru, semangat pembaharuan politik...

***

Anton DH Nugrahanto